Siapkan Penerbang Tempur, Optimalkan Dassault Rafale
Selasa, 20 Agustus 2024 - 05:05 WIB
Personifikasi penerbang tempur yang sempurna tentu hanya sekadar khayalan film Hollywood. Tetapi bukan berarti penerbang tempur TNI tidak bisa meniru sosok Pete ‘Maverick’ Mitchell. Level tersebut bisa dicapai tentu dengan latihan terus-menerus, termasuk untuk menerbangkan pesawat Dassault Rafale. Selama ini penerbang tempur TNI AU baru berpengalaman menerbangkan pesawat generasi 4.0 seperti F-16, Su-27, Su-30, TA-50. Sedangkan Dassault Rafale sudah masuk kategori generasi 4.5.
Walaupun sudah mahir menerbangkan pesawat tempur generasi 4.0, penerbang tempur tidak serta-merta langsung bisa duduk di kemudi cockpit pesawat tempur generasi 4.5. Sebab, dari sisi teknologi banyak pembaharuan telah dilakukan, hingga definisi kecanggihan sudah pasti di atas generasi sebelumnya. Apalagi untuk pesawat Dassault Rafale buatan Prancis, ini merupakan kali pertama TNI AU akan mengoperasikan pesawat tempur made ini negeri Napoleon Bonaparte itu.
Lantas, seperti apa perbedaan pesawat tempur generasi 4.0 dan 4.5? Dari berbagai referensi tersedia, pesawat generasi 4.0 secara umum diidentifikasi telah menggunakan mesin turbofan, sistem kendali fly-by-wire, menerapkan thrust-vectoring-nozzle untuk memacu kemampuan manuver, sistem avionik semakin canggih seperti joint-helmet mounted cueing system, multirole dan BVR pesawat tempur ditingkatkan.
Pesawat generasi 4.0 juga memiliki sistem terintegrasi untuk mendukung multi-target secara otomatis, sudah membenamkan electronic countermeasure, dan mulai mengaplikasikan unsur stealth. Sedangkan pesawat tempur generasi 4.5 secara garis besar memiliki karakteristik sama dengan generasi 4.0. Tetapi, pesawat tempur generasi ini sudah meningkatkan kapasitas sistem avionik, performa mesin, kelincahan manuver, dan sudah mengadopsi radar AESA.
Slogan AMPUH
Kesiapan para penerbang tempur andal mengoperasikan Dassault Rafale sangat penting bukan sebatas karena harga pesawat yang dibayar dengan uang rakyat tersebut sangat mahal. Satu variabel lagi yang perlu menjadi pertimbangan adalah terjadinya sejumlah kecelakaan pesawat tempur yang mengorbankan para penerbang terbaik bangsa. Walaupun pilot TNI AU terbilang jago, satu keteledoran seringkali berubah menjadi bencana.
Fakta ini bisa ditelusuri dari sejumlah catatan kecelakaan pesawat tempur TNI. Mayoritas kondisi tersebut terjadi saat latihan. Teranyar, menimpa dua pesawat tempur taktis EMB-314 Super Tucano yang jatuh di kawasan Gunung Bormo, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur (16/11/2023) pukul 12.00 WIB, saat sesi latihan. Dalam musibah itu, empat penerbang gugur. Dua di antaranya perwira tinggi, yakni Marsma TNI (Anumerta) Subhan dan Marma TNI (Anumerta) Widiono Hadiwijaya.
baca juga: Pangkoopsudnas Jajal Kecanggihan Pesawat Tempur Rafale Buatan Prancis
Pesawat T-50i Golden Eagle made in Korsel yang diorientasikan sebagai pesawat latih pernah jatuh di pinggiran Bandara Adisucipto, Yogyakarta (20/22/2015) dan menewaskan dua pilot senior, yakni Letkol Pnb Marda Sarjono dan Kapten Pnb Dwi Cahyadi. Jauh sebelumnya pada 28 Maret 2002, dua pesawat Hawk MK-53 TNI AU dari Skadron 15 Pangkalan Udara Iswahyudi, Madiun bertabrakan saat melakukan manuver ke delapan, victory roll. Yang menyedihkan, empat penerbang tempur terbaik TNI AU gugur.
Dassault Rafale dengan teknologi yang jauh lebih canggih ternyata juga memiliki catatan hitam. Bahkan, musibah baru terjadi pada 14 Agustus 2024. Ceritanya, dua pesawat kebanggaan negeri ayam jantan tersebut bertabrakan saat latihan di bagian timur Prancis. Dua pilot pun menjadi korban. Sebelumnya, pada September 2009, dua pesawat sama juga celakaan kala kembali ke kapal induk Charles de Gaulle.
Walaupun sudah mahir menerbangkan pesawat tempur generasi 4.0, penerbang tempur tidak serta-merta langsung bisa duduk di kemudi cockpit pesawat tempur generasi 4.5. Sebab, dari sisi teknologi banyak pembaharuan telah dilakukan, hingga definisi kecanggihan sudah pasti di atas generasi sebelumnya. Apalagi untuk pesawat Dassault Rafale buatan Prancis, ini merupakan kali pertama TNI AU akan mengoperasikan pesawat tempur made ini negeri Napoleon Bonaparte itu.
Lantas, seperti apa perbedaan pesawat tempur generasi 4.0 dan 4.5? Dari berbagai referensi tersedia, pesawat generasi 4.0 secara umum diidentifikasi telah menggunakan mesin turbofan, sistem kendali fly-by-wire, menerapkan thrust-vectoring-nozzle untuk memacu kemampuan manuver, sistem avionik semakin canggih seperti joint-helmet mounted cueing system, multirole dan BVR pesawat tempur ditingkatkan.
Pesawat generasi 4.0 juga memiliki sistem terintegrasi untuk mendukung multi-target secara otomatis, sudah membenamkan electronic countermeasure, dan mulai mengaplikasikan unsur stealth. Sedangkan pesawat tempur generasi 4.5 secara garis besar memiliki karakteristik sama dengan generasi 4.0. Tetapi, pesawat tempur generasi ini sudah meningkatkan kapasitas sistem avionik, performa mesin, kelincahan manuver, dan sudah mengadopsi radar AESA.
Slogan AMPUH
Kesiapan para penerbang tempur andal mengoperasikan Dassault Rafale sangat penting bukan sebatas karena harga pesawat yang dibayar dengan uang rakyat tersebut sangat mahal. Satu variabel lagi yang perlu menjadi pertimbangan adalah terjadinya sejumlah kecelakaan pesawat tempur yang mengorbankan para penerbang terbaik bangsa. Walaupun pilot TNI AU terbilang jago, satu keteledoran seringkali berubah menjadi bencana.
Fakta ini bisa ditelusuri dari sejumlah catatan kecelakaan pesawat tempur TNI. Mayoritas kondisi tersebut terjadi saat latihan. Teranyar, menimpa dua pesawat tempur taktis EMB-314 Super Tucano yang jatuh di kawasan Gunung Bormo, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur (16/11/2023) pukul 12.00 WIB, saat sesi latihan. Dalam musibah itu, empat penerbang gugur. Dua di antaranya perwira tinggi, yakni Marsma TNI (Anumerta) Subhan dan Marma TNI (Anumerta) Widiono Hadiwijaya.
baca juga: Pangkoopsudnas Jajal Kecanggihan Pesawat Tempur Rafale Buatan Prancis
Pesawat T-50i Golden Eagle made in Korsel yang diorientasikan sebagai pesawat latih pernah jatuh di pinggiran Bandara Adisucipto, Yogyakarta (20/22/2015) dan menewaskan dua pilot senior, yakni Letkol Pnb Marda Sarjono dan Kapten Pnb Dwi Cahyadi. Jauh sebelumnya pada 28 Maret 2002, dua pesawat Hawk MK-53 TNI AU dari Skadron 15 Pangkalan Udara Iswahyudi, Madiun bertabrakan saat melakukan manuver ke delapan, victory roll. Yang menyedihkan, empat penerbang tempur terbaik TNI AU gugur.
Dassault Rafale dengan teknologi yang jauh lebih canggih ternyata juga memiliki catatan hitam. Bahkan, musibah baru terjadi pada 14 Agustus 2024. Ceritanya, dua pesawat kebanggaan negeri ayam jantan tersebut bertabrakan saat latihan di bagian timur Prancis. Dua pilot pun menjadi korban. Sebelumnya, pada September 2009, dua pesawat sama juga celakaan kala kembali ke kapal induk Charles de Gaulle.
tulis komentar anda