Pilkada di Tengah Ketidakpastian Covid-19
Rabu, 16 September 2020 - 15:21 WIB
Apabila memang kajian dan fakta-fakta di lapangan menunjukkan Covid-19 mengalami kecenderungan naik, maka kegiatan-kegiatan kampanye, rapat akbar, debat terbukadan lainnya yang melibatkan massa bisa dilakukan secara virtual/online sebagai alternatif diluar kampanye terbuka/offline.
Tantangannya adalah adalah bagaimana membuat kampanye virtual efektif menjangkau publik atau voter. Sebagai hal baru tentu tidak mudah, tapi menarik untuk dicoba dalam kondisi darurat seperti ini.Intinya kampanye tetap dilakukan, hanya medium yang digeser atau diganti.
Dari sisi infratsruktur pun tidak menjadi persoalan, kecuali daerah-daerah tertentu, misalnya di Papua. Atau kampanye virtual dikhususkan kepada daerah-daerah yang masih masuk kategori zona merah dalam hal positif Covid-19. Sementara yang sudah masuk kategori zero atau zona hijau tetap dilakukan terbuka dengan tetap mematuhi protokol kesehatan.
Tantangan lainnya adalah, kampanye virtual memiliki keterbatasan. Hal ini bisa saja berimbas pada atmosfer dan suasana kebatinan publik akan gelaran pilkada. Ketidakmaksimalan kampanye bisa memengaruhi publik untuk memberikan suaranya atau tidak dalam pilkada.
Antisipasi Menurunnya Tingkat Partisipasi
Data dari Katadata.co.id, menyebutkan bahwa tingkat partisipasi tiga pilkada terakhir tidak lebihi 80% dari jumlah pemilih. Pilkada 2015 dengan 264 daerah yang melakukan pilkada tingkat partisipasi sebesar70%.
Tahun 2017 dengan 101 daerah melakukan pilkada, tingkat partisipasi mencapai 74,2%. Sementara dalam pilkada 2018, dengan 171 daerah, tingkat partisipasinya sebesar 73,24%. Dua pilkada tersebut dilakukan dalam situasi normal. Menjadi catatan pilkada tahun 2020 ini adalah yang melakukan pilkada pada tahun 2015.
Survei terbaru dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) menengerai pilkada serentak 9 Desember 2020 akan cenderung sedikit. Hasil survei pada kisaran 20% sampai 46% calon pemilih yang akan datang pada hari pemungutan suara. Hasil survei jelas menjadi PR dan tantangan bagi penyelenggara pilkada tahun ini.
Sementara kemendagri sendiri mennargetkan tingkat partisipasi pada angka di atas 50%. Jelas target yang cukup rendah. Sementara KPU sebagai penyelenggara pilkada mengestimasi tingkat partsipasi pada angka 77,5%, sama dengan saat pemilihan presiden tahun 2019 kemarin. Dari data-data tersebut dimungkinan tingkat partisipasi pilkada 2020 pada ttitik yang terendah.
Mengahadapi potensi rendahnya tingkat partsipasi dalam pilkada 2020 ditengah pandemi, maka KPU/D perlu kerja keras untuk mendorong tingkat partisipasi yang mendekati ideal. Tingkat partisipasi ini sangat krusial karena akan berdampak langsung pada kualitas pilkada itu sendiri.
Tantangannya adalah adalah bagaimana membuat kampanye virtual efektif menjangkau publik atau voter. Sebagai hal baru tentu tidak mudah, tapi menarik untuk dicoba dalam kondisi darurat seperti ini.Intinya kampanye tetap dilakukan, hanya medium yang digeser atau diganti.
Dari sisi infratsruktur pun tidak menjadi persoalan, kecuali daerah-daerah tertentu, misalnya di Papua. Atau kampanye virtual dikhususkan kepada daerah-daerah yang masih masuk kategori zona merah dalam hal positif Covid-19. Sementara yang sudah masuk kategori zero atau zona hijau tetap dilakukan terbuka dengan tetap mematuhi protokol kesehatan.
Tantangan lainnya adalah, kampanye virtual memiliki keterbatasan. Hal ini bisa saja berimbas pada atmosfer dan suasana kebatinan publik akan gelaran pilkada. Ketidakmaksimalan kampanye bisa memengaruhi publik untuk memberikan suaranya atau tidak dalam pilkada.
Antisipasi Menurunnya Tingkat Partisipasi
Data dari Katadata.co.id, menyebutkan bahwa tingkat partisipasi tiga pilkada terakhir tidak lebihi 80% dari jumlah pemilih. Pilkada 2015 dengan 264 daerah yang melakukan pilkada tingkat partisipasi sebesar70%.
Tahun 2017 dengan 101 daerah melakukan pilkada, tingkat partisipasi mencapai 74,2%. Sementara dalam pilkada 2018, dengan 171 daerah, tingkat partisipasinya sebesar 73,24%. Dua pilkada tersebut dilakukan dalam situasi normal. Menjadi catatan pilkada tahun 2020 ini adalah yang melakukan pilkada pada tahun 2015.
Survei terbaru dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) menengerai pilkada serentak 9 Desember 2020 akan cenderung sedikit. Hasil survei pada kisaran 20% sampai 46% calon pemilih yang akan datang pada hari pemungutan suara. Hasil survei jelas menjadi PR dan tantangan bagi penyelenggara pilkada tahun ini.
Sementara kemendagri sendiri mennargetkan tingkat partisipasi pada angka di atas 50%. Jelas target yang cukup rendah. Sementara KPU sebagai penyelenggara pilkada mengestimasi tingkat partsipasi pada angka 77,5%, sama dengan saat pemilihan presiden tahun 2019 kemarin. Dari data-data tersebut dimungkinan tingkat partisipasi pilkada 2020 pada ttitik yang terendah.
Mengahadapi potensi rendahnya tingkat partsipasi dalam pilkada 2020 ditengah pandemi, maka KPU/D perlu kerja keras untuk mendorong tingkat partisipasi yang mendekati ideal. Tingkat partisipasi ini sangat krusial karena akan berdampak langsung pada kualitas pilkada itu sendiri.
tulis komentar anda