Dilema Kampanye Pilkada di Tengah Pagebluk Covid-19
Jum'at, 25 September 2020 - 09:02 WIB
JAKARTA - Pandemi Covid-19 mengubah segalanya, termasuk cara beraktivitas dan perilaku manusia di muka bumi ini. Penularan virus Sars Cov-II yang cepat membuat interaksi manusia harus dibatasi dan berjarak.
Dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) 2020 kemungkinan para pasangan calon (paslon) dan tim sukses pun akan mengubah gaya kampanyenya. Sebelumnya, kampanye akbar yang mengundang banyak banyak berupa konser musik dan orasi terbuka kerap dilakukan.
Kali ini, para peserta pilkada tidak seleluasa dahulu. Kacau masa pendaftaran pada 4-6 September lalu, membuat pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) meminta peserta pilkada tidak melakukan kegiatan yang mengundang kerumunan massa.
Bahkan, KPU dan Bawaslu sudah menyatakan akan ada tindakan tegas, seperti pembubaran. Tentu dengan bantuan aparat keamanan. Memang kampanye tatap muka dengan jumlah 50 orang masih diperbolehkan.
(Baca: Kampanye di Tengah Pandemi, Lupakan Konser Manfaatkan Influencer)
Untuk itu, menurut pengamat politik Cecep Hidayat, aturan protokol kesehatan Covid-19 dan pengawasan harus benar-benar ditegakkan. Paslon, tim sukses, dan para pendukung harus sadar dan patuh terhadap protokol kesehatan.
Jika abai, mereka sendiri yang akan menjadi korban dari penularan virus Sars Cov-II. Maka, salah satu medium yang bisa digunakan untuk kampanye adalah melalui daring dengan mengandalkan media sosial (medsos) dan aplikasi pertemuan.
“Sekarang semua shifting gaya hidupnya ke online. Pelajar, mahasiswa, orang kantoran, dan ibu-ibu nonton youtube. Jadi hal biasa nantinya kampanye dengan daring seperti halnya kita kuliah dari bulan Maret ke Juni, sudah adaptasi,” ujar dosen Universitas Indonesia (UI) itu, Kamis (24/9/2020).
Sementara itu, pengamat politik Universitas Padjadjaran Idil Akbar menerangkan kampanye dengan mengumpulkan massa di lapangan terbuka sudah tidak efektif apalagi dalam ancaman penyebaran virus Sars Cov-II. Masyarakat, menurutnya, saat ini lebih senang didatangi oleh paslon dan tim suksesnya.
Dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) 2020 kemungkinan para pasangan calon (paslon) dan tim sukses pun akan mengubah gaya kampanyenya. Sebelumnya, kampanye akbar yang mengundang banyak banyak berupa konser musik dan orasi terbuka kerap dilakukan.
Kali ini, para peserta pilkada tidak seleluasa dahulu. Kacau masa pendaftaran pada 4-6 September lalu, membuat pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) meminta peserta pilkada tidak melakukan kegiatan yang mengundang kerumunan massa.
Bahkan, KPU dan Bawaslu sudah menyatakan akan ada tindakan tegas, seperti pembubaran. Tentu dengan bantuan aparat keamanan. Memang kampanye tatap muka dengan jumlah 50 orang masih diperbolehkan.
(Baca: Kampanye di Tengah Pandemi, Lupakan Konser Manfaatkan Influencer)
Untuk itu, menurut pengamat politik Cecep Hidayat, aturan protokol kesehatan Covid-19 dan pengawasan harus benar-benar ditegakkan. Paslon, tim sukses, dan para pendukung harus sadar dan patuh terhadap protokol kesehatan.
Jika abai, mereka sendiri yang akan menjadi korban dari penularan virus Sars Cov-II. Maka, salah satu medium yang bisa digunakan untuk kampanye adalah melalui daring dengan mengandalkan media sosial (medsos) dan aplikasi pertemuan.
“Sekarang semua shifting gaya hidupnya ke online. Pelajar, mahasiswa, orang kantoran, dan ibu-ibu nonton youtube. Jadi hal biasa nantinya kampanye dengan daring seperti halnya kita kuliah dari bulan Maret ke Juni, sudah adaptasi,” ujar dosen Universitas Indonesia (UI) itu, Kamis (24/9/2020).
Sementara itu, pengamat politik Universitas Padjadjaran Idil Akbar menerangkan kampanye dengan mengumpulkan massa di lapangan terbuka sudah tidak efektif apalagi dalam ancaman penyebaran virus Sars Cov-II. Masyarakat, menurutnya, saat ini lebih senang didatangi oleh paslon dan tim suksesnya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda