Ngotot Gelar Pilkada, Posisi Pemerintah Dinilai Dilematis
Kamis, 24 September 2020 - 10:48 WIB
JAKARTA - Pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) 2020 yang tetap dilanjutkan terus “dihujani” kritik. Maklum, perhelatan politik itu membuat risiko penularan virus Sars Cov-II makin sulit dihindari.
Pengamat politik Cecep Hidayat mengatakan pemerintah sebagai pihak yang ngotot melanjutkan tahapan Pilkada 2020 berada dalam posisi dilematis. Pertama, biaya untuk melaksanakan beberapa tahapan sudah keluar. Kedua, pagebluk Covid-19 belum tahu kapan berakhirnya.
Ketiga, pemerintah menghindari banyak posisi kepala daerah dijabat oleh pelaksanaan tugas (plt). Masalahnya, jumlah orang terpapar Covid-19 semakin banyak. Beberapa hari ini, jumlah orang terkonfirmasi positif selalu lebih dari 4.000 orang.
“Ini puncaknya belum terjadi. Penegakkan protokol kesehatan belum optimal. Pertama, ok ada regulasi tentang protokol kesehatan, tapi penegakannya protokolnya itu (tidak berjalan),” ujarnya dihubungi SINDOnews, Kamis (24/9/2020).
(Baca: Hari Ini Pengundian Nomor Urut, Kemendagri Ingatkan Paslon Patuhi Protokol Kesehatan Pilkada)
Dosen Universitas Indonesia (UI) itu menyatakan pemerintah perlu melakukan pendekatan struktural dan kultural. Pendekatan struktural itu melalui pembuatan sejumlah dan penerapan aturan dan sanksinya.
Pendekatan kultural, menurutnya, masyarakat harus terus disosialisasikan mengenai protokol kesehatan dan internalisasi adaptasi kebiasaan baru. “Di bagian timur merasa enggak ada pandemi. Apa itu Covid-19? Ada yang miss. Orang-orangnya harusnya paham ada pandemi dan berbahaya,” tuturnya.
(Baca: Revisi PKPU Pilkada Harus Lihat Masalah Pandemi Secara Komprehensif)
Namun, dia menyebut di Jabodetabek saja, masih ada orang-orang yang tidak menggunakan masker saat beraktivitas di luar rumah. Jika masyarakat, terutama di 270 daerah yang melaksanakan pilkada abai terhadap protokol kesehatan, berpotensi terjadi ledakan kasus baru.
Cecep menjelaskan kampanye yang masih memperbolehkan mengumpulkan 50 orang harus benar-benar diawasi. Hal itu agar pasangan calon (paslon), tim sukses, dan massa pendukung menerapkan protokol kesehatan. “Karena korbannya mereka juga kalau enggak mau mengikuti aturan,” ucapnya.
Pengamat politik Cecep Hidayat mengatakan pemerintah sebagai pihak yang ngotot melanjutkan tahapan Pilkada 2020 berada dalam posisi dilematis. Pertama, biaya untuk melaksanakan beberapa tahapan sudah keluar. Kedua, pagebluk Covid-19 belum tahu kapan berakhirnya.
Ketiga, pemerintah menghindari banyak posisi kepala daerah dijabat oleh pelaksanaan tugas (plt). Masalahnya, jumlah orang terpapar Covid-19 semakin banyak. Beberapa hari ini, jumlah orang terkonfirmasi positif selalu lebih dari 4.000 orang.
“Ini puncaknya belum terjadi. Penegakkan protokol kesehatan belum optimal. Pertama, ok ada regulasi tentang protokol kesehatan, tapi penegakannya protokolnya itu (tidak berjalan),” ujarnya dihubungi SINDOnews, Kamis (24/9/2020).
(Baca: Hari Ini Pengundian Nomor Urut, Kemendagri Ingatkan Paslon Patuhi Protokol Kesehatan Pilkada)
Dosen Universitas Indonesia (UI) itu menyatakan pemerintah perlu melakukan pendekatan struktural dan kultural. Pendekatan struktural itu melalui pembuatan sejumlah dan penerapan aturan dan sanksinya.
Pendekatan kultural, menurutnya, masyarakat harus terus disosialisasikan mengenai protokol kesehatan dan internalisasi adaptasi kebiasaan baru. “Di bagian timur merasa enggak ada pandemi. Apa itu Covid-19? Ada yang miss. Orang-orangnya harusnya paham ada pandemi dan berbahaya,” tuturnya.
(Baca: Revisi PKPU Pilkada Harus Lihat Masalah Pandemi Secara Komprehensif)
Namun, dia menyebut di Jabodetabek saja, masih ada orang-orang yang tidak menggunakan masker saat beraktivitas di luar rumah. Jika masyarakat, terutama di 270 daerah yang melaksanakan pilkada abai terhadap protokol kesehatan, berpotensi terjadi ledakan kasus baru.
Cecep menjelaskan kampanye yang masih memperbolehkan mengumpulkan 50 orang harus benar-benar diawasi. Hal itu agar pasangan calon (paslon), tim sukses, dan massa pendukung menerapkan protokol kesehatan. “Karena korbannya mereka juga kalau enggak mau mengikuti aturan,” ucapnya.
(muh)
tulis komentar anda