Influencer yang Dilibatkan Pemerintah Tak Paham Materi
Selasa, 25 Agustus 2020 - 10:36 WIB
JAKARTA - Pelibatan influencer dalam program yang dijalankan pemerintah ternyata memantik persoalan baru. Apalagi, Indonesia Corruption Watch (ICW) belakangan lalu menemukan anggaran pemerintah senilai Rp90,45 miliar dalam kurun waktu 2017-2020 yang digelontorkan untuk para influencer.
Peneliti Bidang Sosial The Indonesian Institute (TII) Vunny Wijaya mendorong pemerintah untuk meninjau kembali apakah program yang sudah menghabiskan dana miliaran rupiah tersebut berjalan efektif atau tidak. Ia tak menampik jika di era kolaborasi dan digital seperti saat ini, pemerintah dimungkinkan berkolaborasi dengan banyak pihak termasuk penggiat media sosial yang salah satunya adalah influencer.
(Baca: Pemerintah Diminta Ungkap Influencer yang Mendapat Anggaran Publik)
“Adanya influencer memungkinkan program-program pemerintah dapat diinformasikan dan dikemas dengan lebih menarik. Tetapi perlu dilihat dulu muatan informasi yang disampaikan itu apa. Kalau misalnya promosi atau produk wisata menurut saya boleh-boleh saja dengan catatan harus tetap ada kriteria yang jelas untuk target yang ingin dicapai dan evaluasi dampaknya,” jelas Vunny dalam keterangan tertulisnya yang diterima SINDOnews, Selasa (25/8/2020).
Ia menilai komunikasi influencer cenderung satu arah. Bahkan, dari apa yang terjadi baru-baru ini, tampaknya influencer yang dilibatkan juga tidak selalu paham tentang isi materi yang dikampanyekan. Hal ini menurutnya perlu menjadi perhatian bersama.
“Jika yang disampaikan influencer terkait kebijakan publik, seharusnya terdapat proses konsultasi publik atau komunikasi dua arah yang intens antara pemerintah dengan publik. Misalnya, terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), penggunaan jasa influencer menjadi kurang efektif,” ujarnya.
(Baca: Idealnya Para Menteri Merangkap sebagai 'Buzzer Resmi')
Dalam situasi sulit akibat pandemi sekarang ini, lanjut Vunny, salah satu yang dibutuhkan masyarakat adalah adanya ruang untuk menyampaikan pendapat. Misalnya, forum diskusi baik secara luring maupun daring atau bisa juga dibuatkan platform komunikasi daring dalam situs kementerian terkait.
“Pada intinya, pemerintah harus tetap mengedepankan komunikasi dua arah untuk menjangkau partisipasi publik secara lebih luas,” tukas dia.
Peneliti Bidang Sosial The Indonesian Institute (TII) Vunny Wijaya mendorong pemerintah untuk meninjau kembali apakah program yang sudah menghabiskan dana miliaran rupiah tersebut berjalan efektif atau tidak. Ia tak menampik jika di era kolaborasi dan digital seperti saat ini, pemerintah dimungkinkan berkolaborasi dengan banyak pihak termasuk penggiat media sosial yang salah satunya adalah influencer.
(Baca: Pemerintah Diminta Ungkap Influencer yang Mendapat Anggaran Publik)
“Adanya influencer memungkinkan program-program pemerintah dapat diinformasikan dan dikemas dengan lebih menarik. Tetapi perlu dilihat dulu muatan informasi yang disampaikan itu apa. Kalau misalnya promosi atau produk wisata menurut saya boleh-boleh saja dengan catatan harus tetap ada kriteria yang jelas untuk target yang ingin dicapai dan evaluasi dampaknya,” jelas Vunny dalam keterangan tertulisnya yang diterima SINDOnews, Selasa (25/8/2020).
Ia menilai komunikasi influencer cenderung satu arah. Bahkan, dari apa yang terjadi baru-baru ini, tampaknya influencer yang dilibatkan juga tidak selalu paham tentang isi materi yang dikampanyekan. Hal ini menurutnya perlu menjadi perhatian bersama.
“Jika yang disampaikan influencer terkait kebijakan publik, seharusnya terdapat proses konsultasi publik atau komunikasi dua arah yang intens antara pemerintah dengan publik. Misalnya, terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), penggunaan jasa influencer menjadi kurang efektif,” ujarnya.
(Baca: Idealnya Para Menteri Merangkap sebagai 'Buzzer Resmi')
Dalam situasi sulit akibat pandemi sekarang ini, lanjut Vunny, salah satu yang dibutuhkan masyarakat adalah adanya ruang untuk menyampaikan pendapat. Misalnya, forum diskusi baik secara luring maupun daring atau bisa juga dibuatkan platform komunikasi daring dalam situs kementerian terkait.
“Pada intinya, pemerintah harus tetap mengedepankan komunikasi dua arah untuk menjangkau partisipasi publik secara lebih luas,” tukas dia.
(muh)
tulis komentar anda