Kelas Perawatan Standar, Upaya Mengobati Animea di BPJS Kesehatan
Jum'at, 25 September 2020 - 11:25 WIB
Pemda punya tugas melakukan upaya promotif preventif untuk mencegah masyarakat jatuh sakit. Seperti mengubah prilaku sehat masyarakat melalui berbagai aturan (Perda). Seperti dilarang merokok, rajin berolahraga, jangan buang sampah sembarangan dan sebagainya.
Dengan kualitas kesehatan masyarakat meningkat yang sakit jadi berkurang, Demikian juga dengan pasien yang ditangani BPJSK, badan yang bertugas mengobati dan merehabilitasi mereka yang sakit. Pada dasarnya banyak penyakit yang bisa dicegah dengan mengubah prilaku masyarakat.
Soal iuran BPJSK, yang dianggap mahal, harus ada penjelasan, bahwa iuran ini bersifat gotong royong. Tidak bisa disamakan dengan premi asuransi komersial, yang ada bisa dinilai kemahalan atau murah. Jadi sebenarnya karena bersifat iuran gotong rotong, menurut Hasbullah ada unsur infakdan sedekahpada iuran BPJSK. Jika folosofi ini sudah dipahami, maka peserta BPJSK bisa bertambah, khususnya dari kalangan pekerja informal bukan penerima upah.
Sementara itu dari pelaku industri kesehatan juga mendukung agar keberlangsungan program JKN melalaui BPJSK terus terjaga. Rosalina Saleh, Head of Patient Access and Strategic Account Management, Novartis Indonesia mengatakan pihaknya siap dan selalu mendukung keberlanjutan program JKN dengan menyediakan obat-obatan yang inovatif dan cost effective untuk bisa digunakan oleh sebanyak mungkin pasien peserta JKN. “Kami juga terus mengedukasi dan memberikan informasi mengenai penggunan obat-obatan yang efektif untuk kesembuhan pasien,”kata Rosalina.
Kementerian Keuangan melalui Direktur Harmonisasi Peraturan Penganggaran, Didik Kusnaeni, memberikan usulan untuk mengatasi animea yang diderita BPJSK. Menurut Didik ada cara cepat dan lambat untuk mnengatasi defisit ini.
Ukuran cepat itu, menyelesiakan defisit dalam tempo kurang dari dua tahun. Seperti mengalihkan dana subsidi BBM, gas dan listrik, baik sebagian atau seluruhnya untuk BPJSK. “Atau bisa juga menambahkan dana iuran untuk BPJSK pada harga BBM,”kata Didik.
Cara lambat lebih dari dua tahun, dengan menerapkan apa yang dikenal dengan pajak dosa. Menerapkan cukai tambahan untuk produk-produk yang memang terbukti menggangu kesehatan. Seperti rokok, makanan minuman yang mengandung alkohol, pemanis buatan dan juga gula. Cukai tambahan untuk produk yang tergolong unhealthy food juga bisa diterapkan.
Kepala Pusat Pemberdayaan dan Jaminan Kesehatan Kemenkes, Kalsum Komaryani mengatakan masih banyak sumber-sumber potensial pembiayaan untuk sektor kesehatan yang belum tergarap secara optimal. Misalnya saja keterlibatan perusahaan, pelaku industri, dan masyarakat melalui dana CSR, PKBL dan juga filantropi.
Memang untuk mendorong sumber dana yang potensial ini dibutuhkan payung hukum yang jelas. Serta ada insenstif agar perusahaan swasta maupun BUMN mau mengucurkan dana untuk BPJSK. “Dukungan dari perusahaan swasta yang ada di sektor Kesehatan mutlak diperlukan dalam menjaga keberlangsungan program JKN, ujarnya.
Dengan kualitas kesehatan masyarakat meningkat yang sakit jadi berkurang, Demikian juga dengan pasien yang ditangani BPJSK, badan yang bertugas mengobati dan merehabilitasi mereka yang sakit. Pada dasarnya banyak penyakit yang bisa dicegah dengan mengubah prilaku masyarakat.
Soal iuran BPJSK, yang dianggap mahal, harus ada penjelasan, bahwa iuran ini bersifat gotong royong. Tidak bisa disamakan dengan premi asuransi komersial, yang ada bisa dinilai kemahalan atau murah. Jadi sebenarnya karena bersifat iuran gotong rotong, menurut Hasbullah ada unsur infakdan sedekahpada iuran BPJSK. Jika folosofi ini sudah dipahami, maka peserta BPJSK bisa bertambah, khususnya dari kalangan pekerja informal bukan penerima upah.
Sementara itu dari pelaku industri kesehatan juga mendukung agar keberlangsungan program JKN melalaui BPJSK terus terjaga. Rosalina Saleh, Head of Patient Access and Strategic Account Management, Novartis Indonesia mengatakan pihaknya siap dan selalu mendukung keberlanjutan program JKN dengan menyediakan obat-obatan yang inovatif dan cost effective untuk bisa digunakan oleh sebanyak mungkin pasien peserta JKN. “Kami juga terus mengedukasi dan memberikan informasi mengenai penggunan obat-obatan yang efektif untuk kesembuhan pasien,”kata Rosalina.
Kementerian Keuangan melalui Direktur Harmonisasi Peraturan Penganggaran, Didik Kusnaeni, memberikan usulan untuk mengatasi animea yang diderita BPJSK. Menurut Didik ada cara cepat dan lambat untuk mnengatasi defisit ini.
Ukuran cepat itu, menyelesiakan defisit dalam tempo kurang dari dua tahun. Seperti mengalihkan dana subsidi BBM, gas dan listrik, baik sebagian atau seluruhnya untuk BPJSK. “Atau bisa juga menambahkan dana iuran untuk BPJSK pada harga BBM,”kata Didik.
Cara lambat lebih dari dua tahun, dengan menerapkan apa yang dikenal dengan pajak dosa. Menerapkan cukai tambahan untuk produk-produk yang memang terbukti menggangu kesehatan. Seperti rokok, makanan minuman yang mengandung alkohol, pemanis buatan dan juga gula. Cukai tambahan untuk produk yang tergolong unhealthy food juga bisa diterapkan.
Kepala Pusat Pemberdayaan dan Jaminan Kesehatan Kemenkes, Kalsum Komaryani mengatakan masih banyak sumber-sumber potensial pembiayaan untuk sektor kesehatan yang belum tergarap secara optimal. Misalnya saja keterlibatan perusahaan, pelaku industri, dan masyarakat melalui dana CSR, PKBL dan juga filantropi.
Memang untuk mendorong sumber dana yang potensial ini dibutuhkan payung hukum yang jelas. Serta ada insenstif agar perusahaan swasta maupun BUMN mau mengucurkan dana untuk BPJSK. “Dukungan dari perusahaan swasta yang ada di sektor Kesehatan mutlak diperlukan dalam menjaga keberlangsungan program JKN, ujarnya.
(eko)
Lihat Juga :
tulis komentar anda