DPR Ungkap Tantangan Besar Kabinet Merah Putih

Rabu, 06 November 2024 - 19:53 WIB
Dia mengatakan, nilai tersebut setara dengan 45% dari pendapatan negara yang ditargetkan mencapai Rp3.005,1 triliun. Selanjutnya, kata dia, 2026 utang jatuh tempo naik menjadi Rp803,19 triliun dan 2027 menurun sedikit menjadi Rp802,61 triliun.

“Memulai pemerintahanya pada 20 Oktober 2024, Pemerintahan Prabowo perlu memastikan bahwa transisi APBN 2024 dapat menjadi pondasi awal untuk pelaksanaan APBN 2025. Meskipun hanya berlangsung kurang lebih 70 hari, namun pengelolaan APBN Tahun 2024 memerlukan kehati-hatian mempertimbangkan dampaknya terhadap periode berikutnya,” katanya.

Lebih lanjut dia mengatakan, indikator kinerja APBN yang tersaji pada buletin APBN KITA September 2024 memberi gambaran betapa sempitnya ruang fiskal pada APBN periode awal pemerintahan Prabowo. Dia menilai rendahnya realisasi pendapatan 2024 dalam delapan bulan ini mencerminkan target pendapatan 2024 tidak akan tercapai.

“Sementara beban APBN akan mengalami peningkatan karena pengaruh nilai tukar rupiah terhadap dollar atas cicilan utang, bunga, dan subsidi BBM. Selain itu, tunggakan proyek strategis nasional dan pembangunan IKN semakin memperlebar defisit anggaran,” ucapnya.

Menurut dia, defisit anggaran hingga akhir tahun ini diprediksikan akan melebar dari 2,29% produk domestik bruto (PDB) menjadi 2,7% PDB. Pelebaran defisit itu dinilai dapat diminimalkan melalui penghematan pos-pos belanja yang sedikit memberikan daya dorong perekonomian.

“Sebagaimana arahan Presiden Prabowo pada Rapat Kabinet paripurna pertama yang meminta kepada jajaran kementerian untuk mengurangi anggaran seremonial dan perjalanan keluar negeri yang tidak penting, dengan menekankan anggaran pemerintah yang terbatas harus diarahkan terhadap pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, pemerintahan baru diharapkan dapat memulai periode kepemimpinannya dengan fondasi fiskal yang lebih solid dan berkelanjutan,” kata dia.

Marwan menuturkan, untuk pelaksanaan APBN 2025 yang akan dimulai pada 1 Januari 2025, pemerintahan Prabowo juga akan menghadapi berbagai tantangan domestik dan global. Meskipun penyusunannya dilakukan pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), lanjut dia, namun beberapa programnya telah terakomodasi dalam APBN 2025.

Dia mengungkapkan, strategi dan kebijakan RAPBN 2025 akan menghadapi berbagai tantangan yang berat karena keterbatasan ruang fiskal untuk memenuhi berbagai program belanja ekspansif. Berdasarkan postur APBN 2025 belanja yang sifatnya mandatory akan mencapai 72,7 persen dari total belanja pemerintah. “Meningkatnya belanja mandatory spending akan berdampak pada kapasitas APBN dan ruang fiskal pemerintah yang semakin terbatas untuk membiayai belanja prioritas pemerintah untuk mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi,” ucapnya.

Penerimaan perpajakan dianggapnya masih menjadi tulang punggung penerimaan negara dalam mengamanakan keberlanjutan fiskal pemerintah. Dikatakannya, rasio pajak 2025 ditargetkan mencapai 12,32 persen atau lebih tinggi dari target 2024 yang sebesar 12,27 persen merupakan target yang cukup menantang di tengah perlambatan ekonomi global dan penurunan harga komoditas global.

Dia melanjutkan, berbagai langkah yang akan ditempuh pemerintah untuk mengamankan target penerimaan pajak 2025, di antaranya rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen pada awal 2025, selanjutnya wacana ekstensifikasi cukai, terutama untuk komoditas plastik dan Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK).
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More