Senator DPD RI Dorong BUMN dan Swasta Kolaborasi Atasi Masalah Pendidikan di Daerah
Kamis, 17 Oktober 2024 - 19:12 WIB
JAKARTA - Senator Papua Barat Filep Wamafma mendorong keterlibatan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan swasta dalam mengatasi masalah pendidikan di Tanah Air. Sebab jumlah anak tidak sekolah dan putus sekolah di Indonesia masih tinggi.
“Kita tidak bisa menutup mata atas fakta kondisi pendidikan saat ini. Pendidikan adalah kebutuhan fundamental manusia, dan merupakan proses berkelanjutan. Melalui pendidikan, setiap individu dapat mengembangkan diri dan berkontribusi dalam kehidupan bermasyarakat. Namun saat ini, masih banyak anak Indonesia tidak sekolah, terpaksa putus sekolah, dan lagi akses pendidikan juga belum sepenuhnya merata,” ujarnya, Kamis (17/10/2024).
Data Badan Pusat Statistik (BPS) per 26 Mei 2024 yang menunjukkan angka tidak sekolah di 2023, masing-masing SD/Sederajat sebesar 0,67, SMP/Sederajat 6,93, dan SMA/Sederajat 21,61. Selain itu, hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada Maret 2023 mengungkapkan, angka putus sekolah di jenjang SD/sederajat mencapai 0,11%, sedangkan di SMP/sederajat dan SMA/sederajat masing-masing sebesar 0,98% dan 1,03%.
Anak laki-laki memiliki angka putus sekolah yang lebih tinggi dibandingkan anak perempuan, terutama di SMP/sederajat (1,35% untuk laki-laki dan 0,59% untuk perempuan) dan SMA/sederajat (1,25% untuk laki-laki dan 0,81% untuk perempuan).
Kemudian juga terdapat kesenjangan antara pendidikan di perkotaan dan perdesaan, dengan angka putus sekolah di perdesaan lebih tinggi, yaitu 0,19% untuk SD/sederajat, 1,25% untuk SMP/sederajat, dan 0,94% untuk SM/sederajat, dibandingkan dengan 0,05%, 0,78%, dan 1,17% di perkotaan.
“Kondisi ini menunjukkan perlunya perhatian lebih untuk mengidentifikasi dan mengatasi faktor-faktor yang menghambat anak-anak dalam melanjutkan pendidikan, agar setiap warga negara dapat memanfaatkan hak atas pendidikan secara optimal sebagaimana amanat konstitusi,” ujar Filep.
Senator Filep mengungkapkan kondisi pendidikan memiliki keterkaitan kuat dengan latar belakang ekonomi masyarakat.
“Kita tidak bisa menutup mata atas fakta kondisi pendidikan saat ini. Pendidikan adalah kebutuhan fundamental manusia, dan merupakan proses berkelanjutan. Melalui pendidikan, setiap individu dapat mengembangkan diri dan berkontribusi dalam kehidupan bermasyarakat. Namun saat ini, masih banyak anak Indonesia tidak sekolah, terpaksa putus sekolah, dan lagi akses pendidikan juga belum sepenuhnya merata,” ujarnya, Kamis (17/10/2024).
Data Badan Pusat Statistik (BPS) per 26 Mei 2024 yang menunjukkan angka tidak sekolah di 2023, masing-masing SD/Sederajat sebesar 0,67, SMP/Sederajat 6,93, dan SMA/Sederajat 21,61. Selain itu, hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada Maret 2023 mengungkapkan, angka putus sekolah di jenjang SD/sederajat mencapai 0,11%, sedangkan di SMP/sederajat dan SMA/sederajat masing-masing sebesar 0,98% dan 1,03%.
Anak laki-laki memiliki angka putus sekolah yang lebih tinggi dibandingkan anak perempuan, terutama di SMP/sederajat (1,35% untuk laki-laki dan 0,59% untuk perempuan) dan SMA/sederajat (1,25% untuk laki-laki dan 0,81% untuk perempuan).
Kemudian juga terdapat kesenjangan antara pendidikan di perkotaan dan perdesaan, dengan angka putus sekolah di perdesaan lebih tinggi, yaitu 0,19% untuk SD/sederajat, 1,25% untuk SMP/sederajat, dan 0,94% untuk SM/sederajat, dibandingkan dengan 0,05%, 0,78%, dan 1,17% di perkotaan.
Baca Juga
“Kondisi ini menunjukkan perlunya perhatian lebih untuk mengidentifikasi dan mengatasi faktor-faktor yang menghambat anak-anak dalam melanjutkan pendidikan, agar setiap warga negara dapat memanfaatkan hak atas pendidikan secara optimal sebagaimana amanat konstitusi,” ujar Filep.
Senator Filep mengungkapkan kondisi pendidikan memiliki keterkaitan kuat dengan latar belakang ekonomi masyarakat.
Lihat Juga :
tulis komentar anda