Sahkan RUU Cipta Kerja, Puan dkk Lupa Tempatkan Diri Jadi Wakil Rakyat
Selasa, 06 Oktober 2020 - 08:58 WIB
Jadi menurut Lucius, urusan mengecoh itu bukan hanya terjadi di Rapat Paripurna pengesahan yang dimajukan mendadak ini. Sudah dari awal, dia melihat strategi mengecoh itu berhasil dijalankan sehingga pengesahan RUU Cipta Kerja berjalan tanpa hambatan apapun.
"Sementara di ruang publik kritikan atas RUU ini justru makin kuat," ucap dia.
Lebih lanjut dia mengatakan, betul kata Ketua DPR, Puan Maharani bahwa kelompok yang tidak puas dipersilakan mengajukan judicial review ke MK. Hanya saja sangat disayangkan jika Ketua DPR mengatakan itu karena idealnya DPR adalah wakil rakyat.
"Jadi mestinya diproses di DPR lah kepuasan rakyat itu bisa dijawab dengan membuka ruang bagi rakyat dalam proses pembahasan," tandasnya.
Bagi Lucius, jawaban Puan yang menyerahkan langkah hukum bagi kelompok yang tidak puas memang terlihat tepat tetapi sekaligus bermasalah karena ia seperti menyangkal makna perwakilan DPR yang mestinya memastikan kepuasan bagi rakyat karena tugas DPR adalah memperjuangkan aspirasi rakyat.
"Kalau urusan ke MK itu sih, enggak perlu orang berpangkat Ketua DPR kali yang ngomong. Semua orang juga tahu jika beleid tak berkualitas bikinan DPR bisa diujimaterikan ke MK," beber dia.
Lucius berpandangan memang sebuah keputusan itu tak pernah bisa memuaskan semua orang tetapi menjadi tugas DPR untuk memastikan orang yang tidak puas juga bisa menerima dengan baik keputusan akhir yang dibuat. (Baca juga: UU Cipta Kerja Disahkan, BEM UI: Kabar Duka dari Senayan, Matinya Nurani)
"Yang sekarang terjadi orang yang tidak puas itu kebanyakan karena mereka tak diajak terlibat atau karena masukan yang sudah disampaikan malah diabaikan oleh DPR dan pemerintah. Tentu tidak puas karena ternyata sebutan wakil rakyat itu juga hanya "prank" saja," pungkas dia.
"Sementara di ruang publik kritikan atas RUU ini justru makin kuat," ucap dia.
Lebih lanjut dia mengatakan, betul kata Ketua DPR, Puan Maharani bahwa kelompok yang tidak puas dipersilakan mengajukan judicial review ke MK. Hanya saja sangat disayangkan jika Ketua DPR mengatakan itu karena idealnya DPR adalah wakil rakyat.
"Jadi mestinya diproses di DPR lah kepuasan rakyat itu bisa dijawab dengan membuka ruang bagi rakyat dalam proses pembahasan," tandasnya.
Bagi Lucius, jawaban Puan yang menyerahkan langkah hukum bagi kelompok yang tidak puas memang terlihat tepat tetapi sekaligus bermasalah karena ia seperti menyangkal makna perwakilan DPR yang mestinya memastikan kepuasan bagi rakyat karena tugas DPR adalah memperjuangkan aspirasi rakyat.
"Kalau urusan ke MK itu sih, enggak perlu orang berpangkat Ketua DPR kali yang ngomong. Semua orang juga tahu jika beleid tak berkualitas bikinan DPR bisa diujimaterikan ke MK," beber dia.
Lucius berpandangan memang sebuah keputusan itu tak pernah bisa memuaskan semua orang tetapi menjadi tugas DPR untuk memastikan orang yang tidak puas juga bisa menerima dengan baik keputusan akhir yang dibuat. (Baca juga: UU Cipta Kerja Disahkan, BEM UI: Kabar Duka dari Senayan, Matinya Nurani)
"Yang sekarang terjadi orang yang tidak puas itu kebanyakan karena mereka tak diajak terlibat atau karena masukan yang sudah disampaikan malah diabaikan oleh DPR dan pemerintah. Tentu tidak puas karena ternyata sebutan wakil rakyat itu juga hanya "prank" saja," pungkas dia.
(kri)
Lihat Juga :
tulis komentar anda