Akses Pendidikan bagi yang Tertinggal

Rabu, 16 September 2020 - 07:09 WIB
Situasi ini sangat mengkhawatirkan karena siswa berisiko mengalami ketertinggalan pemahaman kognitif sehingga dapat mempengaruhi performa akademik secara umum. Selain itu, murid-murid juga dapat mengalami tekanan psikis. Anak-anak yang sekolahnya terhenti juga cenderung lebih sulit untuk kembali ke sekolah karena adanya tekanan untuk mencari nafkah untuk keluarga.

Solusi Non-daring

Meskipun ada murid-murid yang mempunyai gawai dan akses ke internet, biaya kuota tetap menjadi beban. Untuk anak yang masih berada di sekolah kebutuhan kuota untuk pendidikan satu bulannya sudah sebesar 10 GB yang harganya sekitar Rp35.000 per Agustus 2020. Untuk mahasiswa, pengeluaran tambahan untuk kuota internet angkanya akan lebih besar lagi, yaitu hingga mencapai Rp200.000 per bulan. Meskipun ada wacana bahwa dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) telah diperbolehkan untuk membeli kuota internet untuk murid, dana tersebut belum cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh siswa sehingga orang tua masih terbebani. Padahal, pendapatan orang tua di daerah 3T yang rata-rata bekerja sebagai nelayan atau buruh tani tidaklah besar, dan juga tidak sedikit yang pendapatannya terhenti akibat pandemi.

Oleh karena itu, sangatlah diperlukan solusi non-daring dalam PJJ, seperti pembelajaran via multimedia, sehingga pendidikan terjamin merata. Meskipun Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah bekerja sama dengan TVRI dalam program acara televisi yang bertajuk Belajar dari Rumah sebagai alternatif pembelajaran bagi siswa dan guru yang kesulitan menggunakan platform teknologi atau yang berada di daerah-daerah yang tidak memiliki akses internet, survei evaluasi menunjukkan bahwa hanya sebanyak 52% responden di wilayah 3T menyatakan menonton program tersebut. Sementara itu, di wilayah non-3T, yang menyatakan menonton TVRI telah mencapai 78,6%. Perlu adanya sosialisasi dan bimbingan lebih untuk pendidik di daerah 3T untuk mengoptimalkan pemanfaatan program TVRI. Baiknya, ada juga sarana pelengkap program tersebut di wilayah-wilayah dengan akses internet terbatas dengan penyampaian materi belajar melalui radio komunitas.

Selain itu, ada baiknya pemerintah juga mendukung program pendistribusian materi secara langsung untuk masyarakat di daerah 3T yang tidak memiliki akses ke perangkat TV dan radio. Untuk saat ini, di daerah-daerah tertinggal seperti NTB dan NTT, kenyataannya masih sekitar 80% murid yang bergantung kepada media belajar offline. Karena itu, masyarakat bergantung kepada gerakan-gerakan sosial dari inisiatif masyarakat seperti Aha! Project yang didirikan untuk membagikan materi lembar kerja siswa di daerah 3T. Masih banyak komunitas-komunitas lainnya di daerah 3T yang masih mengumpulkan dukungan untuk dapat memfasilitasi PJJ luring. Pemerintah seharusnya dengan segera memberikan dukungan finansial dan sumber daya manusia untuk organisasi-organisasi tersebut agar mereka bisa membantu lebih banyak pendidik dan peserta didik di wilayah masing-masing.

Pendidikan merupakan kunci untuk perkembangan sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia. Ketika pemerintah dengan sigap memprioritaskan pendidikan yang merata dengan program-program yang mendukung PJJ di daerah 3T, pemerintah menunjukkan komitmennya untuk menyejahterakan bangsa.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(ras)
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More