Revisi UU Tipikor Mendesak agar Pemberantasan Korupsi Tepat Sasaran dan Berkeadilan
Senin, 23 September 2024 - 20:43 WIB
“Dalam praktiknya, penerapan kedua pasal ini sering kali menghadapi tantangan, terutama dalam hal pembuktian dan interpretasi hukum, yang cenderung lebih menekankan pada aspek kerugian negara daripada unsur memperkaya diri secara melawan hukum,” ungkap Maqdir.
Menurut dia, pendekatan yang berfokus pada kerugian negara ini kerap didorong oleh desakan untuk menunjukkan besarnya dampak ekonomi dari korupsi. Di satu sisi, pendekatan tersebut mengaburkan esensi korupsi itu sendiri yaitu perbuatan curang yang bertujuan mendapatkan keuntungan secara tidak sah baik bagi diri sendiri maupun pihak lain.
“Dalam beberapa kasus, fokus yang berlebihan pada kerugian negara telah menimbulkan konsekuensi yang tidak adil bagi terdakwa, terutama ketika tidak ada niat jahat untuk memperkaya diri secara melawan hukum,” katanya.
Maqdir melanjutkan permasalahan semakin kompleks ketika penegak hukum mulai memperluas definisi kerugian perekonomian dan keuangan negara untuk mencakup berbagai bentuk kerugian, termasuk kerugian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Hal ini membuat direksi BUMN berada dalam posisi yang rentan. Keputusan bisnis yang mengakibatkan kerugian bagi perusahaan dapat dipandang sebagai tindak pidana korupsi, meskipun keputusan tersebut diambil dengan iktikad baik dan sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.
“Di beberapa kasus besar, acapakali terjadi sesat tafsir pada aparat penegak hukum sehingga kerugian BUMN akibat kebijakan bisnis dianggap tindak korupsi. Di negara lain, misalnya Amerika Serikat, keputusan bisnis yang berujung pada kerugian perusahaan termasuk dalam ranah business judgment rule. Jadi, bukan pidana, selama keputusan tersebut diambil sesuai dengan ketentuan berlaku,” ujar Maqdir.
Dia menilai fokus berlebihan pada aspek kerugian bukan saja menimbulkan kriminalisasi terhadap kebijakan yang salah, tetapi juga menyebabkan pemberantasan korupsi menjadi tidak efektif dan efisien karena banyak kasus suap justru tidak tersentuh.
Salah fokus dalam pemberantasan korupsi juga berdampak buruk pada kualitas penegakan hukum dan menciptakan ketidakpastian bagi mereka yang bekerja di sektor publik.
“Pejabat publik, termasuk direksi BUMN dan BUMD menjadi takut membuat keputusan strategis yang bisa menimbulkan risiko keuangan, meski keputusan tersebut bertujuan untuk kebaikan publik.”
Maqdir berharap Mahkamah Konstitusi (MK) bisa menerima dali-dalil yang disampaikan pemohon dan mengabulkan permohonan untuk membatalkan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Menurut dia, pendekatan yang berfokus pada kerugian negara ini kerap didorong oleh desakan untuk menunjukkan besarnya dampak ekonomi dari korupsi. Di satu sisi, pendekatan tersebut mengaburkan esensi korupsi itu sendiri yaitu perbuatan curang yang bertujuan mendapatkan keuntungan secara tidak sah baik bagi diri sendiri maupun pihak lain.
“Dalam beberapa kasus, fokus yang berlebihan pada kerugian negara telah menimbulkan konsekuensi yang tidak adil bagi terdakwa, terutama ketika tidak ada niat jahat untuk memperkaya diri secara melawan hukum,” katanya.
Maqdir melanjutkan permasalahan semakin kompleks ketika penegak hukum mulai memperluas definisi kerugian perekonomian dan keuangan negara untuk mencakup berbagai bentuk kerugian, termasuk kerugian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Hal ini membuat direksi BUMN berada dalam posisi yang rentan. Keputusan bisnis yang mengakibatkan kerugian bagi perusahaan dapat dipandang sebagai tindak pidana korupsi, meskipun keputusan tersebut diambil dengan iktikad baik dan sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.
“Di beberapa kasus besar, acapakali terjadi sesat tafsir pada aparat penegak hukum sehingga kerugian BUMN akibat kebijakan bisnis dianggap tindak korupsi. Di negara lain, misalnya Amerika Serikat, keputusan bisnis yang berujung pada kerugian perusahaan termasuk dalam ranah business judgment rule. Jadi, bukan pidana, selama keputusan tersebut diambil sesuai dengan ketentuan berlaku,” ujar Maqdir.
Dia menilai fokus berlebihan pada aspek kerugian bukan saja menimbulkan kriminalisasi terhadap kebijakan yang salah, tetapi juga menyebabkan pemberantasan korupsi menjadi tidak efektif dan efisien karena banyak kasus suap justru tidak tersentuh.
Salah fokus dalam pemberantasan korupsi juga berdampak buruk pada kualitas penegakan hukum dan menciptakan ketidakpastian bagi mereka yang bekerja di sektor publik.
“Pejabat publik, termasuk direksi BUMN dan BUMD menjadi takut membuat keputusan strategis yang bisa menimbulkan risiko keuangan, meski keputusan tersebut bertujuan untuk kebaikan publik.”
Maqdir berharap Mahkamah Konstitusi (MK) bisa menerima dali-dalil yang disampaikan pemohon dan mengabulkan permohonan untuk membatalkan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Lihat Juga :
tulis komentar anda