Kritik dan Pujian Fraksi PKS untuk Satu Tahun Jokowi-Ma'ruf Amin
Rabu, 21 Oktober 2020 - 15:12 WIB
"Dari data Penanganan COVID-19 dan PEN 2020, realisasi Kesehatan (31,51), sektoral K/L (26,40) dan insentif dunia usaha (24,61), masih berada di bawah 50%. Kinerja penyerapan ketiga sektor tersebut belum optimal. Pemerintah perlu membuka data bantuan untuk korporasi (non UMKM), sampai saat ini belum terdapat angka realisasi dan pencapaiannya," katanya. (
)
Karena itu, menurut Jazuli, pemerintah perlu mengevaluasi program-program perlindungan sosial, khususnya Kartu Prakerja, program ini sebaiknya dirombak total jadi bantuan sosial khusus pada korban PHK jadi sangat spesifik by name by address yang datanya sudah tersedia di BPJamsostek dan bisa diverifikasi.
"Di luar serapan yang masih rendah di atas, dua sektor yang serapan tinggi yaitu perlindungan sosial 81,94% dan insentif UMKM 91,77%. Fraksi PKS mengapresiasi capaian ini, sesuai dengan desakan Fraksi PKS selama ini. Tentu saja harus didukung data dan verifikasi yang benar dan valid sehingga menghindari penyelewengan," ujar Jazuli.
Selain itu, anggota Komisi I DPR ini menambahkan, Fraksi PKS juga menyoroti kondisi politik dan penegakan hukum selama satu tahun pemerintahan Jokowi-Maruf. Koalisi besar pemerintah diakui mampu mengkonsolidasi kekuatan politik baik di pemerintahan maupun parlemen. Sayangnya Fraksi PKS menemukan kecenderungan keputusan-keputusan politik yang semakin oligarkis dan miskin diskusi publik.
Hal ini nampak pada proses pengajuan dan pengesahan Perppu Penanganan COVID-19 dan dampak ekonominya dan paling mutakhir pada pembahasan dan pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja, di mana penolakan oposisi dan suara kritis publik di luar parlemen seperti tidak dihiraukan pemerintah. Bahkan untuk sekedar menunda RUU supaya fokus pada penanganan dampak COVID-19 juga tidak dihiraukan.
"Lebih disesalkan lagi ada semacam kondisi, di mana kelompok kritis berusaha dibungkam suaranya dengan berbagai narasi yang menyudutkan. Pun, aksi demonstrasi juga cenderung dihambat dengan berbagai cara. Dan bahkan, sejumlah tokoh dan kelompok kritis ditangkap dan diproses hukum, yang sulit untuk tidak mengatakan kental bernuansa politis," katanya.
Jazuli menegaskan, hal ini diperkuat oleh banyak tokoh dan lembaga yang memiliki kredibel mengatakan bahwa demokrasi dan penegakan hukum di periode kedua Jokowi ini mengalami kemunduran. Banyak masyarakat merasa ada ketidakadilan dalam proses penegakan hukum. Hukum dirasakan tebang pilih, sebagian kasus diproses cepat bahkan ditangkap dan langsung menjadi tersangka, sementara sebagian kasus lain mandek meskipun sudah berkali-kali dilaporkan.
"Atas dasar evaluasi tersebut, saya meminta agar pemerintah lebih bijak dan memperhatikan suara-suara kritis masyarakat, mengedepankan dialog dan persuasi, bukan malah menghadapinya dengan berbagai narasi yang menyerang, aparat yang represif, serta jeratan proses hukum. Karena kritik yang disampaikan sejatinya sama-sama untuk kemajuan bangsa yang bermartabat dan berdaulat," katanya.
Karena itu, menurut Jazuli, pemerintah perlu mengevaluasi program-program perlindungan sosial, khususnya Kartu Prakerja, program ini sebaiknya dirombak total jadi bantuan sosial khusus pada korban PHK jadi sangat spesifik by name by address yang datanya sudah tersedia di BPJamsostek dan bisa diverifikasi.
"Di luar serapan yang masih rendah di atas, dua sektor yang serapan tinggi yaitu perlindungan sosial 81,94% dan insentif UMKM 91,77%. Fraksi PKS mengapresiasi capaian ini, sesuai dengan desakan Fraksi PKS selama ini. Tentu saja harus didukung data dan verifikasi yang benar dan valid sehingga menghindari penyelewengan," ujar Jazuli.
Selain itu, anggota Komisi I DPR ini menambahkan, Fraksi PKS juga menyoroti kondisi politik dan penegakan hukum selama satu tahun pemerintahan Jokowi-Maruf. Koalisi besar pemerintah diakui mampu mengkonsolidasi kekuatan politik baik di pemerintahan maupun parlemen. Sayangnya Fraksi PKS menemukan kecenderungan keputusan-keputusan politik yang semakin oligarkis dan miskin diskusi publik.
Hal ini nampak pada proses pengajuan dan pengesahan Perppu Penanganan COVID-19 dan dampak ekonominya dan paling mutakhir pada pembahasan dan pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja, di mana penolakan oposisi dan suara kritis publik di luar parlemen seperti tidak dihiraukan pemerintah. Bahkan untuk sekedar menunda RUU supaya fokus pada penanganan dampak COVID-19 juga tidak dihiraukan.
"Lebih disesalkan lagi ada semacam kondisi, di mana kelompok kritis berusaha dibungkam suaranya dengan berbagai narasi yang menyudutkan. Pun, aksi demonstrasi juga cenderung dihambat dengan berbagai cara. Dan bahkan, sejumlah tokoh dan kelompok kritis ditangkap dan diproses hukum, yang sulit untuk tidak mengatakan kental bernuansa politis," katanya.
Jazuli menegaskan, hal ini diperkuat oleh banyak tokoh dan lembaga yang memiliki kredibel mengatakan bahwa demokrasi dan penegakan hukum di periode kedua Jokowi ini mengalami kemunduran. Banyak masyarakat merasa ada ketidakadilan dalam proses penegakan hukum. Hukum dirasakan tebang pilih, sebagian kasus diproses cepat bahkan ditangkap dan langsung menjadi tersangka, sementara sebagian kasus lain mandek meskipun sudah berkali-kali dilaporkan.
"Atas dasar evaluasi tersebut, saya meminta agar pemerintah lebih bijak dan memperhatikan suara-suara kritis masyarakat, mengedepankan dialog dan persuasi, bukan malah menghadapinya dengan berbagai narasi yang menyerang, aparat yang represif, serta jeratan proses hukum. Karena kritik yang disampaikan sejatinya sama-sama untuk kemajuan bangsa yang bermartabat dan berdaulat," katanya.
(abd)
tulis komentar anda