Menjadi Perempuan Penggerak Literasi-Inklusi Keuangan Syariah
Minggu, 22 Desember 2024 - 10:44 WIB
Dalam konteks kepentingan industri keuangan syariah, literasi keuangan berperan penting karena dapat memberikan pemahaman yang utuh baik dari aspek prinsip keuangan syariah, jenis produk dan akad yang pada akhirnya akan bermuara pada peningkatan inklusi keuangan syariah. Literasi merupakan pintu awal untuk memperkenalkan seperti apa dan bagaimana keuangan syariah dapat menjadi pedoman dalam aktivitas pengelolaan keuangan.
Sebagaimana dilansir dari situs resmi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), peningkatan literasi keuangan syariah menjadi hal urgen untuk dilakukan, karena pertama dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, semakin tinggi indeks literasi keuangan syariah, maka makin mudah sistem keuangan diimplementasikan dan memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi. Kedua, dapat meningkatkan inklusi keuangan, rumus sederhananya adalah semakin besar pengetahuan masyarakat tentang produk dan layanan keuangan syariah, maka akan meningkatkan indeks inklusi keuangan syariah. Dan ketiga, dapat meningkatkan pemanfaatan produk dan jasa keuangan syariah, semakin tinggi tingkat literasi keuangan syariah, maka akan makin banyak orang yang akan memanfaatkan produk dan jasa keuangan syariah.
Literasi dan inklusi keuangan syariah diibaratkan seperti dua sisi mata uang yang keduanya memiliki keterkaitan dan peran penting masing-masing. Literasi tanpa inklusi akan menjadi pepesan kosong. Demikian halnya dengan inklusi tanpa adanya literasi, akan menjadi ruang hampa karena tidak adanya ruh atau fondasi pengetahuan yang cukup. Inklusi merupakan muara dari sekian proses edukasi yang dilakukan secara konsisten dan memastikan kemudahan akses keuangan dirasakan oleh masyarakat.
Berdasarkan klasifikasi kewilayahan, terdapat perbedaan yang cukup signifikan jika dibandingkan desa dan perkotaan. Indeks literasi dan inklusi keuangan di wilayah perkotaan relatif lebih tinggi yaitu masing-masing sebesar 69,71% dan 78,41%. Sedangkan di wilayah pedesaan baru menyentuh di angka masing-masing sebesar 59,25% dan 70,13%. Meskipun kesadaran masyarakat pedesaan menggunakan jasa keuangan relatif tinggi, namun belum diimbangi dengan tingkat pemahaman yang baik. Di sisi lain, fakta ini menandakan masih ada kesenjangan akses keuangan yang belum merata.
Inisiasi dan penguatan kerja sama dengan pemangku kepentingan lainnya terutama terkait dengan kementerian yang menaungi pedesaan perlu dilakukan. Masyarakat pedesaan selama ini menjadi satu entitas yang sering menjadi korban akibat masih minimnya pengetahuan tentang produk dan layanan keuangan. Tidak mengherankan jika kondisi ini banyak dimanfaatkan oknum dengan membuat layanan keuangan ilegal yang menawarkan kemudahan dan kecepatan namun justru akan menambah masalah sosial yang lebih luas.
Masih berdasarkan kewilayahan, data dari Badan Pusat Statistik tahun 2023 menunjukkan jumlah populasi perempuan di desa hampir berimbang dengan wilayah perkotaan yaitu masing-masing sebesar 49,78% dan 50,02%. Persentase ini tidak jauh berbeda dengan populasi penduduk laki-laki yang hanya terpaut tipis, yaitu masing-masing 50,22% dan 49,98%. Dalam upaya peningkatan literasi berbasis kewilayahan ini, salah satu strategi yang cukup efektif adalah dengan menjalin kerja sama dengan organisasi berbasis komunitas seperti Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) atau organisasi sejenis lainnya yang berbasis organisasi keagamaan seperti NU, Muhammadiyah, Persis dll.
Pemberdayaan perempuan untuk terlibat secara aktif dalam peningkatan literasi dan inklusi keuangan syariah akan memiliki dampak yang signifikan mengingat bahwa dalam konteks relasi keluarga, sering kali perempuan lebih memiliki peran dominan dalam hal pengelolaan keuangan keluarga. Dengan demikian maka, bekal pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan keuangan secara syariah menjadi hal wajib yang harus dikuasai.
Sebagai sebuah sistem, ekonomi dan keuangan yang berbasis pada nilai-nilai religius untuk mewujudkan kesetaraan, kesejahteraan dan keadilan, memandang penting pemberdayaan perempuan. Dalam Islam sendiri, banyak ditemukan ajaran bagaimana memposisikan dan memuliakan perempuan yang secara tidak langsung, hal ini sejalan dengan prinsip dan tujuan ekonomi dan keuangan syariah.
Tidak jarang, hingga saat ini kedudukan perempuan dalam strata sosial masih dipandang sebelah mata dari berbagai perspektif terutama fisik. Perempuan juga sering kali menjadi objek minus dalam berbagai permasalahan. Penilaian-penilaian tidak berimbang ini sebagai akibat tidak adanya objektivitas dalam memandang kesamaan kedudukan sebagai sesama manusia.
Dalam literatur sejarah peradaban Islam, perempuan berdaya telah dicontohkan oleh istri Nabi Muhammad, Siti Khadijah. Tercatat, Siti Khadijah merupakan seorang pebisnis ulung yang dikemudian hari berperan penting dalam aktivitas dakwah Rasulullah SAW. Berdaya tidak harus selalu berkonotasi ekonomi, tetapi mencakup pada perspektif yang lebih luas. Di era modern seperti saat ini, perempuan berdaya juga dicontohkan banyak tokoh lintas profesi. Di Indonesia misal, banyak tokoh perempuan yang berkarir di bidang bisnis, politisi, regulator, pengajar dlsb.
Sebagaimana dilansir dari situs resmi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), peningkatan literasi keuangan syariah menjadi hal urgen untuk dilakukan, karena pertama dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, semakin tinggi indeks literasi keuangan syariah, maka makin mudah sistem keuangan diimplementasikan dan memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi. Kedua, dapat meningkatkan inklusi keuangan, rumus sederhananya adalah semakin besar pengetahuan masyarakat tentang produk dan layanan keuangan syariah, maka akan meningkatkan indeks inklusi keuangan syariah. Dan ketiga, dapat meningkatkan pemanfaatan produk dan jasa keuangan syariah, semakin tinggi tingkat literasi keuangan syariah, maka akan makin banyak orang yang akan memanfaatkan produk dan jasa keuangan syariah.
Literasi dan inklusi keuangan syariah diibaratkan seperti dua sisi mata uang yang keduanya memiliki keterkaitan dan peran penting masing-masing. Literasi tanpa inklusi akan menjadi pepesan kosong. Demikian halnya dengan inklusi tanpa adanya literasi, akan menjadi ruang hampa karena tidak adanya ruh atau fondasi pengetahuan yang cukup. Inklusi merupakan muara dari sekian proses edukasi yang dilakukan secara konsisten dan memastikan kemudahan akses keuangan dirasakan oleh masyarakat.
Berdasarkan klasifikasi kewilayahan, terdapat perbedaan yang cukup signifikan jika dibandingkan desa dan perkotaan. Indeks literasi dan inklusi keuangan di wilayah perkotaan relatif lebih tinggi yaitu masing-masing sebesar 69,71% dan 78,41%. Sedangkan di wilayah pedesaan baru menyentuh di angka masing-masing sebesar 59,25% dan 70,13%. Meskipun kesadaran masyarakat pedesaan menggunakan jasa keuangan relatif tinggi, namun belum diimbangi dengan tingkat pemahaman yang baik. Di sisi lain, fakta ini menandakan masih ada kesenjangan akses keuangan yang belum merata.
Inisiasi dan penguatan kerja sama dengan pemangku kepentingan lainnya terutama terkait dengan kementerian yang menaungi pedesaan perlu dilakukan. Masyarakat pedesaan selama ini menjadi satu entitas yang sering menjadi korban akibat masih minimnya pengetahuan tentang produk dan layanan keuangan. Tidak mengherankan jika kondisi ini banyak dimanfaatkan oknum dengan membuat layanan keuangan ilegal yang menawarkan kemudahan dan kecepatan namun justru akan menambah masalah sosial yang lebih luas.
Masih berdasarkan kewilayahan, data dari Badan Pusat Statistik tahun 2023 menunjukkan jumlah populasi perempuan di desa hampir berimbang dengan wilayah perkotaan yaitu masing-masing sebesar 49,78% dan 50,02%. Persentase ini tidak jauh berbeda dengan populasi penduduk laki-laki yang hanya terpaut tipis, yaitu masing-masing 50,22% dan 49,98%. Dalam upaya peningkatan literasi berbasis kewilayahan ini, salah satu strategi yang cukup efektif adalah dengan menjalin kerja sama dengan organisasi berbasis komunitas seperti Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) atau organisasi sejenis lainnya yang berbasis organisasi keagamaan seperti NU, Muhammadiyah, Persis dll.
Pemberdayaan perempuan untuk terlibat secara aktif dalam peningkatan literasi dan inklusi keuangan syariah akan memiliki dampak yang signifikan mengingat bahwa dalam konteks relasi keluarga, sering kali perempuan lebih memiliki peran dominan dalam hal pengelolaan keuangan keluarga. Dengan demikian maka, bekal pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan keuangan secara syariah menjadi hal wajib yang harus dikuasai.
Sebagai sebuah sistem, ekonomi dan keuangan yang berbasis pada nilai-nilai religius untuk mewujudkan kesetaraan, kesejahteraan dan keadilan, memandang penting pemberdayaan perempuan. Dalam Islam sendiri, banyak ditemukan ajaran bagaimana memposisikan dan memuliakan perempuan yang secara tidak langsung, hal ini sejalan dengan prinsip dan tujuan ekonomi dan keuangan syariah.
Tidak jarang, hingga saat ini kedudukan perempuan dalam strata sosial masih dipandang sebelah mata dari berbagai perspektif terutama fisik. Perempuan juga sering kali menjadi objek minus dalam berbagai permasalahan. Penilaian-penilaian tidak berimbang ini sebagai akibat tidak adanya objektivitas dalam memandang kesamaan kedudukan sebagai sesama manusia.
Dalam literatur sejarah peradaban Islam, perempuan berdaya telah dicontohkan oleh istri Nabi Muhammad, Siti Khadijah. Tercatat, Siti Khadijah merupakan seorang pebisnis ulung yang dikemudian hari berperan penting dalam aktivitas dakwah Rasulullah SAW. Berdaya tidak harus selalu berkonotasi ekonomi, tetapi mencakup pada perspektif yang lebih luas. Di era modern seperti saat ini, perempuan berdaya juga dicontohkan banyak tokoh lintas profesi. Di Indonesia misal, banyak tokoh perempuan yang berkarir di bidang bisnis, politisi, regulator, pengajar dlsb.
Lihat Juga :
tulis komentar anda