Jalan Terjal Calon Independen
Jum'at, 04 September 2020 - 08:35 WIB
“Dengan catatan memang dia adalah asli nelayan setempat. Kenapa harus begitu? Karena calon itu tahu betul apa yang menjadi kebutuhan nelayan setempat sehingga jika terpilih, mampu menjawab kebutuhan masyarakatnya,” ungkapnya. (Baca juga: Banyuwangi Bakal Jadi Pusat Wisata Bahari Kelas Dunia)
Sebaliknya, calon dari parpol juga benar-benar harus merupakan kader yang genuine. Antara lain dibuktikan dengan kepemilikan kartu tanda anggota (KTA) parpol yang masa berlakunya minimal lima tahun. KTA itu akan membuktikan bahwa kader parpol bersangkutan memang mengenal profil daerah yang akan dipimpinnya. Fakta saat ini, kata Dian, parpol sering mentransfer calon dari luar daerah untuk dipilih. Hal itu disebutnya tidak baik buat pembangunan daerah.
Tanpa kanal yang jelas, kata Dian, penggunaan jalur pada pencalonan ini akan terus bercampur. Akibatnya, spirit dari keberadaan calon independen sebagai calon alternatif tidak akan pernah terwujud.
Calon Independen Perlu Legitimasi
DPR banyak menuai kritik karena dinilai sering mempersulit calon independen untuk maju di pilkada. Syarat dukungan minimal KTP yang harus dikumpulkan pasangan calon independen dinilai terlampau berat. DPR sebagai representasi parpol di parlemen sering dituding sengaja mempersempit ruang gerak calon independen karena berpotensi mengganggu kepentingan partai.
Namun, hal ini dibantah oleh Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa. Dia menjelaskan, alasan DPR menaikkan syarat dukungan KTP bertujuan agar calon perseorangan tersebut memiliki modal yang memadai dalam bentuk dukungan dari masyarakat. Sehingga, ketika pasangan calon tersebut maju, mereka benar-benar ingin berkontestasi dan bukan sekadar iseng. (Baca juga: Diancam Barcelona, Lionel Messi Pilih Selesaikan Kontrak)
“Kan tidak jarang di beberapa daerah ada calon perseorangan dari pilkada ke pilkada dia saja. Maka, perlu memperkuat basis legitimasi dia. Walaupun calon perseorangan minimal dia sudah punya modal sosial yang memadai dari masyarakat,” kata Saan kepada KORAN SINDO kemarin.
Jumlah dukungan KTP, menurut Saan, juga sekaligus pembuktian bahwa masyarakat memang memberikan kepercayaan kepada yang bersangkutan untuk maju di pilkada.
Sekretaris Fraksi Partai NasDem DPR ini membantah jika parpol dianggap menjegal calon perseorangan lewat beratnya aturan yang dipersyaratkan tersebut. Menurutnya, kalau calon perseorangan memang memiliki akseptabilitas yang memadai dan dipercaya masyarakat, tentu pemilih akan dengan secara sukarela memberikan dukungannya lewat KTP.
Saan yakin, jika calon perseorangan berniat maju, mereka sudah mempersiapkan diri sejak jauh hari untuk mendapatkan KTP yang tersebar di daerah yang bersangkutan. Calon yang bersangkutan disebutnya memang sudah membangun simpul-simpul massanya sejak lama. Seperti parpol yang mempersiapkan basis dukungannya.
Sebaliknya, calon dari parpol juga benar-benar harus merupakan kader yang genuine. Antara lain dibuktikan dengan kepemilikan kartu tanda anggota (KTA) parpol yang masa berlakunya minimal lima tahun. KTA itu akan membuktikan bahwa kader parpol bersangkutan memang mengenal profil daerah yang akan dipimpinnya. Fakta saat ini, kata Dian, parpol sering mentransfer calon dari luar daerah untuk dipilih. Hal itu disebutnya tidak baik buat pembangunan daerah.
Tanpa kanal yang jelas, kata Dian, penggunaan jalur pada pencalonan ini akan terus bercampur. Akibatnya, spirit dari keberadaan calon independen sebagai calon alternatif tidak akan pernah terwujud.
Calon Independen Perlu Legitimasi
DPR banyak menuai kritik karena dinilai sering mempersulit calon independen untuk maju di pilkada. Syarat dukungan minimal KTP yang harus dikumpulkan pasangan calon independen dinilai terlampau berat. DPR sebagai representasi parpol di parlemen sering dituding sengaja mempersempit ruang gerak calon independen karena berpotensi mengganggu kepentingan partai.
Namun, hal ini dibantah oleh Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa. Dia menjelaskan, alasan DPR menaikkan syarat dukungan KTP bertujuan agar calon perseorangan tersebut memiliki modal yang memadai dalam bentuk dukungan dari masyarakat. Sehingga, ketika pasangan calon tersebut maju, mereka benar-benar ingin berkontestasi dan bukan sekadar iseng. (Baca juga: Diancam Barcelona, Lionel Messi Pilih Selesaikan Kontrak)
“Kan tidak jarang di beberapa daerah ada calon perseorangan dari pilkada ke pilkada dia saja. Maka, perlu memperkuat basis legitimasi dia. Walaupun calon perseorangan minimal dia sudah punya modal sosial yang memadai dari masyarakat,” kata Saan kepada KORAN SINDO kemarin.
Jumlah dukungan KTP, menurut Saan, juga sekaligus pembuktian bahwa masyarakat memang memberikan kepercayaan kepada yang bersangkutan untuk maju di pilkada.
Sekretaris Fraksi Partai NasDem DPR ini membantah jika parpol dianggap menjegal calon perseorangan lewat beratnya aturan yang dipersyaratkan tersebut. Menurutnya, kalau calon perseorangan memang memiliki akseptabilitas yang memadai dan dipercaya masyarakat, tentu pemilih akan dengan secara sukarela memberikan dukungannya lewat KTP.
Saan yakin, jika calon perseorangan berniat maju, mereka sudah mempersiapkan diri sejak jauh hari untuk mendapatkan KTP yang tersebar di daerah yang bersangkutan. Calon yang bersangkutan disebutnya memang sudah membangun simpul-simpul massanya sejak lama. Seperti parpol yang mempersiapkan basis dukungannya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda