Belum Serahkan Salinan Putusan PK Koruptor ke KPK, Ini Penjelasan MA
Kamis, 01 Oktober 2020 - 14:42 WIB
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakui bahwa hingga saat ini pihaknya belum menerima salinan putusan lengkap secara resmi dari Mahkamah Agung (MA) terkait putusan majelis peninjauan kembali atas sekitar 22 perkara yang mendapatkan pengurangan hukuman.
Menanggapi itu, Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat MA, Abdullah menyebut pihaknya berusaha memenuhi harapan masyarakat agar putusan itu cepat dan cermat. Mahkamah Agung menyadari harapan tersebut patut dihormati dan dihargai.
"Karya tulis ilmiah salah ketik dapat dimaklumi, tetapi terhadap putusan tetap tidak boleh terjadi. Proses minutasi membutuhkan ketepatan ,ketelitian, kehati hatian. Koreksi redaksi putusan membutuhkan kejelian yang luar biasa," ujar Abdullah saat dikonfirmasi, Kamis (1/10/2020).
(Baca: Hukuman Anas Urbaningrum Dipangkas Jadi 8 Tahun, Begini Reaksi KPK)
Dia menjelaskan proses koreksi majelis hakim pemeriksa perkara membutuhkan waktu yang cukup dan suasana yang tenang. Perkara yang masuk ke Mahkamah Agung tahun 2020 cenderung meningkat.
"Dan kemungkinan pada akhir tahun dapat mencapai 22.000 perkara. Jumlah tersebut bukan jumlah yang sedikit, tetapi sudah melewati batas normal beban kerja," katanya.
Apalagi kata Abdullah, dalam suasan pandemi covid-19 dan Kemenpan-RB mengeluarkan Surat Edaran Nomor 58 Tahun 2020, Pemerintah DKI memberlakukan PSBB Total sangat berpengaruh pada proses minutasi putusan.
"Tentunya semua masyarakat memahami bahwa dampak covid-19 sangat berbahaya, sehingga protokol kesehatan harus dilaksanakan demi keselamatan dan kesehatan. Meskipun demikian Mahkamah Agung tetap mempunyai komitmen yang kuat untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat," ungkapnya.
(Baca: KPK Sebut Belum Menerima Salinan Putusan PK 22 Perkara dari MA)
Menanggapi itu, Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat MA, Abdullah menyebut pihaknya berusaha memenuhi harapan masyarakat agar putusan itu cepat dan cermat. Mahkamah Agung menyadari harapan tersebut patut dihormati dan dihargai.
"Karya tulis ilmiah salah ketik dapat dimaklumi, tetapi terhadap putusan tetap tidak boleh terjadi. Proses minutasi membutuhkan ketepatan ,ketelitian, kehati hatian. Koreksi redaksi putusan membutuhkan kejelian yang luar biasa," ujar Abdullah saat dikonfirmasi, Kamis (1/10/2020).
(Baca: Hukuman Anas Urbaningrum Dipangkas Jadi 8 Tahun, Begini Reaksi KPK)
Dia menjelaskan proses koreksi majelis hakim pemeriksa perkara membutuhkan waktu yang cukup dan suasana yang tenang. Perkara yang masuk ke Mahkamah Agung tahun 2020 cenderung meningkat.
"Dan kemungkinan pada akhir tahun dapat mencapai 22.000 perkara. Jumlah tersebut bukan jumlah yang sedikit, tetapi sudah melewati batas normal beban kerja," katanya.
Apalagi kata Abdullah, dalam suasan pandemi covid-19 dan Kemenpan-RB mengeluarkan Surat Edaran Nomor 58 Tahun 2020, Pemerintah DKI memberlakukan PSBB Total sangat berpengaruh pada proses minutasi putusan.
"Tentunya semua masyarakat memahami bahwa dampak covid-19 sangat berbahaya, sehingga protokol kesehatan harus dilaksanakan demi keselamatan dan kesehatan. Meskipun demikian Mahkamah Agung tetap mempunyai komitmen yang kuat untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat," ungkapnya.
(Baca: KPK Sebut Belum Menerima Salinan Putusan PK 22 Perkara dari MA)
tulis komentar anda