Kritik dan Pujian Fraksi PKS untuk Satu Tahun Jokowi-Ma'ruf Amin
Rabu, 21 Oktober 2020 - 15:12 WIB
JAKARTA - Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini menilai, kinerja satu tahun Pemerintahan Jokowi-Maruf Amin jauh dari keberhasilan bahkan cenderung memprihatinkan. Hal ini diperparah faktor eksternal pandemi Covid-19 yang sayangnya tidak ditangani dengan manajemen dan kepemimpinan yang efektif.
Meski demikian, Jazuli mengapresiasi bahwa di tengah hantaman Covid-19 ini Indonesia termasuk negara yang tidak terlalu terdampak, dibandingkan negara lain. "Respons cepat tim ekonomi juga patut apresiasi, dalam kerja sama dengan BI dalam menjaga stabilitas rupiah dan pendanaan dampak Covid. Patut disyukuri juga sampai kini tidak ada laporan bank yang collaps," kata Jazuli dalam keterangannya, Rabu (21/10/2020).
Sementara dari sisi penanganan dampak Covid-19, Jazuli menekankan perlunya percepatan realisasi bansos kepada masyarakat diharapkan dapat meningkatkan daya beli dan ekonomi. Sayangnya, pemerintah tidak hadir dengan manajemen dan kepemimpinan bencana yang efektif, sehingga jelas arah dan kebijakan mengatasi COVID-19 dan dampaknya. ( )
"Akibat ketidakjelasan tersebut, kita tidak pasti kapan terminasi pandemi. Beban ekonomi juga semakin berat jika berlarut-larut. Instruksi dan harapan Presiden pun kepada jajarannya selalu meleset," kata Jazuli.
Secara ekonomi, sambung Jokowi, kinerja satu tahun Jokowi sejak dilantik 20 Oktober 2019 lalu cenderung turun, bahkan sejak triwulan I 2020 sebelum pandemi pertumbuhan ekonomi hanya 2,97%. Kondisi ekonomi pun diperparah pandemi, sehingga tingkat kesejahteraan ekonomi rakyat memburuk.
"Ditandai dengan melonjaknya kemiskinan dalam setahun ini menjadi 27,5 juta orang/10,2% (naik 3 juta dari akhir 2019). Demikian halnya dengan tingkat pengangguran naik 5,5 juta orang menjadi 12,7 juta orang/9,1%. Juga gini ratio (disparitas kaya dan miskin) meningkat dari 0,380 di akhir 2019 menjadi 0,382," katanya.
"Utang pemerintah juga melonjak tajam. Dalam satu tahun penambahan hutang sebesar Rp323,27 triliun. Sehingga total hutang Indonesia sampai Agustus 2020 mencapai Rp6.035,3 triliun," ungkap Jazuli. ( )
Ia melihat, kondisi pandemi yang tidak terkelola dengan baik mengakibatkan kondisi ekonomi nasional semakin sulit. Kebijakan PSBB yang tidak konsisten, gonta-ganti leading actor dan sektor dalam manjemen COVID-19, hingga realisasi stimulus ekonomi yang berjalan sangat lambat. Ini semua menunjukkan ketidakberesan dalam manajemen dan kepemimpinan pemerintah di tengah krisis.
Dalam catatan resmi dan evaluasi sejumlah lembaga riset ekonomi yang kredibel, sambung Jazuli, realisasi anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan Penanganan COVID-19 sampai dengan 14 Oktober 2020 baru mencapai angka Rp344,11 triliun atau 49,5% dari pagu Rp695,2 triliun. Kinerja Pemerintah dalam penanganan COVID-19 dan PEN tidak optimal. Pemerintah harus meningkatkan kinerjanya dalam tiga bulan ke depan.
Meski demikian, Jazuli mengapresiasi bahwa di tengah hantaman Covid-19 ini Indonesia termasuk negara yang tidak terlalu terdampak, dibandingkan negara lain. "Respons cepat tim ekonomi juga patut apresiasi, dalam kerja sama dengan BI dalam menjaga stabilitas rupiah dan pendanaan dampak Covid. Patut disyukuri juga sampai kini tidak ada laporan bank yang collaps," kata Jazuli dalam keterangannya, Rabu (21/10/2020).
Sementara dari sisi penanganan dampak Covid-19, Jazuli menekankan perlunya percepatan realisasi bansos kepada masyarakat diharapkan dapat meningkatkan daya beli dan ekonomi. Sayangnya, pemerintah tidak hadir dengan manajemen dan kepemimpinan bencana yang efektif, sehingga jelas arah dan kebijakan mengatasi COVID-19 dan dampaknya. ( )
"Akibat ketidakjelasan tersebut, kita tidak pasti kapan terminasi pandemi. Beban ekonomi juga semakin berat jika berlarut-larut. Instruksi dan harapan Presiden pun kepada jajarannya selalu meleset," kata Jazuli.
Secara ekonomi, sambung Jokowi, kinerja satu tahun Jokowi sejak dilantik 20 Oktober 2019 lalu cenderung turun, bahkan sejak triwulan I 2020 sebelum pandemi pertumbuhan ekonomi hanya 2,97%. Kondisi ekonomi pun diperparah pandemi, sehingga tingkat kesejahteraan ekonomi rakyat memburuk.
"Ditandai dengan melonjaknya kemiskinan dalam setahun ini menjadi 27,5 juta orang/10,2% (naik 3 juta dari akhir 2019). Demikian halnya dengan tingkat pengangguran naik 5,5 juta orang menjadi 12,7 juta orang/9,1%. Juga gini ratio (disparitas kaya dan miskin) meningkat dari 0,380 di akhir 2019 menjadi 0,382," katanya.
"Utang pemerintah juga melonjak tajam. Dalam satu tahun penambahan hutang sebesar Rp323,27 triliun. Sehingga total hutang Indonesia sampai Agustus 2020 mencapai Rp6.035,3 triliun," ungkap Jazuli. ( )
Ia melihat, kondisi pandemi yang tidak terkelola dengan baik mengakibatkan kondisi ekonomi nasional semakin sulit. Kebijakan PSBB yang tidak konsisten, gonta-ganti leading actor dan sektor dalam manjemen COVID-19, hingga realisasi stimulus ekonomi yang berjalan sangat lambat. Ini semua menunjukkan ketidakberesan dalam manajemen dan kepemimpinan pemerintah di tengah krisis.
Dalam catatan resmi dan evaluasi sejumlah lembaga riset ekonomi yang kredibel, sambung Jazuli, realisasi anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan Penanganan COVID-19 sampai dengan 14 Oktober 2020 baru mencapai angka Rp344,11 triliun atau 49,5% dari pagu Rp695,2 triliun. Kinerja Pemerintah dalam penanganan COVID-19 dan PEN tidak optimal. Pemerintah harus meningkatkan kinerjanya dalam tiga bulan ke depan.
tulis komentar anda