Kebutuhan Infrastruktur: Pembiayaan Alternatif?
Senin, 23 Desember 2024 - 10:40 WIB
Alternatif Pembiayaan Infrastruktur
Besarnya biaya yang diperlukan dalam pendanaan proyek infrastruktur mutlak menegaskan bahwa pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), melainkan juga perlu mencari pembiayaan alternatif. Salah satu metode yang umum digunakan adalah Build-Operate-Transfer (BOT), di mana pihak swasta membangun dan mengoperasikan infrastruktur untuk jangka waktu tertentu sebelum menyerahkannya kepada pemerintah.
Selain itu, Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) juga dapat menjadi solusi utama dalam pembiayaan infrastruktur. Skema BOT memungkinkan pihak swasta untuk mendapatkan keuntungan dalam jangka waktu tertentu sebelum aset dikembalikan kepada pemerintah. Sementara itu, KPBU memberikan ruang lebih besar bagi swasta untuk terlibat dalam tahap perencanaan hingga pengelolaan.
Di sisi lain, perlu menjadi catatan bersama bahwa meskipun skema pembiayaan seperti BOT dan KPBU memiliki banyak keunggulan, namun skema pembiayaan tersebut juga memiliki kelemahan. Salah satu kelemahan utama adalah kurangnya pemahaman yang mendalam dari beberapa pemangku kepentingan terhadap regulasi yang mengatur pengelolaan aset dan keuangan.
Berdasarkan laporan Bappenas 2023, hambatan lainnya meliputi kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM) dan komitmen antara pihak pemerintah dan swasta untuk menjalankan kesepakatan sesuai kontrak. Kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi isu krusial, terutama dalam memahami mekanisme teknis dan hukum yang mengatur kerjasama pembiayaan. Tak hanya itu, regulasi yang dianggap terlalu rumit juga menjadi hambatan besar dalam pelaksanaan skema pembiayaan alternatif.
Proses administrasi yang panjang seringkali menyebabkan penundaan proyek. Data dari Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) 2023 menunjukkan bahwa rata-rata waktu pengurusan izin logistik di Indonesia adalah 5-7 hari, lebih lama dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya seperti Singapura yang hanya membutuhkan 1-2 hari.
Sejatinya, dengan infrastruktur fisik yang semakin baik, Indonesia memiliki fondasi yang kuat untuk menjadi pusat logistik di Asia Tenggara. Akan tetapi, untuk mencapai potensi penuh, berbagai tantangan digitalisasi, regulasi, dan SDM perlu segera diatasi. Penyiapan SDM termasuk reformasi birokrasi yang terus menerus akan semakin memperlancar kerja sama pembiayaan antara pemerintah dan swasta.
Penulis yakin, di masa mendatang ukuran birokraasi semakin ramping dan kualitas SDM semakin baik, sehingga APBN/D betul-betul fokus pada pembiayaan infrastruktur dasar di wilayah tertinggal, kemiskinan dan pengangguran, sementara infrastruktur lain (di wilayah maju) dibiayai dengan kerjasama dengan swasta maupun masyarakat. Langkah-langkah tersebut akan mendorong keberlanjutan pembangunan di seluruh wilayah di Indonesia, dan Indonesia akan semakin kompetitif dan meningkat daya saingnya. Semoga.
(rca)
Lihat Juga :
tulis komentar anda