Tak Jamin Ketahanan Pangan, Food Estate Malah Berpotensi Dikorupsi
Jum'at, 02 Oktober 2020 - 13:53 WIB
Menurutnya, jika proyek ini tetap dilakukan, bukan untuk kepentingan jangka pendek, tapi kepentingan jangka panjang. Oleh karena itu, lebih baik pemerintah mengoptimalkan pertanian di Pulau Jawa, Lampung, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan yang selama ini merupakan daerah lumbung pangan Indonesia.
"Pertanian di Sumatera Utara akan menjadi lumbung pangan di Pulau Sumatera, lahan pertanian di Sulawesi Selatan menjadi lumbung pangan untuk wilayah Indonesia Timur, dan lahan pertanian di Pulau Jawa menjadi lumbung pangan di wilayah Pulau Jawa dan beberapa daerah lain yang dekat dari Pulau Jawa," katanya.
Sementara anggaran untuk pembukaan lahan baru di bekas PLG tersebut lebih baik dialihkan dan digunakan untuk pekerjaan padat karya di lahan pertanian Sumatera Utara, Pulau Jawa dan Sulawesi Selatan. "Pemerintah memberi subsidi pupuk kepada para petani, membuat proyek padat karya dengan mempekerjakan para petani supaya mereka mempunyai penghasilan selama proses bercocok tanam hingga memanen. Jadi tidak perlu mengirim transmigran ke Kalimantan Tengah," urainya.
(Baca: MPR Minta Waspadai Ancaman Krisis Pangan Akibat Pandemi)
Dikatakan Ferdinand, demua BUMN yang bergerak di bidang pangan, termasuk perusahaan pupuk dan Bulog supaya diberdayakan secara maksimal untuk mendukung program peningkatan pangan tersebut dengan mengerahkan semua sumberdaya yang dimiki untuk meningkatkan produksi dan distribusi ke seluruh wilayah nusantara.
Diketahui, dalam beberapa tahun ini, Indonesia mengalami krisis pangan sehingga harus mengimpor bahan pangan dari negara lain yaitu beras, gandum, kedelai dan lain lain. Badan Dunia FAO juga telah mengeluarkan warning bahwa dunia akan menghadapi krisis pangan akibat dampak Covid-19.
Dalam beberapa tahun ini pemerintah Indonesia telah menjadi negara yang mengimpor bahan pangan dari negara lain. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia mengalami krisis bahan pangan. Produksi pangan tidak mencukupi kebutuhan nasional sehingga harus mengimpor.
"Yang harus diwaspadai adalah tindakan dari negara pengekspor bahan pangan yang suatu saat menyetop ekspor mereka ke luar negeri karena mengutamakan kebutuhan dalam negerinya," katanya.
Kalau ini terjadi, kata Ferdinand, bahaya besar akan menimpa bangsa ini karena tidak tersedia bahan pangan yang cukup. "Kelaparan akan terjadi dimana mana. Rakyat mau makan apa?" pungkasnya.
"Pertanian di Sumatera Utara akan menjadi lumbung pangan di Pulau Sumatera, lahan pertanian di Sulawesi Selatan menjadi lumbung pangan untuk wilayah Indonesia Timur, dan lahan pertanian di Pulau Jawa menjadi lumbung pangan di wilayah Pulau Jawa dan beberapa daerah lain yang dekat dari Pulau Jawa," katanya.
Sementara anggaran untuk pembukaan lahan baru di bekas PLG tersebut lebih baik dialihkan dan digunakan untuk pekerjaan padat karya di lahan pertanian Sumatera Utara, Pulau Jawa dan Sulawesi Selatan. "Pemerintah memberi subsidi pupuk kepada para petani, membuat proyek padat karya dengan mempekerjakan para petani supaya mereka mempunyai penghasilan selama proses bercocok tanam hingga memanen. Jadi tidak perlu mengirim transmigran ke Kalimantan Tengah," urainya.
(Baca: MPR Minta Waspadai Ancaman Krisis Pangan Akibat Pandemi)
Dikatakan Ferdinand, demua BUMN yang bergerak di bidang pangan, termasuk perusahaan pupuk dan Bulog supaya diberdayakan secara maksimal untuk mendukung program peningkatan pangan tersebut dengan mengerahkan semua sumberdaya yang dimiki untuk meningkatkan produksi dan distribusi ke seluruh wilayah nusantara.
Diketahui, dalam beberapa tahun ini, Indonesia mengalami krisis pangan sehingga harus mengimpor bahan pangan dari negara lain yaitu beras, gandum, kedelai dan lain lain. Badan Dunia FAO juga telah mengeluarkan warning bahwa dunia akan menghadapi krisis pangan akibat dampak Covid-19.
Dalam beberapa tahun ini pemerintah Indonesia telah menjadi negara yang mengimpor bahan pangan dari negara lain. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia mengalami krisis bahan pangan. Produksi pangan tidak mencukupi kebutuhan nasional sehingga harus mengimpor.
"Yang harus diwaspadai adalah tindakan dari negara pengekspor bahan pangan yang suatu saat menyetop ekspor mereka ke luar negeri karena mengutamakan kebutuhan dalam negerinya," katanya.
Kalau ini terjadi, kata Ferdinand, bahaya besar akan menimpa bangsa ini karena tidak tersedia bahan pangan yang cukup. "Kelaparan akan terjadi dimana mana. Rakyat mau makan apa?" pungkasnya.
(muh)
tulis komentar anda