Pilkada Tetap Lanjut, KPU Jangan Sampai Jadi Komisi Penyiksa Umum
Rabu, 23 September 2020 - 13:55 WIB
JAKARTA - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 terus berlanjut setelah DPR, pemerintah, KPU, dan Bawaslu sepakat melanjutkan perhelatan itu sesuai jadwal pada 9 Desember mendatang. Namun, desakan yang meminta penundaan juga kian bergema kencang.
(Baca juga: Pemerintah Harus Segera Keluarkan Perppu Pilkada di Tengah Pandemi)
Penasihat Pemantau Kemitraan Wahidah Suaib mengkritik sikap keras kepala para pemangku kepentingan yang melanjutkan pilkada di saat fakta kasus Covid-19 yang terus melonjak tinggi. Padahal, mereka yang terjangkit di antaranya adalah para bakal pasangan calon, jajaran KPU dan Bawaslu.
(Baca juga: Menunda Pilkada Bukan Berarti Tak Menjamin Hak Politik Warga)
Merujuk data KPU pada 10 September, sebanyak 60 orang bakal pasangan calon (paslon) terpapar virus Corona. Ditambah lagi, beberapa pimpinan dan staf KPU di pusat maupun daerah juga dilaporkan terjangkit. Kemudian, data dari Bawaslu per 21 September mencatat 163 jajaran yang terjangkit, mulai dari pusat hingga di tingkat kecamatan dan desa/kelurahan.
"Ini fakta yang mestinya menjadi pembelajaran supaya KPU berpikir untuk menunda pilkada ini," celetuk Wahidah dalam diskusi daring, Selasa (22/9/2020).
"Bukan cuma keselamatannya, berpilkada itu juga bicara kenyamanan orang menjalankan tugas. KPU jangan sampai jadi Komisi Penyiksa Umum," lanjut dia.
Anggota Bawaslu periode 2008-2012 itu berpandangan, di tengah pandemi saat ini, petugas di daerah harus memverifikasi sekian banyak data, mengawasi kampanye dengan terus menggunakan masker sepanjang hari. Hal itu menurutnya bakal menyiksa dan bisa menimbulkan ketidaknyamanan.
"Mohon juga peka melihat kondisi di lapangan. Jangan sampai jadi orang yang mestinya beristirahat di rumah, kemudian ‘dipaksa’ bekerja keluar karena tuntutan tahapan-tahapan dan pengawasan harus berjalan. Butuh kepekaan para penyelenggara di tingkat atas untuk melihat seperti itu," pintanya.
Selain itu, ia juga meminta untuk memikirkan nasib para keluarga penyelenggara pemilu dan paslon serta tim kampanye yang dikhawatirkan berpotensi tertular virus. Apalagi jika nantinya terjadi kerumunan massa dalam penyelenggaraan pilkada nanti.
Melihat kekhawatiran tersebut, Wahidah berharap para pemangku kepentingan bisa berpikir untuk memikirkan keselamatan publik. Menurutnya, pilkada bukan ditunda sampai pandemi selesai, tetapi hingga kasus Covid-19 terkendali dan penyelenggaraan pilkada sudah siap dilakukan.
(Baca juga: Pemerintah Harus Segera Keluarkan Perppu Pilkada di Tengah Pandemi)
Penasihat Pemantau Kemitraan Wahidah Suaib mengkritik sikap keras kepala para pemangku kepentingan yang melanjutkan pilkada di saat fakta kasus Covid-19 yang terus melonjak tinggi. Padahal, mereka yang terjangkit di antaranya adalah para bakal pasangan calon, jajaran KPU dan Bawaslu.
(Baca juga: Menunda Pilkada Bukan Berarti Tak Menjamin Hak Politik Warga)
Merujuk data KPU pada 10 September, sebanyak 60 orang bakal pasangan calon (paslon) terpapar virus Corona. Ditambah lagi, beberapa pimpinan dan staf KPU di pusat maupun daerah juga dilaporkan terjangkit. Kemudian, data dari Bawaslu per 21 September mencatat 163 jajaran yang terjangkit, mulai dari pusat hingga di tingkat kecamatan dan desa/kelurahan.
"Ini fakta yang mestinya menjadi pembelajaran supaya KPU berpikir untuk menunda pilkada ini," celetuk Wahidah dalam diskusi daring, Selasa (22/9/2020).
"Bukan cuma keselamatannya, berpilkada itu juga bicara kenyamanan orang menjalankan tugas. KPU jangan sampai jadi Komisi Penyiksa Umum," lanjut dia.
Anggota Bawaslu periode 2008-2012 itu berpandangan, di tengah pandemi saat ini, petugas di daerah harus memverifikasi sekian banyak data, mengawasi kampanye dengan terus menggunakan masker sepanjang hari. Hal itu menurutnya bakal menyiksa dan bisa menimbulkan ketidaknyamanan.
"Mohon juga peka melihat kondisi di lapangan. Jangan sampai jadi orang yang mestinya beristirahat di rumah, kemudian ‘dipaksa’ bekerja keluar karena tuntutan tahapan-tahapan dan pengawasan harus berjalan. Butuh kepekaan para penyelenggara di tingkat atas untuk melihat seperti itu," pintanya.
Selain itu, ia juga meminta untuk memikirkan nasib para keluarga penyelenggara pemilu dan paslon serta tim kampanye yang dikhawatirkan berpotensi tertular virus. Apalagi jika nantinya terjadi kerumunan massa dalam penyelenggaraan pilkada nanti.
Melihat kekhawatiran tersebut, Wahidah berharap para pemangku kepentingan bisa berpikir untuk memikirkan keselamatan publik. Menurutnya, pilkada bukan ditunda sampai pandemi selesai, tetapi hingga kasus Covid-19 terkendali dan penyelenggaraan pilkada sudah siap dilakukan.
(maf)
Lihat Juga :
tulis komentar anda