Menunda Pilkada Bukan Berarti Tak Menjamin Hak Politik Warga

Rabu, 23 September 2020 - 05:46 WIB
loading...
Menunda Pilkada Bukan Berarti Tak Menjamin Hak Politik Warga
Direktur Eksekutif Citra Institute, Yusa Farchan menilai penundaan pilkada bukan berarti tidak menjamin hak politik konstitusional warga negara. FOTO/DOK.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pelaksanaan pilkada di tengah meluasnya penyebaran COVID-19 terus memunculkan persoalan-persoalan baru. Kasus mutakhir yang patut menjadi perhatian adalah menyebarnya virus corona di kalangan penyelenggara pemilu dan pasangan calon kepala daerah.

Berdasarkan data per 10 September 2020, kasus positif COVID-19 setidaknya dialami 3 Komisioner KPU RI termasuk sang ketua, sejumlah pimpinan KPU daerah, 21 orang staf KPU RI, 163 orang jajaran Bawaslu mulai dari tingkat desa/kelurahan hingga pusat, dan 60 orang pasangan calon kepala daerah.

"Meskipun kewajiban mematuhi protokol kesehatan pencegahan dan pengendalian COVID-19 telah diatur dalam Peraturan KPU, tapi dalam praktiknya terjadi banyak pelanggaran terhadap aturan tersebut. Sejumlah aturan yang ditetapkan belum disertai dengan penegakan sanksi hukum yang tegas sehingga membuka peluang penyebaran virus corona secara lebih massif," kata Direktur Eksekutif Citra Institute, Yusa' Farchan dalam keterangan tertulisnya, Selasa (22/9/2020). ( )

Keputusan bersama Komisi II DPR RI dengan Mendagri, KPU, Bawaslu dan DKPP, dalam Rapat Dengar Pendapat, Senin (21/9/2020), yang tetap bersikukuh melaksanakan Pilkada pada 9 Desember 2020, semakin menegaskan kecenderungan bahwa pilkada di tengah pandemi COVID-19 lebih merefleksikan kehendak elite daripada kepentingan publik.

Menurut Yusa' Farchan, keputusan penyelenggaraan Pilkada 9 Desember 2020 secara politik memang mengandung pesan optimisme dari stakeholders untuk "bersatu" melawan COVID-19. Namun demikian, ruang-ruang pesimisme publik masih tetap menggelayuti mengingat kendala-kendala berat yang dihadapi.

Argumentasi yang disampaikan pemerintah, DPR RI dan penyelenggara pemilu tidak boleh dibangun berdasarkan perspektif dan pendekatan politik-kekuasaan saja, tetapi harus didasarkan pada pendekatan yang lebih memadai dengan memperhatikan realitas di masyarakat. Di mana momentum pilkada telah menjadi simpul baru penyebaran virus corona. ( )

UU Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi UU, memberi ruang bahwa pemungutan suara serentak pada Desember 2020 dapat ditunda dan dijadwalkan kembali apabila tidak dapat dilaksanakan karena bencana nasional pandemi covid-19 belum berakhir.

"Klausul hukum tersebut jelas memberikan dasar konstitusional bagi penundaan pilkada. Menunda pilkada, bukan berarti tidak menjamin hak-hak politik konstitusional warga negara terkait dengan hak memilih dan dipilih. Menunda pilkada juga bukan berarti mengebiri proses rekonsolidasi demokrasi lokal yang sedang berlangsung," katanya.

Yang dikhawatirkan, kata Yusa', justru rendahnya kualitas penyelenggaraan pilkada jika ternyata menemui banyak kendala di lapangan, khususnya terkait dengan tahapan kampanye, proses pemungutan suara dan penghitungan suara.

Tidak adanya jaminan dan keselamatan perlindungan warga negara, khususnya saat pemungutan suara, berpotensi menyebabkan partisipasi politik masyarakat rendah. Kondisi ini jelas akan menurunkan kualitas pilkada, sehingga berdampak pada rendahnya legitimasi politik kepemimpinan daerah hasil pilkada.

"Berdasarkan dinamika dan perkembangan tahapan pelaksanaan pilkada yang sedang berlangsung, bersama ini Citra Institute sebagai bagian dari komponen civil society menyatakan sikap mendesak DPR, pemerintah dan penyelenggara pemilu untuk menunda tahapan pelaksanaan pilkada sampai adanya indikator yang terukur dan akurat di mana penularan COVID-19 dapat dikendalikan," katanya.

Selain itu, juga meminta DPR, pemerintah dan penyelenggara pemilu untuk tidak semata-mata menggunakan pendekatan politik-kekuasaan, tetapi lebih komprehensif dengan memperhatikan aspek keselamatan dan perlindungan kesehatan warga negara.

"Kami juga meminta DPR, pemerintah dan penyelenggara pemilu untuk menyiapkan regulasi dan manajemen krisis kebencanaan yang lebih memadai terkait dengan manajemen pemilihan umum di tengah bencana, baik bencana alam maupun non-alam," katanya.
(abd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1342 seconds (0.1#10.140)