Rapor Merah 1 Dekade Kepemimpinan Jokowi

Sabtu, 17 Agustus 2024 - 08:14 WIB
Meski Haris dan Fatia pada akhirnya divonis bebas di persidangan, kasus ini telah menyoroti kekhawatiran soal kebebasan berekspresi.

Alhasil, dengan berdasar pada dua contoh kecil di atas, Indeks Demokrasi Indonesia masih belum pulih. Hal itu terlihat dari sejumlah indikator mengenai kondisi demokrasi di Indonesia, misalnya Freedom House yang menyebut bahwa demokrasi Indonesia masih belum bebas. Bahkan The Economist Intelligence Unit masih mengkategorikan Indonesia sebagai negara dengan 'demokrasi cacat'. Data-data tersebut mencatat demokrasi kita cenderung rendah karena adanya ancaman terhadap kebebasan sipil.

Dalam jurnal penelitian berjudul Power Consolidation and its Impact on the Decline of Democracy in Indonesia Under President Jokowi, indeks demokrasi Indonesia menurun disebabkan karena rezim jokowi cenderung mengintimidasi dan menangkap orang-orang yang berani mengkritik pemerintahan Jokowi.

Dengan demikian, Jokowi dahulu dan sekarang adalah seorang yang berbeda. Jika dahulu, ia cenderung simpatik dan menggunakan politik pencitraan dengan figur yang sederhana, merakyat dan mewakili suara wong cilik, yang terjadi sekarang ialah ia justru sangat otoriter dan anti-kritik.

Kalau sudah seperti ini, janji Jokowi dan mimpi Indonesia yang tak ingin disamakan dengan Orde Baru hanyalah sebuah angan dan mimpi semata. Jokowi sendirilah yang menghancurkan mimpi itu.

Jokowi dan Ambisi Pemindahan Ibu Kota

Isu pemindahan Ibu Kota adalah rapor merah lain dalam 1 dekade kepemimpinan Jokowi. Ide pemindahan ini diinisiasi oleh Jokowi pada 2019 lalu yang ingin memindahkan ibu kota Indonesia dari Jakarta ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.

Persoalan yang muncul ialah landasan hukum undang-undang pemindahan ibu kota dilakukan hanya dalam beberapa waktu dan dikebut dengan tanpa mendengarkan aspirasi dan dialog publik. Menurut Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), UU Ibu Kota Nusantara (IKN) disahkan hanya dalam waktu kurang dari dua pekan sejak tim panitia khusus pembahas RUU dibentuk di DPR.

Ambisi Jokowi dalam pemindahan ibu kota ke Penajam Paser Utara hanya dilandaskan pada alasan klasik seperti banjir dan pemerataan penduduk. Namun Jokowi sebetulnya tak terlalu memperdulikan hak masyarakat adat yang pada akhirnya terberengus.

Menurut Alwaton (2023) dalam jurnal penelitiannya, pemindahan IKN justru akan banyak mendapatkan penolakan dan kritikan baik dari akademisi, NGO hingga masyarakat adat dan lokal setempat yang terdampak langsung.

Penolakan yang disebut-sebut misalnya mengenai Pulau Kalimantan yang sedari dulu merupakan paru-paru dunia. Apabila ruang hijau ini digunakan secara serampangan, bukan tak mungkin akan banyak menimbulkan masalah yang berkaitan dengan flora dan fauna setempat hingga masyarakat lokal itu sendiri.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More