Setahun Periode Ke-2 Jokowi

Selasa, 20 Oktober 2020 - 10:48 WIB
Pergeseran Koalisi Politik

Pada periode pertama Jokowi bersama Jusuf Kalla didukung empat partai politik, yakni,Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura). Total kekuatan parlemen keempat partai politik tersebut sebesar 40,33%.

Sementara pada periode kedua Jokowi bersama Ma’ruf Amin didukung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Golongan Karya (Golkar),Partai Nasional Demokrat (Nasdem, Partai Kebangkitan Bandgsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Total kekuatan koalisi parlemen yang dimilikisebesar 60,69%.

Dari peta politik tersebut menegaskan ada tantangan yang berbeda bagi Jokowi dalam manajemen pemerintahannya. Tidak disangkal, bahwa pada periode pertama Jokowi secara kalkulatif mestinya lebih berat daripada periode kedua. Dan semestinya di periode saat ini Jokowi lebih bisa gaspol mewujudkan visinya.

Periode pertama, di awal-awal kekuasaanya, Jokowi lebih disibukkan oleh laku konsolidasi politik karena komposisi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kalah banyak. Maka tidak mengherankan di kemudian hari Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional (PAN) yang dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) mendukung Prabowo-Hatta terlibat dalam pemerintahannya. Di sinilah logika politik menguatkan parlemen menemukan jawabannya.

Sistem dan realitas politik meniscayakan postur koalisi parlemen yang kuat untuk menambah legitimasi, kekuatan dan efektifitas pemerintahan. Terlebih periode pertama Jokowi isu “pelengseran” cukup kuat. Menguatkan parlemen paling tidak menjadi kuncian agar parlemen tidak hiruk pikuk yang bisa menganggu dan mengancam kekuasaan.

Periode kedua, secara politik, Jokowi sudah sangat diuntungkan. Dominanya dukungan di parlemen, plus masuknya Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) jelas menjadi modal politik yang sangat besar untuk memuluskan program dan janji politiknya. Persoalan konsolidasi politik sudah tuntas sedari awal, sehingga bisa lebih fokus.

Sayangnya dinamika politik bukan seperti kalkulasi ilmu pasti, bahwa banyak dukungan ternyata tidak selalu paralel dengan beragam kepentingan partai politik. Pun demikian, koalisi besar ternyata tidak selalu menjamin tata kelola politik menjadi mudah. Tuntutan-tuntutan akan kompromi pada kenyataannya juga semakin besar. Hal inilah yang sepertinya menjadi salah satu beban diperiode kedua Jokowi.

Hal yang paling nampak dari begitu besarnya kompromi politik yang dilakukan adalah perihal “jatah” menteri untuk masing-masing partai politik yang terlibat dalam koalisi. Meskipun hal ini juga akan berlaku bagi siapapun presidennya selama sistem politik masih sama seperti sekarang ini. Presidensial dengan multi partai sepertinya menjadi anomali yang tidak bisa dihindarkan.

Ekonomi Sentris
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More