Ketegasan dan Humanisme Aparat dalam Melarang Warga Mudik Diapresiasi
Rabu, 06 Mei 2020 - 18:24 WIB
"Terlihat dalam banyak tayangan televisi petugas senantiasa mengajak agar mereka yang awalnya kurang mengerti, agar kemudian bisa membantu memutus mata rantai penularan dengan kembali dan tinggal di rumah masing-masing," tambahnya.
Sikap humanis penuh pengertian itulah, kata Khairul, yang membuat upaya penyadaran dan imbauan untuk putar balik itu pun tak berujung insiden negatif.
Sementara itu, Indonesia Bureaucracy and Service Watch, Varhan Abdul Azis menyorot langkah tegas aparat, khususnya Polri dalam mencegah mudik.
"Sepintas terlihat tidak manusiawi melihat ribuan kendaraan itu diminta putar balik. Namun jika dilihat potensi penularannya di kampung halaman yang bisa berakibat kematian, langkah Polri itu justru sangat humanis, menyelamatkan nyawa manusia dari kematian yang sia-sia," kata dia.
Bagi Varhan, contoh paling jelas dari dikedepankannya sikap humanis Polri-TNI, Kemenhub, Dinas Perhubungan itu bisa dilihat dari tidak adanya pemudik yang diberikan sanksi denda apalagi pidana. Padahal, tak hanya tak boleh melanjutkan perjalanan mudik, jika menggunakan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, pemudik nekat pun bisa mendapatkan sanksi penjara paling lama satu tahun dan atau denda maksimal Rp100 juta. Hal itu mengacu kepada Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018.
"Saya terharu saat Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Kepolisian Republik Indonesia (Polri) Inspektur Jenderal (Irjen) Polisi Istiono sampaikan, jajaran Korlantas tak memberikan sanksi yang dimungkinkan, karena bagi aparat, berputar balik pun sebenarnya sudah merupakan sanksi yang berat," ujar Varhan.
Varhan berharap agar Covid-19 segera bisa segera dikalahkan dan musnah dari Indonesia. "Hasilnya, sampai hari ini kita tahu, jumlah pemudik dari Jakarta yang menuju ke Jawa Tengah dan Jawa Timur kian hari semakin menurun. Meski demikian, para petugas yang bertugas dalam Operasi Ketupat tetap bersiaga di pos-pos cek poin selama 24 jam secara bergantian untuk mencegah warga mudik dan menyosialisasikan cara untuk mencegah penularan Covid-19," terang dia.
Sikap humanis penuh pengertian itulah, kata Khairul, yang membuat upaya penyadaran dan imbauan untuk putar balik itu pun tak berujung insiden negatif.
Sementara itu, Indonesia Bureaucracy and Service Watch, Varhan Abdul Azis menyorot langkah tegas aparat, khususnya Polri dalam mencegah mudik.
"Sepintas terlihat tidak manusiawi melihat ribuan kendaraan itu diminta putar balik. Namun jika dilihat potensi penularannya di kampung halaman yang bisa berakibat kematian, langkah Polri itu justru sangat humanis, menyelamatkan nyawa manusia dari kematian yang sia-sia," kata dia.
Bagi Varhan, contoh paling jelas dari dikedepankannya sikap humanis Polri-TNI, Kemenhub, Dinas Perhubungan itu bisa dilihat dari tidak adanya pemudik yang diberikan sanksi denda apalagi pidana. Padahal, tak hanya tak boleh melanjutkan perjalanan mudik, jika menggunakan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, pemudik nekat pun bisa mendapatkan sanksi penjara paling lama satu tahun dan atau denda maksimal Rp100 juta. Hal itu mengacu kepada Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018.
"Saya terharu saat Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Kepolisian Republik Indonesia (Polri) Inspektur Jenderal (Irjen) Polisi Istiono sampaikan, jajaran Korlantas tak memberikan sanksi yang dimungkinkan, karena bagi aparat, berputar balik pun sebenarnya sudah merupakan sanksi yang berat," ujar Varhan.
Varhan berharap agar Covid-19 segera bisa segera dikalahkan dan musnah dari Indonesia. "Hasilnya, sampai hari ini kita tahu, jumlah pemudik dari Jakarta yang menuju ke Jawa Tengah dan Jawa Timur kian hari semakin menurun. Meski demikian, para petugas yang bertugas dalam Operasi Ketupat tetap bersiaga di pos-pos cek poin selama 24 jam secara bergantian untuk mencegah warga mudik dan menyosialisasikan cara untuk mencegah penularan Covid-19," terang dia.
(maf)
tulis komentar anda