Satu Dasawarsa Hari Santri Nasional: Mengawal Janji Pro-Santri Prabowo-Gibran

Selasa, 22 Oktober 2024 - 08:42 WIB

Program Pro-Santri

Di hadapan keluarga alumni Pondok Pesantren Al Falah Ploso Kediri se-Jabodetabek, Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka menyatakan komitmennya untuk tidak melupakan para santri saat terpilih nanti. Terdapat sejumlah program yang akan dipersembahkan oleh Cawapres Gibran bagi kalangan pesantren dan para santrinya di antaranya program dana abadi pesantren dan program pengembangan kapasitas (capacity building program).

Sesungguhnya apa yang dijanjikan oleh Cawapres Gibran tersebut bukan sesuatu yang baru namun lebih pada sebuah bentuk keberlanjutan program sejenis yang ada pada pemerintahan Jokowi Widodo-Ma’ruf Amin. Di sini pemerintahan Prabowo-Gibran lebih bersifat melanjutkan dan meningkatkan implementasi dari program-program dimaksud pada masa pemerintahannya baik secara kualitas maupun kuantitas. Program-program pro-santri dimaksud sejatinya merupakan pengejawantahan dari Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2021 tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren. Sama halnya dengan program pengembangan kapasitas (capacity building), pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin melalui Kementerian Agama dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) juga menyelenggarakan Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB).

Keberadaan pesantren beserta santrinya memang selayaknya mendapat perhatian besar pemerintah. Selain jasanya dalam perjuangan kemerdekaan dan pembangunan bangsa, secara politik kaum santri merupakan konstituen politik yang cukup signifikan dan strategis kedudukannya. Kedudukan penting dan strategis kaum santri di sini tidak hanya dilihat dari posisinya sebagai aset bangsa namun juga posisinya sebagai lumbung pemenangan yang cukup penting saat Pemilu. Saat ini tercatat sekitar 39.551 pesantren dan 4,9 juta santri di seluruh Indonesia.

Pemerintah melaui Perpres Nomor 82 Tahun 2021 mengamanatkan kepada Pemerintah Pusat (Pasal 8) dan Pemerintah Daerah (Pasal 9) untuk membantu pendanaan penyelenggaraan pesantren masing-masing melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Di luar koridor UU No. 18 Tahun 2019 dan Perpres No. 82 Tahun 2021, program “pro-santri” pemerintahan Prabowo-Gibran salah satunya berupa program makan bergizi gratis.

Program makan bergizi gratis yang berskala nasional ini tentunya juga akan menjangkau para santri di lingkungan pesantren. Komitmen ini secara tegas disampaikan oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto pada acara Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Legislatif PKB di Hotel Sahid Jakarta tanggal 10 Oktober 2024. Perbaikan kualitas asupan gizi kaum santri melalui program makan bergizi gratis ini tentunya sangat bermanfaat bagi kehidupan kaum santri. Program ini diharapkan akan menghindarkan kaum santri terjangkit penyakit gizi buruk yang dapat mengganggu pertumbuhan tubuh dan kecerdasannya.

Ukhuwah Nahdliyah

HSN merupakan momentum penting sekaligus diharapkan dapat berperan sebagai perekat ukhuwah khususnya di kalangan insan pesantren. HSN didukung oleh ormas Islam di bawah keanggotaan Lembaga Persaudaraan Ormas Islam (LPOI), salah satu ormas pendukungnya sekaligus yang terbesar di sini, yakni Nahdlatul Ulama. Namun, dalam satu dasawarsa perjalanannya, HSN masih terkesan bersifat seremonial dan simbolis belaka. Dalam arti, HSN belum mampu menghapus atau minimal memitigasi perbedaan-perbedaan atau gesekan-gesekan kepentingan yang berpotensi memicu perseteruan terbuka di kalangan elit santri dan para pendukung fanatiknya di tataran akar rumput.

Banyak faktor yang melatarbelakangi munculnya perbedaan-perbedaan atau gesekan-gesekan kepentingan saat Pemilu yang residunya masih tersisa di masa setelah berakhirnya Pemilu. Perseteruan antara PBNU dan PKB, sebagai contoh, merupakan perseteruan bernuansa kepentingan politik. Bahkan, masing-masing pihak yang berseteru menggunakan cara-cara atau ancaman politik untuk menekan satu sama lain, seperti ancaman menggelar Muktamar PKB tandingan sebagai bentuk penolakan atas hasil Muktamar VI PKB yang berlangsung di Bali 24-25 Agustus 2024.

Tidak hanya ancaman menggelar Muktamar tandingan terhadap PKB pimpinan Cak Imin, warga NU juga dihadapkan pada pemandangan kasatmata berupa gerakan politik untuk melengserkan Gus Yahya dari kursi Ketua Umum PBNU melalui upaya Muktamar Luar Biasa (MLB) Nahdlatul Ulama. Semua manuver politik ini sejatinya berangkat dari “syahwat politik” yang menggebu-gebu dalam diri elit NU termasuk di jajaran pengurus struktural PBNU yang seharusnya terkebiri oleh khittah NU.

Situasi perseteruan demikian tentunya tidak dapat didiamkan terus menerus karena akan dapat meresahkan umat khususnya di tataran akar rumput. Interaksi hubungan antar santri yang kurang kondusif ini merupakan tantangan sekaligus pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan segera oleh pemerintahan Prabowo-Gibran agar tidak menjadi “kerikil dalam Sepatu” mengingat PBNU dan PKB sama-sama berada di barisan pendukung pemerintahan Prabowo-Gibran.

Penutup

HSN merupakan kado Istimewa dari pemerintahan Presiden Joko Widodo-Ma’ruf Amin kepada insan pesantren dan kalangan ormas Islam, baik yang tergabung dalam LPOI mapun yang berada di luar LPOI. Memang sejak awal dideklarasikan, HSN dirancang sebagai hari nasional namun bukan sebagai hari libur nasional. Fakta demikian ternyata memberikan implikasi tersendiri bagi HSN, salah satunya keberadaan HSN yang kurang membumi dan kurang mengakar secara nasional.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More