TPDI Ingatkan KPU Tak Loloskan Calon yang 'Pernah Berbuat Tercela'

Senin, 21 September 2020 - 18:25 WIB
Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) mengingatkan KPU untuk tidak meloloskan calon kepala daerah yang dinilai pernah melakukan perbuatan tercela
JAKARTA - Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota berikut Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai peraturan pelaksana dinilai merupakan undang-undang yang paling dinamis.

Menurtu Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Celestinus, itu terjadi karena UU tersebut berikut PKPU sering diubah dan disempurnakan.

Kendati demikian, lanjut dia, norma tentang aspek intergritas moral dan kejujuran yang menjadi komitmen DPR dan Pemerintah dalam Pemilihan Kepala Daerah tetap dipertahankan hingga saat ini.

"Salah satu komitmen DPR dan pemerintah membangun integritas moral dan kejujuran dalam penyelenggaraan pilkada, antara lain tetap mempertahankan norma tentang seorang calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati dan wali kota dan wakil Wali kota 'tidak pernah melakukan perbuatan tercela', walaupun UU Pilkada sering direvisi dan diuji materil ke MK," kata Petrus dalam keterangan tertulisnya, Senin (21/9/2020).

Menurut dia, banyak pihak melakukan berbagai upaya untuk menerobos tembok penjaga moral pimpinan daerah melalui revisi UU dan uji materiil ke MK untuk meniadakan syarat seorang calon harus "tidak pernah melakukan perbuatan tercela".



"Namun semua upaya itu sia-sia karena DPR, Pemerintah dan MK konsisten mempertahankan norma moral dimaksud demi menjaga integritas moralitas dan kejujuran pimpinan daerah," katanya.( )

Petrus mencontohkan sikap KPU Manggarai Barat yang sampai saat ini belum bersikap sejak menerima secara resmi seluruh berkas pencalonan Edistasius Endi.

"Sampai hari ini belum menentukan sikap akhir, hal ini menimbulkan kekhawatiran, spekulasi dan kegamangan publik, karena SKCK yang tidak sesuai dengan syarat UU untuk menjadi calon Bupati masih digadang-gadang oleh KPU, padahal seharusnya SKCK itu ditolak pada saat pendaftaran," tutur Petrus.( )

Menurut dia, publik khawatir dokumen SKCK yang berimplikasi hukum terhadap status bakal calon menjadi "cacat hukum", berada dalam penguasaan KPU Mabar, berpotensi menjadi alat tawar menawar dan diduga melalui mekanisme voting akan dinyatakan sebagai "memenuhi syarat".
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More