Revisi UU Kejaksaan Tidak Boleh Beri Kewenangan Berlebihan
Kamis, 10 September 2020 - 14:13 WIB
"Kita lihat aja nanti. Tentu kita akan diskusikan di Fraksi secara detail, internal Fraksi PDIP. Kita juga mau tahu DIM-nya pemerintah seperti apa," katanya.
Hakikatnya, tutur Trimedya, revisi UU Kejaksaan dan pembahasan RUU-nya harus dijadikan sebagai momentum untuk membenahi criminal justice system di Indonesia. Artinya kewenangan Kejaksaan dikembalikan hanya untuk menuntut perkara bukan malah menyelidiki, menyidik, hingga menuntut di persidangan. Artinya, kata dia, kewenangan menyidik diserahkan saja ke Kepolisian dan menyidik kasus tindak tindak pidana khusus yakni korupsi diserahkan ke KPK.
Trimedya lantas menyoroti kasus teranyar yang ditangani Kejaksaan Agung. Kasus tersebut yakni dugaan suap jaksa Pinangki Sirna Malasari yang terkait dengan terpidana Djoko Soegiarto Tjandra. Dengan tiga kewenangan seperti tadi, maka dalam kasus Pinangki bisa saja terjadi potensi konflik kepentingan.
"Kan kalau ini (kewenangan Kejaksaan), lihat aja kayak (kasus) Pinangki, dia (Kejaksaan) yang menyidik dia juga yang menuntut nanti," ungkapnya.
Dia menambahkan, kemungkinan besar pembahasan draf RUU Kejaksaan di DPR akan berlangsung alot dan agak panjang. Alasannya, berbagai perubahan yang ada akan memunculkan 'diskusi' intens di DPR. Di sisi lain, menurut Trimedya, DPR harus terbuka atas semua proses yang berlangsung di Gedung Dewan serta melibatkan unsur masyarakat saat pembahasan berlangsung.
"Harus ada partisipasi masyarakat. Kan ada RDPU (Rapar Dengar Pendapat Umum). Nah di RDPU ini lah unsur masyarakat dilibatkan dalam pembahasan. Kan untuk membentuk undang-undang ada tiga unsur yang harus diperhatikan, landasan sosiologis, filosofis, dan yuridis. Nah sosiologis itulah ada keterlibatan masyarakat," kata Trimedya.
Hakikatnya, tutur Trimedya, revisi UU Kejaksaan dan pembahasan RUU-nya harus dijadikan sebagai momentum untuk membenahi criminal justice system di Indonesia. Artinya kewenangan Kejaksaan dikembalikan hanya untuk menuntut perkara bukan malah menyelidiki, menyidik, hingga menuntut di persidangan. Artinya, kata dia, kewenangan menyidik diserahkan saja ke Kepolisian dan menyidik kasus tindak tindak pidana khusus yakni korupsi diserahkan ke KPK.
Trimedya lantas menyoroti kasus teranyar yang ditangani Kejaksaan Agung. Kasus tersebut yakni dugaan suap jaksa Pinangki Sirna Malasari yang terkait dengan terpidana Djoko Soegiarto Tjandra. Dengan tiga kewenangan seperti tadi, maka dalam kasus Pinangki bisa saja terjadi potensi konflik kepentingan.
"Kan kalau ini (kewenangan Kejaksaan), lihat aja kayak (kasus) Pinangki, dia (Kejaksaan) yang menyidik dia juga yang menuntut nanti," ungkapnya.
Dia menambahkan, kemungkinan besar pembahasan draf RUU Kejaksaan di DPR akan berlangsung alot dan agak panjang. Alasannya, berbagai perubahan yang ada akan memunculkan 'diskusi' intens di DPR. Di sisi lain, menurut Trimedya, DPR harus terbuka atas semua proses yang berlangsung di Gedung Dewan serta melibatkan unsur masyarakat saat pembahasan berlangsung.
"Harus ada partisipasi masyarakat. Kan ada RDPU (Rapar Dengar Pendapat Umum). Nah di RDPU ini lah unsur masyarakat dilibatkan dalam pembahasan. Kan untuk membentuk undang-undang ada tiga unsur yang harus diperhatikan, landasan sosiologis, filosofis, dan yuridis. Nah sosiologis itulah ada keterlibatan masyarakat," kata Trimedya.
(abd)
tulis komentar anda