Utamakan Solusi dalam Menghadapi Perbedaan, Hindari Tindakan Anarkistis
Jum'at, 16 Oktober 2020 - 07:30 WIB
”Itu harus transparan diungkapkan ke publik, supaya tidak menimbulkan salah penafsiran yang berbeda-beda. Karena ini pelanggaran hukum yang tidak ada kaitannya dengan motif-motif yang lain. Masyarakat juga jangan terpancing dengan WA-WA grup yang memprovokasi untuk merusak itu,” tuturnya.(
)
Masyarakat diimbaunya juga harus melihat persoalan itu secara utuh atau tidak sepotong-sepotong. Pemberitaan yang tidak utuh bisa memicu provokasi. Oleh karena itu, harus cerdas dan selektif dalam memilah pemberitaan sehingga masyarakat tidak mudah terprovokasil.
”Media harus mampu juga memberitakan kebenaran karena peran media sangat penting untuk membangun dialog konstruktif dan tidak emosional. Maka kita berharap media massa itu menggunakan strategi, yaitu media damai,” terangnya.
Benny juga prihatin menyikapi maraknya keterlibatan anak-anak sekolah khususnya SMA/SMK dalam aksi yang berujung anarkistis ini. Menurut dia, anak-anak ini mudah terprovokasi hingga melakukan vandalisme sebagai cara mengatasi masalah yang sebetulnya itu salah. Karena itu menurutya berarti ada yang salah dalam sistem pendidikan kita hari ini.
”Kita gagal dalam pendidikan kritis untuk membangun karakter pendidikan sehingga anak-anak akhinya menjadi objek dari eksploitasi. Karena anak-anak itu sebetulnya kurang memahami masalah dan realita tapi lebih digerakkan oleh emosi dan solidaritas,” ungkap Benny.
Menurut dia, kondisi ini menjadi pekerjaan rumah besar bagi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk berani mengoreksi sistem pendidikan. Harus dicarikan solusinya agar anak-anak sekolah ini punya harapan untuk masa depannya. Arahkan energi mereka untuk menambah keterampilan, bukan untuk brutalisme.
”Kalau anak-anak itu mampu kreatif dan inovatif serta berpikir kritis maka mereka tidak akan mudah terjebak ke dalam vandalisme itu,” ujarnya
Masyarakat diimbaunya juga harus melihat persoalan itu secara utuh atau tidak sepotong-sepotong. Pemberitaan yang tidak utuh bisa memicu provokasi. Oleh karena itu, harus cerdas dan selektif dalam memilah pemberitaan sehingga masyarakat tidak mudah terprovokasil.
”Media harus mampu juga memberitakan kebenaran karena peran media sangat penting untuk membangun dialog konstruktif dan tidak emosional. Maka kita berharap media massa itu menggunakan strategi, yaitu media damai,” terangnya.
Benny juga prihatin menyikapi maraknya keterlibatan anak-anak sekolah khususnya SMA/SMK dalam aksi yang berujung anarkistis ini. Menurut dia, anak-anak ini mudah terprovokasi hingga melakukan vandalisme sebagai cara mengatasi masalah yang sebetulnya itu salah. Karena itu menurutya berarti ada yang salah dalam sistem pendidikan kita hari ini.
”Kita gagal dalam pendidikan kritis untuk membangun karakter pendidikan sehingga anak-anak akhinya menjadi objek dari eksploitasi. Karena anak-anak itu sebetulnya kurang memahami masalah dan realita tapi lebih digerakkan oleh emosi dan solidaritas,” ungkap Benny.
Menurut dia, kondisi ini menjadi pekerjaan rumah besar bagi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk berani mengoreksi sistem pendidikan. Harus dicarikan solusinya agar anak-anak sekolah ini punya harapan untuk masa depannya. Arahkan energi mereka untuk menambah keterampilan, bukan untuk brutalisme.
”Kalau anak-anak itu mampu kreatif dan inovatif serta berpikir kritis maka mereka tidak akan mudah terjebak ke dalam vandalisme itu,” ujarnya
(dam)
tulis komentar anda