Keberlanjutan Beasiswa Indonesia Maju
Senin, 19 Agustus 2024 - 13:54 WIB
Sebelum diberangkatkan, para calon penerima beasiswa mengikuti proses persiapan. Dalam proses ini Kementerian melalui Pusat Prestasi Nasional melakukan identifikasi dan seleksi peserta didik kelas XI dengan prestasi tingkat nasional dan/atau internasional di bidang STEM, seni, olahraga, dan kewirausahaan.
Prestasi peserta didik dapat berasal dari beberapa kategori ajang yang diikuti calon penerima. Bagaimanapun harus diakui bahwa Pemerintah tidak akan mungkin mewadahi berbagai ajang dengan berbagai derajat kebaruan akibat keterbatasan anggaran yang ada. Terdapat tiga ajang yang dimungkinkan untuk dipertimbangkan sebagai dasar penentuan calon penerima BIM. Ketiga ajang tersebut adalah yang diselenggarakan oleh Pusat Prestasi Nasional (Puspresnas), yang diselenggarakan di luar Puspresnas, serta non-ajang seperti pemecehan rekor MURi atau perintis startup.
Bagi ajang yang diselenggarakan oleh non-Puspresnas, dipersyaratkan untuk melalui proses kurasi. Proses ini merupakan mekanisme pengakuan atau rekognisi terhadap sebuah ajang. Proses kurasi sekaligus menunjukkan keadilan terhadap inisiatif masyarakat luas. Hasil kurasi mengindikasikan standar kualitas penyelenggara dan standar prestasi peserta didik. Hasil kurasi sekaligus dapat menghindari persepsi bagi publik umumnya, bahwa ajang-ajang yang diselenggarakan di luar kementerian, cenderung bertujuan keuntungan.
Apabila calon penerima telah melalui proses administrasi, calon peserta mengikuti program persiapan/pembinaan untuk mendukung peningkatan kemampuan dan profil peserta. Terdapat 6 jenis kegiatan, di antaranya berupa proyek kelompok yang dilakukan di masing-masing daerah asal bertujuan untuk memberikan kebermanfaatan bagi lingkungan sekitar. Proyek sosial ini untuk menyadarkan para peserta bahwa mereka mempunyai tanggungjawab mengembangkan lingkungannya, juga setelah menyelesaikan perkuliahan S1 nya.
Di samping itu, peserta atau calon penerima mengikuti program pengayaan di Perguruan Tinggi Luar Negeri dan Magang Studi di Perguruan Tinggi/ Perusahaan Dalam Negeri. Hal ini dimaksudkan untuk membuka wawasan calon penerima beasiswa tentang bagaimana suasana perkuliahan yang sebenarnya yang akan dihadapi apabila mereka dinyatakan lulus berkuliah di perguruan tinggi yang dituju. Ini untuk menghindari gegar-budaya (culture-shock) mengingat usia mereka yang baru lulus SMA.
Program lain yaitu pemilihan perguruan tinggi yang dituju. Untuk itu diberikan bimbingan dengan konselor berpengalaman untuk mendukung persiapan dan pelaksanaan pendaftaran ke perguruan tinggi. Bimbingan ini akan membantu peserta untuk memeroleh surat penerimaan dari perguruan tinggi atau Letter of Acceptance (LoA).
Bagi mereka yang berhasil memeroleh beasiswa S1 akan diberikan biaya pendidikan serta biaya pendukung selama maksimal 4 tahun. Setelah mereka lulus, alumni wajib mengabdi untuk Indonesia sesuai peraturan yang berlaku.
Program seperti ini sebenarnya sudah pernah dilakukan ketika BJ Habibie masih menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi. Pada masa tersebut, dikirimkan anak-anak lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) belajar di berbagai perguruan tinggi terkenal di luar negeri, bukan di dalam negeri. BJ Habibie mengirimkan pelajar ke luar negeri dengan harapan agar mereka menjadi tuan rumah di negeri sendiri di bidang sains dan teknologi.
Lulusan SMA yang dikirim melalui program beasiswa Habibie pada tahun 1990-an tersebut sebanyak 1.500 orang. Jumlah tersebut bertambah menjadi 4.000 orang apabila ditambah dengan lulusan S2 dan S3 yang juga dikirim ke luar negeri dari program beasiswa Habibie tersebut.
Yang perlu dicermati adalah setelah mereka lulus. Seperti halnya beasiswa di masa BJ Habibie, ternyata ada penerima beasiswa yang tidak kembali ke tanah air setelah menyelesaikan perkuliahan. Mereka memilih untuk tetap melanjutkan program di negara tempatnya belajar. Mengapa? Mereka ditawari untuk melanjutkan ke program S2 dan bahkan S3 dengan beasiswa dari perguruan tinggi tempatnya belajar, dan bahkan kemudian direkrut sebagai dosen. Ada juga yang memilih bekerja di luar negeri atau di negara-negara tetangga karena tawaran yang lebih baik dibandingkan bekerja sebagai pegawai di negeri ini.
Prestasi peserta didik dapat berasal dari beberapa kategori ajang yang diikuti calon penerima. Bagaimanapun harus diakui bahwa Pemerintah tidak akan mungkin mewadahi berbagai ajang dengan berbagai derajat kebaruan akibat keterbatasan anggaran yang ada. Terdapat tiga ajang yang dimungkinkan untuk dipertimbangkan sebagai dasar penentuan calon penerima BIM. Ketiga ajang tersebut adalah yang diselenggarakan oleh Pusat Prestasi Nasional (Puspresnas), yang diselenggarakan di luar Puspresnas, serta non-ajang seperti pemecehan rekor MURi atau perintis startup.
Bagi ajang yang diselenggarakan oleh non-Puspresnas, dipersyaratkan untuk melalui proses kurasi. Proses ini merupakan mekanisme pengakuan atau rekognisi terhadap sebuah ajang. Proses kurasi sekaligus menunjukkan keadilan terhadap inisiatif masyarakat luas. Hasil kurasi mengindikasikan standar kualitas penyelenggara dan standar prestasi peserta didik. Hasil kurasi sekaligus dapat menghindari persepsi bagi publik umumnya, bahwa ajang-ajang yang diselenggarakan di luar kementerian, cenderung bertujuan keuntungan.
Apabila calon penerima telah melalui proses administrasi, calon peserta mengikuti program persiapan/pembinaan untuk mendukung peningkatan kemampuan dan profil peserta. Terdapat 6 jenis kegiatan, di antaranya berupa proyek kelompok yang dilakukan di masing-masing daerah asal bertujuan untuk memberikan kebermanfaatan bagi lingkungan sekitar. Proyek sosial ini untuk menyadarkan para peserta bahwa mereka mempunyai tanggungjawab mengembangkan lingkungannya, juga setelah menyelesaikan perkuliahan S1 nya.
Di samping itu, peserta atau calon penerima mengikuti program pengayaan di Perguruan Tinggi Luar Negeri dan Magang Studi di Perguruan Tinggi/ Perusahaan Dalam Negeri. Hal ini dimaksudkan untuk membuka wawasan calon penerima beasiswa tentang bagaimana suasana perkuliahan yang sebenarnya yang akan dihadapi apabila mereka dinyatakan lulus berkuliah di perguruan tinggi yang dituju. Ini untuk menghindari gegar-budaya (culture-shock) mengingat usia mereka yang baru lulus SMA.
Program lain yaitu pemilihan perguruan tinggi yang dituju. Untuk itu diberikan bimbingan dengan konselor berpengalaman untuk mendukung persiapan dan pelaksanaan pendaftaran ke perguruan tinggi. Bimbingan ini akan membantu peserta untuk memeroleh surat penerimaan dari perguruan tinggi atau Letter of Acceptance (LoA).
Bagi mereka yang berhasil memeroleh beasiswa S1 akan diberikan biaya pendidikan serta biaya pendukung selama maksimal 4 tahun. Setelah mereka lulus, alumni wajib mengabdi untuk Indonesia sesuai peraturan yang berlaku.
Kesinambungan BIM
Program ini merupakan sebuah terobosan karena biasanya beasiswa ke Luar Negeri cenderung diprioritaskan bagi tenaga pengajar atau dosen untuk program S2 atau S3. Sedangkan BIM diberikan kepada peserta didik yang berasal dari SMA untuk mengikuti perkuliahan S1.Program seperti ini sebenarnya sudah pernah dilakukan ketika BJ Habibie masih menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi. Pada masa tersebut, dikirimkan anak-anak lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) belajar di berbagai perguruan tinggi terkenal di luar negeri, bukan di dalam negeri. BJ Habibie mengirimkan pelajar ke luar negeri dengan harapan agar mereka menjadi tuan rumah di negeri sendiri di bidang sains dan teknologi.
Lulusan SMA yang dikirim melalui program beasiswa Habibie pada tahun 1990-an tersebut sebanyak 1.500 orang. Jumlah tersebut bertambah menjadi 4.000 orang apabila ditambah dengan lulusan S2 dan S3 yang juga dikirim ke luar negeri dari program beasiswa Habibie tersebut.
Yang perlu dicermati adalah setelah mereka lulus. Seperti halnya beasiswa di masa BJ Habibie, ternyata ada penerima beasiswa yang tidak kembali ke tanah air setelah menyelesaikan perkuliahan. Mereka memilih untuk tetap melanjutkan program di negara tempatnya belajar. Mengapa? Mereka ditawari untuk melanjutkan ke program S2 dan bahkan S3 dengan beasiswa dari perguruan tinggi tempatnya belajar, dan bahkan kemudian direkrut sebagai dosen. Ada juga yang memilih bekerja di luar negeri atau di negara-negara tetangga karena tawaran yang lebih baik dibandingkan bekerja sebagai pegawai di negeri ini.
Lihat Juga :
tulis komentar anda