Komitmen Berantas Narkotika, Hukum Mati Polisi Terlibat Narkoba?
Selasa, 27 Oktober 2020 - 08:05 WIB
JAKARTA - Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis murka saat mendengar salah seorang perwira polisi di Pekanbaru, Riau, terlibat penyeludupan 16 kilogram sabu . Bahkan, dengan tegas jenderal bintang empat itu meminta kenapa tidak ditembak mati saja?
Pantas saja Idham marah besar lantaran penyalahgunaan narkotika menjadi prioritas yang harus dibasmi. Bahkan, berulang kali mantan Kepala Bareskrim Polri itu mewanti-wanti anggota Polri agar tidak main-main dengan narkoba. “Kalau polisi yang kena narkoba, hukumannya harus mati. Karena, dia sudah tahu hukum dan undang-undang,” ungkap Idham. (Baca: Bolehkah Seorang Istri Menunda Kehamilan?)
Idham menegaskan sejak diangkat menjadi Kapolri, dia tidak pernah mencabut perintahnya untuk menindak bandar narkoba. Dia juga sering mencereweti para direktur reserse narkoba di seluruh Polda untuk betul-betul mengamankan barang bukti.
Termasuk melakukan tes urine kepada personel dalam rangka pencegahan penyalahgunaan narkoba. "Saya sudah bilang sama direktur narkoba jangan takut-takut sama bandar narkoba. Kalau tidak, saya cari pemain pengganti. Jadi, saya ingin semua direktur narkoba jangan kaya ayam sayur,” ungkapnya.
Tak hanya Kapolri, Kapolda Riau Irjen Agung Setya juga murka saat mengetahui oknum perwiranya terlibat penyelundupan sabu . Dengan tegas Agung mengaku tak lagi menganggap Kompol Imam sebagai anggota. Bahkan, dia menyebut sindikat narkoba, termasuk Kompol Imam, sebagai pengkhianat bangsa. "Saya berharap hakim memutuskan hukuman yang layak untuk pengkhianat bangsa ini," tutur Agung.
Seperti diketahui, jajaran Direktorat Reserse Narkoba Polda Riau menangkap dua orang terkait peredaran narkotika di Jalan Soekarno-Hatta (Soetta) Pekanbaru, Jumat (23/10/2020) malam. Salah satu tersangkanya Kompol Imam. Penangkapan perwira polisi itu berlangsung dramatis.
Polisi berpakaian preman terlibat kejar-kejaran dengan pelaku hingga akhirnya berhasil ditangkap di Jalan Soekarno-Hatta, Pekanbaru. Penangkapan tersebut juga menyita perhatian warga sekitar. Kompol Imam tumbang seketika saat peluru panas bersarang di punggungnya. Sang oknum dilumpuhkan sesama polisi karena diduga sempat melawan saat dilakukan penangkapan. Polisi menemukan 16 kilogram sabu siap edar. (Baca juga: Bantuan Kuota Internet Tersendat, Perhimpunan Guru: Pemerintah Tak Serius)
Psikolog forensik Reza Indragiri Amriel menilai polisi menyandang tugas yang berat, apalagi di bagian reserse kriminal. Polisi dituntut menuntaskan kasus dengan cepat yang membuat kesehatan jiwa terganggu. "Apa barang yang bisa mendongkrak stamina dalam tempo cepat dan memperbaiki suasana hati? Narkoba," kata Reza.
Menurut dia, kondisi ini membuat polisi rentan. Pasalnya, selain soal kasus, polisi dibebani tuntutan organisasi, tekanan masyarakat, intervensi politik, kejahatan yang semakin kompleks, serta masalah pribadi. Masalah ini sulit dihadapi karena keterbatasan stamina seseorang. "Ironis, memang, polisi bisa saja melarikan diri ke narkoba justru agar bisa menyelesaikan tugas dan menyesuaikan diri dengan segala kompleksitas tadi," ujar Konsultan Lentera Anak Foundation itu.
Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK) Jakarta itu menjelaskan jika hal itu terjadi, harus ada peran Polri secara keseluruhan. Korps Bhayangkara perlu menata tugas dan memperhatikan kesehatan personel. "(Beban) ini jelas tidak bisa dipenuhi oleh personel sendiri," kata Reza.
Pantas saja Idham marah besar lantaran penyalahgunaan narkotika menjadi prioritas yang harus dibasmi. Bahkan, berulang kali mantan Kepala Bareskrim Polri itu mewanti-wanti anggota Polri agar tidak main-main dengan narkoba. “Kalau polisi yang kena narkoba, hukumannya harus mati. Karena, dia sudah tahu hukum dan undang-undang,” ungkap Idham. (Baca: Bolehkah Seorang Istri Menunda Kehamilan?)
Idham menegaskan sejak diangkat menjadi Kapolri, dia tidak pernah mencabut perintahnya untuk menindak bandar narkoba. Dia juga sering mencereweti para direktur reserse narkoba di seluruh Polda untuk betul-betul mengamankan barang bukti.
Termasuk melakukan tes urine kepada personel dalam rangka pencegahan penyalahgunaan narkoba. "Saya sudah bilang sama direktur narkoba jangan takut-takut sama bandar narkoba. Kalau tidak, saya cari pemain pengganti. Jadi, saya ingin semua direktur narkoba jangan kaya ayam sayur,” ungkapnya.
Tak hanya Kapolri, Kapolda Riau Irjen Agung Setya juga murka saat mengetahui oknum perwiranya terlibat penyelundupan sabu . Dengan tegas Agung mengaku tak lagi menganggap Kompol Imam sebagai anggota. Bahkan, dia menyebut sindikat narkoba, termasuk Kompol Imam, sebagai pengkhianat bangsa. "Saya berharap hakim memutuskan hukuman yang layak untuk pengkhianat bangsa ini," tutur Agung.
Seperti diketahui, jajaran Direktorat Reserse Narkoba Polda Riau menangkap dua orang terkait peredaran narkotika di Jalan Soekarno-Hatta (Soetta) Pekanbaru, Jumat (23/10/2020) malam. Salah satu tersangkanya Kompol Imam. Penangkapan perwira polisi itu berlangsung dramatis.
Polisi berpakaian preman terlibat kejar-kejaran dengan pelaku hingga akhirnya berhasil ditangkap di Jalan Soekarno-Hatta, Pekanbaru. Penangkapan tersebut juga menyita perhatian warga sekitar. Kompol Imam tumbang seketika saat peluru panas bersarang di punggungnya. Sang oknum dilumpuhkan sesama polisi karena diduga sempat melawan saat dilakukan penangkapan. Polisi menemukan 16 kilogram sabu siap edar. (Baca juga: Bantuan Kuota Internet Tersendat, Perhimpunan Guru: Pemerintah Tak Serius)
Psikolog forensik Reza Indragiri Amriel menilai polisi menyandang tugas yang berat, apalagi di bagian reserse kriminal. Polisi dituntut menuntaskan kasus dengan cepat yang membuat kesehatan jiwa terganggu. "Apa barang yang bisa mendongkrak stamina dalam tempo cepat dan memperbaiki suasana hati? Narkoba," kata Reza.
Menurut dia, kondisi ini membuat polisi rentan. Pasalnya, selain soal kasus, polisi dibebani tuntutan organisasi, tekanan masyarakat, intervensi politik, kejahatan yang semakin kompleks, serta masalah pribadi. Masalah ini sulit dihadapi karena keterbatasan stamina seseorang. "Ironis, memang, polisi bisa saja melarikan diri ke narkoba justru agar bisa menyelesaikan tugas dan menyesuaikan diri dengan segala kompleksitas tadi," ujar Konsultan Lentera Anak Foundation itu.
Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK) Jakarta itu menjelaskan jika hal itu terjadi, harus ada peran Polri secara keseluruhan. Korps Bhayangkara perlu menata tugas dan memperhatikan kesehatan personel. "(Beban) ini jelas tidak bisa dipenuhi oleh personel sendiri," kata Reza.
tulis komentar anda