Perencanaan Keluarga dan Kesehatan Reproduksi
Minggu, 27 September 2020 - 11:21 WIB
Dalam presentasi singkatnya, saat menjadi pembicara dalam forum virtual #HerHero Virtual Forum on Health, Empowerment and Progress Asia Pacific (25/9), Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo kembali menegaskan bahwa selama pandemi COVID-19 menyebabkan terbatasnya akses masyarakat menuju fasilitas kesehatan karena fasilitas kesehatan dibanjiri oleh pasien yang terkena COVID-19. Hal Ini membuat fasilitas kesehatan lebih memprioritaskan penanganan penyakit yang disebabkan oleh COVID-19 yang kasusnya semakin hari semakin meningkat.
Perlunya perhatian khusus, kolaborasi, inovasi dan bekerja keras untuk memastikan perempuan memiliki akses ke kontrasepsi modern. Pasangan usia subur harus membuat keputusan yang tepat tentang masa depannya. Saat ini Indonesia termasuk yang mengalami persoalan serius terkait kehamilan tidak diinginkan dan berimbas pada persoalan laju pertumbuhan penduduk dan masalah lainya.
Selain itu, pasangan usia subur juga mengalami kekhawatiran akan tertular bila mendatangi fasilitas kesehatan sehingga menunda jadwal pelayanan. Penyebab lain terbatasnya akses adalah fasilitas kesehatan yang menyediakan pelayanan kontrasepsi tutup karena provider belum memiliki sarana yang diperlukan untuk mencegah penularan COVID-19. Hal ini berpotensi terhadap terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan (unwanted pregnancy).
Rilis dari Badan PBB untuk kependudukan (UNFPA, New York, AS, 27 April 2020) memprediksi bahwa pandemik COVID-19 akan berdampak pada kesehatan perempuan. Menurut UNFPA diperkirakan lebih dari 47 juta wanita kehilangan akses untuk mendapatkan pelayanan kontrasepsi (KB) yang dapat berdampak pada peningkatan kehamilan yang tidak diinginkan. Penguncian (lockdown) kota-kota bahkan negara serta disrupsi besar terhadap layanan kesehatan karena pandemi COVID-19 bisa berdampak tujuh juta kehamilan yang tidak diinginkan bila situasi global tak berubah sampai enam bulan.
Hasto memperkirakan dampak kehamilan tidak diinginkan selama pandemi ini akan sangat luas bagi keluarga dan bangsa sehingga memerlukan perhatian dan penanganan serius. Dampaknya akan terjadi adalah meningkatkan kasus aborsi, meningkatkan risiko kematian ibu dan anak, malnutrisi pada ibu hamil dan janin, bayi lahir prematur, serta kurangnya kasih sayang dan pengasuhan karena anak tidak diinginkan.
Data statistik rutin BKKBN mencatat capaian peserta KB baru mengalami penurunan secara signifikan dari 422.315 pada bulan Maret 2020 menjadi 371.292 dan 388.390 pada bulan April dan Mei 2020. Di samping itu terdapat beberapa tantangan dalam pelayanan KB pada masa pandemi ini. Keterbatasan akses terhadap pelayanan di fasilitas kesehatan, kebutuhan alat pelindung diri (APD) yang memadai dan memenuhi standar bagi petugas pelayanan KB, serta penerapan pelayanan KB di era new normal dengan memperhatikan protokol kesehatan.
Adanya pandemi COVID-19 kemudian juga berdampak pada peningkatan kehamilan tidak diinginkan (KTD) di beberapa wilayah sebagai akibat dari penurunan kesertaan KB dan peningkatan angka putus pakai kontrasepsi. Penurunan akses layanan fasilitas kesehatan berdampak pada terjadinya kehamilan yang tidak direncanakan yang presentasinya hampir mencapai 17,5%. Hasto kembali menegaskan komitmen Indonesia untuk tujuan Family Planning 2020 yang membawa akses ke informasi kontrasepsi berkualitas tinggi, layanan, dan rantai persediaan alat kontrasepsi.
Untuk mengatasi hambatan dan akses kontrasepsi selama pandemi, BKKBN telah melakukan beberapa terobosan strategis. Seperti, layanan kontrasepsi bagi satu juta akseptor dari rumah ke rumah di seluruh Indonesia, membuat sistem informasi secara masif dengan menggunakan multi-level networking (mencakup 34 provinsi, 514 kabupaten, 23.400 penyuluh lapangan dan 1,2 juta kader), dan memaksimalkan teknologi digital yaitu; KlikKB dalam pemberikan konseling kontrasepsi.
Komitmen masyarakat Pasangan Usia Subur (PUS) dalam ber-KB terus ditingkatkan. Perlunya dukungan dari berbagai pihak terkait antara lain stakeholder, provider medis dan mitra kerja baik pemerintah maupun swasta untuk memberikan pelayanan KB yang berkualitas. Ini sangat penting untuk terus menjalin kerja sama dalam meningkatkan komitmen dan dukungan dari berbagai pihak untuk percepatan pencapaian program.
Lihat Juga: Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi: Kebutuhan untuk Wujudkan Merdeka Belajar
Perlunya perhatian khusus, kolaborasi, inovasi dan bekerja keras untuk memastikan perempuan memiliki akses ke kontrasepsi modern. Pasangan usia subur harus membuat keputusan yang tepat tentang masa depannya. Saat ini Indonesia termasuk yang mengalami persoalan serius terkait kehamilan tidak diinginkan dan berimbas pada persoalan laju pertumbuhan penduduk dan masalah lainya.
Selain itu, pasangan usia subur juga mengalami kekhawatiran akan tertular bila mendatangi fasilitas kesehatan sehingga menunda jadwal pelayanan. Penyebab lain terbatasnya akses adalah fasilitas kesehatan yang menyediakan pelayanan kontrasepsi tutup karena provider belum memiliki sarana yang diperlukan untuk mencegah penularan COVID-19. Hal ini berpotensi terhadap terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan (unwanted pregnancy).
Rilis dari Badan PBB untuk kependudukan (UNFPA, New York, AS, 27 April 2020) memprediksi bahwa pandemik COVID-19 akan berdampak pada kesehatan perempuan. Menurut UNFPA diperkirakan lebih dari 47 juta wanita kehilangan akses untuk mendapatkan pelayanan kontrasepsi (KB) yang dapat berdampak pada peningkatan kehamilan yang tidak diinginkan. Penguncian (lockdown) kota-kota bahkan negara serta disrupsi besar terhadap layanan kesehatan karena pandemi COVID-19 bisa berdampak tujuh juta kehamilan yang tidak diinginkan bila situasi global tak berubah sampai enam bulan.
Hasto memperkirakan dampak kehamilan tidak diinginkan selama pandemi ini akan sangat luas bagi keluarga dan bangsa sehingga memerlukan perhatian dan penanganan serius. Dampaknya akan terjadi adalah meningkatkan kasus aborsi, meningkatkan risiko kematian ibu dan anak, malnutrisi pada ibu hamil dan janin, bayi lahir prematur, serta kurangnya kasih sayang dan pengasuhan karena anak tidak diinginkan.
Data statistik rutin BKKBN mencatat capaian peserta KB baru mengalami penurunan secara signifikan dari 422.315 pada bulan Maret 2020 menjadi 371.292 dan 388.390 pada bulan April dan Mei 2020. Di samping itu terdapat beberapa tantangan dalam pelayanan KB pada masa pandemi ini. Keterbatasan akses terhadap pelayanan di fasilitas kesehatan, kebutuhan alat pelindung diri (APD) yang memadai dan memenuhi standar bagi petugas pelayanan KB, serta penerapan pelayanan KB di era new normal dengan memperhatikan protokol kesehatan.
Adanya pandemi COVID-19 kemudian juga berdampak pada peningkatan kehamilan tidak diinginkan (KTD) di beberapa wilayah sebagai akibat dari penurunan kesertaan KB dan peningkatan angka putus pakai kontrasepsi. Penurunan akses layanan fasilitas kesehatan berdampak pada terjadinya kehamilan yang tidak direncanakan yang presentasinya hampir mencapai 17,5%. Hasto kembali menegaskan komitmen Indonesia untuk tujuan Family Planning 2020 yang membawa akses ke informasi kontrasepsi berkualitas tinggi, layanan, dan rantai persediaan alat kontrasepsi.
Untuk mengatasi hambatan dan akses kontrasepsi selama pandemi, BKKBN telah melakukan beberapa terobosan strategis. Seperti, layanan kontrasepsi bagi satu juta akseptor dari rumah ke rumah di seluruh Indonesia, membuat sistem informasi secara masif dengan menggunakan multi-level networking (mencakup 34 provinsi, 514 kabupaten, 23.400 penyuluh lapangan dan 1,2 juta kader), dan memaksimalkan teknologi digital yaitu; KlikKB dalam pemberikan konseling kontrasepsi.
Komitmen masyarakat Pasangan Usia Subur (PUS) dalam ber-KB terus ditingkatkan. Perlunya dukungan dari berbagai pihak terkait antara lain stakeholder, provider medis dan mitra kerja baik pemerintah maupun swasta untuk memberikan pelayanan KB yang berkualitas. Ini sangat penting untuk terus menjalin kerja sama dalam meningkatkan komitmen dan dukungan dari berbagai pihak untuk percepatan pencapaian program.
Lihat Juga: Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi: Kebutuhan untuk Wujudkan Merdeka Belajar
(kri)
tulis komentar anda