Revisi UU Tipikor Mendesak agar Pemberantasan Korupsi Tepat Sasaran dan Berkeadilan
Senin, 23 September 2024 - 20:43 WIB
JAKARTA - Korupsi merupakan masalah serius yang menghambat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di Indonesia. Namun, strategi penegakan hukum sejauh ini lebih berfokus pada perbuatan yang merugikan keuangan negara.
Padahal, UU Nomor 31/1999 jo UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) mendefinisikan 29 jenis korupsi lain, termasuk suap.
Fokus berlebihan aparat pada aspek kerugian negara yang ditimbulkan, telah mengaburkan esensi korupsi dan kerap menimbulkan kriminalisasi terhadap kebijakan yang seharusnya tidak dipidana.
Atas dasar itulah, sejumlah pihak yaitu Syahril Japarin (mantan Direktur Utama Perum Perindo), Nur Alam (mantan Gubernur Sulawesi Tenggara), dan Kukuh Kertasafari (mantan Koordinator Tim Environmental Issues Settlement PT Chevron) mengajukan permohonan uji materi (judicial review) atas UU 31/1999 jo UU 20/2001, khususnya Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3.
Kuasa hukum para pemohon, Maqdir Ismail mengatakan, Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor merupakan dua pasal kunci yang sering digunakan aparat penegak hukum untuk menjerat pelaku korupsi, mengingat cakupannya yang luas dan ancaman hukumannya cukup berat.
Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor menekankan pada dua aspek utama, yaitu perbuatan melawan hukum dan dampak berupa kerugian keuangan negara atau perekonomian negara.
“Pasal ini bertujuan memberikan hukuman yang setimpal kepada mereka yang dengan sengaja dan secara tidak sah memperoleh keuntungan pribadi atau untuk kepentingan pihak lain, dengan mengorbankan keuangan negara,” ujar Maqdir, Senin (23/9/2024).
Adapun Pasal 3 UU Tipikor, lebih spesifik mengatur tentang penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada pada seseorang karena jabatannya, yang juga merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Padahal, UU Nomor 31/1999 jo UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) mendefinisikan 29 jenis korupsi lain, termasuk suap.
Fokus berlebihan aparat pada aspek kerugian negara yang ditimbulkan, telah mengaburkan esensi korupsi dan kerap menimbulkan kriminalisasi terhadap kebijakan yang seharusnya tidak dipidana.
Atas dasar itulah, sejumlah pihak yaitu Syahril Japarin (mantan Direktur Utama Perum Perindo), Nur Alam (mantan Gubernur Sulawesi Tenggara), dan Kukuh Kertasafari (mantan Koordinator Tim Environmental Issues Settlement PT Chevron) mengajukan permohonan uji materi (judicial review) atas UU 31/1999 jo UU 20/2001, khususnya Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3.
Kuasa hukum para pemohon, Maqdir Ismail mengatakan, Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor merupakan dua pasal kunci yang sering digunakan aparat penegak hukum untuk menjerat pelaku korupsi, mengingat cakupannya yang luas dan ancaman hukumannya cukup berat.
Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor menekankan pada dua aspek utama, yaitu perbuatan melawan hukum dan dampak berupa kerugian keuangan negara atau perekonomian negara.
“Pasal ini bertujuan memberikan hukuman yang setimpal kepada mereka yang dengan sengaja dan secara tidak sah memperoleh keuntungan pribadi atau untuk kepentingan pihak lain, dengan mengorbankan keuangan negara,” ujar Maqdir, Senin (23/9/2024).
Adapun Pasal 3 UU Tipikor, lebih spesifik mengatur tentang penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada pada seseorang karena jabatannya, yang juga merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
tulis komentar anda