DPR Ungkap Tantangan Besar Kabinet Merah Putih

Rabu, 06 November 2024 - 19:53 WIB
loading...
DPR Ungkap Tantangan...
Anggota Komisi XI DPR dari Partai Demokrat Marwan Cik Asan mengungkapkan tantangan besar Kabinet Merah Putih Pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR dari Partai Demokrat Marwan Cik Asan mengungkapkan tantangan besar Kabinet Merah Putih Pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Dia mengungkapkan, sejak dilantik sebagai Presiden ke-8 RI pada 20 Oktober 2024, Presiden Prabowo Subianto telah menyampaikan pidato perdananya di hadapan Anggota MPR.

Dalam pidato perdananya, Prabowo menegaskan komitmennya untuk menjalankan amanah konstitusi dengan penuh tanggung jawab, serta menyerukan pentingnya kepemimpinan yang tulus dan berorientasi pada kepentingan seluruh rakyat Indonesia. “Atas pidato perdana tersebut optimisme dan harapan besar dari seluruh lapisan masyarakat kepada Presiden Prabowo untuk membawa bangsa Indonesia ke arah yang lebih maju,” kata Marwan, Rabu (6/11/2024).

Dia menuturkan, berbagai program yang telah ditawarkan pada masa kampanye pilpres yang lalu telah siap untuk ditindak lanjuti. Dia mengatakan, quick win menjadi salah satu program prioritas Prabowo-Gibran yang akan dilaksanakan di 100 hari pertama pemerintahan Kabinet Merah Putih. “Program ini memiliki anggaran melebihi Rp100 triliun dan telah disetujui DPR melalui Undang-Undang Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2025,” ungkapnya.





Dia melanjutkan, berbagai program tersebut di antaranya: program makan siang bergizi gratis dengan alokasi anggaran Rp71 triliun, program bidang kesehatan dengan prioritas untuk pemeriksaan kesehatan gratis, penuntasan TBC, dan pembangunan rumah sakit lengkap berkualitas didaerah dengan alokasi anggaran Rp12,2 triliun.

Di bidang pendidikan, anggaran mencapai Rp20 triliun dialokasikan untuk renovasi sekolah dan membangun sekolah unggulan terintegrasi, untuk sektor pangan dialokasikan anggaran mencapai Rp15 triliun untuk membangun lumbung pangan nasional melalui intensifikasi lahan pertanian dan pencetakan sawah baru serta dukungan sarana prasarananya.

“Selain program 100 harinya, pemerintahan Prabowo juga telah merencakan pencapaian target pertumbuhan ekonomi mencapai 8 persen per tahun yang merupakan target yang cukup berat untuk mencapainya ditengah berbagai tantangan baik domestik maupun global,” imbuhnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, kondisi fiskal menjadi tantangan utama bagi pemerintahan Prabowo untuk dapat merealisasikan seluruh program yang telah direncanakan. Dia mengatakan, Presiden Prabowo mewarisi situasi fiskal dengan beban utang yang berat, dengan posisi utang per September 2024 telah mencapai Rp8.461,93 triliun dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 38,49 persen.

“Beban utang akan mulai terasa pada APBN 2025 utang jatuh tempo mencapai Rp800,3 triliun, dengan bunga utang sebesar Rp552,9 triliun. Artinya, sekitar Rp1.353,2 triliun dari APBN 2025 digunakan untuk membayar pokok dan bunga utang,” ucapnya.

Dia mengatakan, nilai tersebut setara dengan 45% dari pendapatan negara yang ditargetkan mencapai Rp3.005,1 triliun. Selanjutnya, kata dia, 2026 utang jatuh tempo naik menjadi Rp803,19 triliun dan 2027 menurun sedikit menjadi Rp802,61 triliun.

“Memulai pemerintahanya pada 20 Oktober 2024, Pemerintahan Prabowo perlu memastikan bahwa transisi APBN 2024 dapat menjadi pondasi awal untuk pelaksanaan APBN 2025. Meskipun hanya berlangsung kurang lebih 70 hari, namun pengelolaan APBN Tahun 2024 memerlukan kehati-hatian mempertimbangkan dampaknya terhadap periode berikutnya,” katanya.

Lebih lanjut dia mengatakan, indikator kinerja APBN yang tersaji pada buletin APBN KITA September 2024 memberi gambaran betapa sempitnya ruang fiskal pada APBN periode awal pemerintahan Prabowo. Dia menilai rendahnya realisasi pendapatan 2024 dalam delapan bulan ini mencerminkan target pendapatan 2024 tidak akan tercapai.

“Sementara beban APBN akan mengalami peningkatan karena pengaruh nilai tukar rupiah terhadap dollar atas cicilan utang, bunga, dan subsidi BBM. Selain itu, tunggakan proyek strategis nasional dan pembangunan IKN semakin memperlebar defisit anggaran,” ucapnya.

Menurut dia, defisit anggaran hingga akhir tahun ini diprediksikan akan melebar dari 2,29% produk domestik bruto (PDB) menjadi 2,7% PDB. Pelebaran defisit itu dinilai dapat diminimalkan melalui penghematan pos-pos belanja yang sedikit memberikan daya dorong perekonomian.

“Sebagaimana arahan Presiden Prabowo pada Rapat Kabinet paripurna pertama yang meminta kepada jajaran kementerian untuk mengurangi anggaran seremonial dan perjalanan keluar negeri yang tidak penting, dengan menekankan anggaran pemerintah yang terbatas harus diarahkan terhadap pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, pemerintahan baru diharapkan dapat memulai periode kepemimpinannya dengan fondasi fiskal yang lebih solid dan berkelanjutan,” kata dia.

Marwan menuturkan, untuk pelaksanaan APBN 2025 yang akan dimulai pada 1 Januari 2025, pemerintahan Prabowo juga akan menghadapi berbagai tantangan domestik dan global. Meskipun penyusunannya dilakukan pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), lanjut dia, namun beberapa programnya telah terakomodasi dalam APBN 2025.

Dia mengungkapkan, strategi dan kebijakan RAPBN 2025 akan menghadapi berbagai tantangan yang berat karena keterbatasan ruang fiskal untuk memenuhi berbagai program belanja ekspansif. Berdasarkan postur APBN 2025 belanja yang sifatnya mandatory akan mencapai 72,7 persen dari total belanja pemerintah. “Meningkatnya belanja mandatory spending akan berdampak pada kapasitas APBN dan ruang fiskal pemerintah yang semakin terbatas untuk membiayai belanja prioritas pemerintah untuk mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi,” ucapnya.

Penerimaan perpajakan dianggapnya masih menjadi tulang punggung penerimaan negara dalam mengamanakan keberlanjutan fiskal pemerintah. Dikatakannya, rasio pajak 2025 ditargetkan mencapai 12,32 persen atau lebih tinggi dari target 2024 yang sebesar 12,27 persen merupakan target yang cukup menantang di tengah perlambatan ekonomi global dan penurunan harga komoditas global.

Dia melanjutkan, berbagai langkah yang akan ditempuh pemerintah untuk mengamankan target penerimaan pajak 2025, di antaranya rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen pada awal 2025, selanjutnya wacana ekstensifikasi cukai, terutama untuk komoditas plastik dan Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK).

“Kenaikan target penerimaan perpajakan ini diharapkan tidak memberikan dampak negatif terhadap perekonomian nasional, khususnya kenaikan PPN tidak menurunkan daya beli masyarakat, begitupula kenaikan cukai pada komoditas plastik tidak menambah beban dunia usaha, baik sektor korporasi maupun UMKM,” ujar dia.

Dia membeberkan tantangan lain yang dihadapi pemerintahan Prabowo adalah menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan inflasi yang keduanya mempunyai pengaruh terhadap daya beli dan konsumsi rumah tangga yang menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi. Dalam RAPBN 2025, ujar dia, inflasi ditargetkan 2,5%, namun asumsi nilai rupiah masih cukup tinggi yakni Rp16.100 per dolar AS.

Dia menuturkan, menjaga stabilitas harga dan nilai tukar rupiah merupakan bagian dari pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia. Kebijakan moneter juga diharapkan dapat menopang program dan kinerja pemerintahan Prabowo ditahun 2025. Namun demikian, kata dia, dengan kondisi ekonomi global yang masih menghadapi inflasi dan tren suku bunga tinggi di bank sentral negara maju membuat Bank Indonesia mempunyai ruang yang terbatas untuk menurunkan suku bunga acuannya.

“Kondisi ini tentu memberikan tekanan negatif dalam peningkatakan kredit perbankan sebagai stimulus peningkatan investasi. Kenaikan suku bunga yang berlangsung lama tentunya akan berdampak pada banyak pelaku usaha, baik bisnis, pemerintah, maupun ekonomi masyarakat secara keseluruhan. Salah satu dampak dari kenaikan suku bunga adalah terjadinya risiko downside atas investasi,” imbuhnya.

Padahal, sambung dia, untuk saat ini pemerintah Indonesia sedang mengharapkan aliran dana masuk untuk pembiayaan program pembangunan nasional selain bersumber dari APBN. “Dengan berbagai keterbatasan ruang fiskal dan moneter yang akan dihadapi presiden Prabowo diawal pemerintahannya maka penting bagi seluruh jajaran Kabinet Merah Putih untuk fokus pada tugas dan tanggungjawabnya untuk pembangunan ekonomi nasional, semoga seluruh rencana dan program Kerja Kabinet Merah Putih dapat mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia yakni menjadi negara yang makmur, adil, dan sejahtera,” pungkasnya.
(rca)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1246 seconds (0.1#10.140)