Upah Minimum Tidak Naik, Pekerja Kecewa
Rabu, 28 Oktober 2020 - 06:08 WIB
AKUMULASI kekecewaan para pekerja kepada pemerintah semakin lengkap. Belum usai aksi protes terhadap pengesahan Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja yang belum membuahkan hasil, kini muncul masalah baru lagi dengan keputusan pemerintah yang tidak menaikkan upah minimum pada tahun depan. Ini seperti menginjeksi para pekerja melakukan aksi demo secara besar-besaran dengan dua isu utama, yakni cabut UU Omnibus Law Cipta Kerja dan tolak keputusan pemerintah yang tidak menaikkan upah minimum 2021. Pertumbuhan ekonomi yang minus, sebagaimana ditegaskan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal dalam sebuah konferensi pers virtual awal pekan ini, tidak boleh dijadikan alasan upah minimum dari 2020 ke 2021 tanpa kenaikan oleh pemerintah.
Aksi penolakan keputusan pemerintah tersebut bukan tanpa alasan yang jelas. Pihak KSPI memahami betul bahwa ini masa susah bagi dunia usaha sebagai dampak pandemi Covid-19, namun tidak semua perusahaan mengalami kesulitan akibat terjangan virus korona. Karena itu, KSPI meminta kebijakan kenaikan upah ditempuh secara proporsional, jangan dipukul rata dengan keputusan sama sekali tanpa kenaikan upah minimum. Untuk perusahaan yang masih survive, tetap harus menaikkan upah minimum. Sebaliknya, bagi perusahaan yang tidak mampu, jangan dipaksakan. Sebabnya, sudah ada aturan yang menyediakan jalan keluar dengan upaya penangguhan pemberian kenaikan upah minimum. Pihak KSPI menilai kebijakan pemerintah dalam hal ini menteri ketenagakerjaan (menaker) tanpa sensitivitas pada nasib pekerja dan lebih condong memihak kepada pengusaha.
Benarkah pemerintah tidak memiliki sensitivitas terhadap nasib pekerja? Yang pasti, Menaker Ida Fauziyah telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor M/11/HK.04/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2021 pada Masa Pandemi Covid-19, yang menyatakan tidak ada kenaikan upah minimum tahun depan. Adapun yang mendasari SE yang diterbitkan pada 26 Oktober lalu karena kondisi ekonomi Indonesia yang tidak memungkinkan. Pasalnya, pemerintah tidak ingin kenaikan upah minimum tahun depan justru akan memberatkan dunia usaha. Jadi, semangat dari kebijakan tersebut adalah untuk kepentingan dua pihak antara pekerja dan pengusaha. Kebijakan itu dimaksudkan memberikan perlindungan dan kelangsungan bekerja bagi pekerja serta menjaga kelangsungan usaha.
Sebelumnya kalangan pengusaha sudah mengajukan ke pemerintah agar tahun depan kenaikan upah minimum ditiadakan. Pengusaha beralasan bahwa dampak pandemi Covid-19 telah membuat dunia usaha tiarap. Gayung bersambut, keinginan kalangan pengusaha direstui pemerintah. Selain itu, Menaker Ida Fauziyah juga membeberkan bahwa keputusan tanpa kenaikan upah minimum tahun depan sudah melalui dialog bersama dengan Dewan Pengupahan Nasional (Depenas). Menaker mengakui sungguh sulit mencari keputusan yang tepat. Namun, pada akhirnya keputusan yang dinilai KSPI lebih berpihak pada pengusaha adalah jalan tengah yang harus ditempuh pemerintah.
Meski sudah dituangkan dalam SE tanpa kenaikan upah minimum, pihak KSPI tidak akan menyerah dan tetap mengusulkan kenaikan upah minimum sebesar 8% untuk tahun depan. Lebih jauh Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Mirah Sumirat menilai bahwa persoalan upah minimum ini bukan sekadar masalah antara pekerja dan pengusaha. Dampak lebih besar tanpa kenaikan upah minimum akan berpengaruh pada daya beli pekerja. Apabila itu terjadi, adalah sebuah ancaman bagi pertumbuhan ekonomi yang ditopang oleh konsumsi. Jauh sebelumnya pihak KSPI juga sudah menyuarakan seputar anjloknya daya beli pekerja tanpa kenaikan upah minimum yang pada akhirnya bisa mengganggu pertumbuhan ekonomi.
Namun, sepertinya pemerintah tidak termakan oleh “gertak” para aktivis pekerja yang menyatakan daya beli pekerja ambruk tanpa kenaikan upah minimum. Mengatasi daya beli pekerja yang melempem, pemerintah akan memainkan kartu melalui subsidi upah. Menaker Ida Fauziyah menyebut bahwa pemerintah telah menyiapkan bantalan sosial.
Akan tetapi, di mata ekonom langkah pemerintah tak menaikkan upah minimum dinilai kurang tepat. Kenapa? Pengamat ekonomi dari Institute Development of Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengutarakan bahwa pemerintah seharusnya membuat kebijakan sebaliknya bila masalah ekonomi menjadi pertimbangannya. Dengan kebijakan tanpa kenaikan upah minimum, kalangan pekerja semakin “bersemangat” turun ke jalan. Artinya, situasi akan semakin panas yang bisa jadi mengundang aksi massa yang kian besar karena sudah menyangkut kepentingan langsung pekerja yakni upah. Siap-siap, pengamanan ditambah.
Aksi penolakan keputusan pemerintah tersebut bukan tanpa alasan yang jelas. Pihak KSPI memahami betul bahwa ini masa susah bagi dunia usaha sebagai dampak pandemi Covid-19, namun tidak semua perusahaan mengalami kesulitan akibat terjangan virus korona. Karena itu, KSPI meminta kebijakan kenaikan upah ditempuh secara proporsional, jangan dipukul rata dengan keputusan sama sekali tanpa kenaikan upah minimum. Untuk perusahaan yang masih survive, tetap harus menaikkan upah minimum. Sebaliknya, bagi perusahaan yang tidak mampu, jangan dipaksakan. Sebabnya, sudah ada aturan yang menyediakan jalan keluar dengan upaya penangguhan pemberian kenaikan upah minimum. Pihak KSPI menilai kebijakan pemerintah dalam hal ini menteri ketenagakerjaan (menaker) tanpa sensitivitas pada nasib pekerja dan lebih condong memihak kepada pengusaha.
Benarkah pemerintah tidak memiliki sensitivitas terhadap nasib pekerja? Yang pasti, Menaker Ida Fauziyah telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor M/11/HK.04/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2021 pada Masa Pandemi Covid-19, yang menyatakan tidak ada kenaikan upah minimum tahun depan. Adapun yang mendasari SE yang diterbitkan pada 26 Oktober lalu karena kondisi ekonomi Indonesia yang tidak memungkinkan. Pasalnya, pemerintah tidak ingin kenaikan upah minimum tahun depan justru akan memberatkan dunia usaha. Jadi, semangat dari kebijakan tersebut adalah untuk kepentingan dua pihak antara pekerja dan pengusaha. Kebijakan itu dimaksudkan memberikan perlindungan dan kelangsungan bekerja bagi pekerja serta menjaga kelangsungan usaha.
Sebelumnya kalangan pengusaha sudah mengajukan ke pemerintah agar tahun depan kenaikan upah minimum ditiadakan. Pengusaha beralasan bahwa dampak pandemi Covid-19 telah membuat dunia usaha tiarap. Gayung bersambut, keinginan kalangan pengusaha direstui pemerintah. Selain itu, Menaker Ida Fauziyah juga membeberkan bahwa keputusan tanpa kenaikan upah minimum tahun depan sudah melalui dialog bersama dengan Dewan Pengupahan Nasional (Depenas). Menaker mengakui sungguh sulit mencari keputusan yang tepat. Namun, pada akhirnya keputusan yang dinilai KSPI lebih berpihak pada pengusaha adalah jalan tengah yang harus ditempuh pemerintah.
Meski sudah dituangkan dalam SE tanpa kenaikan upah minimum, pihak KSPI tidak akan menyerah dan tetap mengusulkan kenaikan upah minimum sebesar 8% untuk tahun depan. Lebih jauh Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Mirah Sumirat menilai bahwa persoalan upah minimum ini bukan sekadar masalah antara pekerja dan pengusaha. Dampak lebih besar tanpa kenaikan upah minimum akan berpengaruh pada daya beli pekerja. Apabila itu terjadi, adalah sebuah ancaman bagi pertumbuhan ekonomi yang ditopang oleh konsumsi. Jauh sebelumnya pihak KSPI juga sudah menyuarakan seputar anjloknya daya beli pekerja tanpa kenaikan upah minimum yang pada akhirnya bisa mengganggu pertumbuhan ekonomi.
Namun, sepertinya pemerintah tidak termakan oleh “gertak” para aktivis pekerja yang menyatakan daya beli pekerja ambruk tanpa kenaikan upah minimum. Mengatasi daya beli pekerja yang melempem, pemerintah akan memainkan kartu melalui subsidi upah. Menaker Ida Fauziyah menyebut bahwa pemerintah telah menyiapkan bantalan sosial.
Akan tetapi, di mata ekonom langkah pemerintah tak menaikkan upah minimum dinilai kurang tepat. Kenapa? Pengamat ekonomi dari Institute Development of Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengutarakan bahwa pemerintah seharusnya membuat kebijakan sebaliknya bila masalah ekonomi menjadi pertimbangannya. Dengan kebijakan tanpa kenaikan upah minimum, kalangan pekerja semakin “bersemangat” turun ke jalan. Artinya, situasi akan semakin panas yang bisa jadi mengundang aksi massa yang kian besar karena sudah menyangkut kepentingan langsung pekerja yakni upah. Siap-siap, pengamanan ditambah.
(bmm)
tulis komentar anda