Revisi UU Penyiaran, KPI Siap Tampung Masukan Publik
Kamis, 11 Juli 2024 - 16:57 WIB
JAKARTA - Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Ubaidillah menyatakan siap menampung apa pun masukan publik terkait revisi Undang-Undang ( RUU) Penyiaran . Masukan publik sangat dibutuhkan demi menjawab tantangan ke depan yang kian kompleks.
Hal itu ditegaskan Ubaidillah usai membuka seminar bertajuk "Keterbukaan Informasi Publik dan Demokratisasi Media Penyiaran di Indonesia" di Auditorium Harun Nasution, UIN Jakarta, Kamis (11/7/2024).
"Tentunya kalau kemarin ramai, ya wajar sebagai negara demokrasi. Apa saja yang perlu disampaikan ke publik bahwa nanti KPI secara kelembagaan pasti akan mengundang teman-teman apa pun apakah asosiasi lembaga penyiaran, masyarakat kampus, dan lain-lain," katanya.
'Bila ada dari, nanti jika sudah bergeser ke pemerintah bahwa draf itu yang kurang berkenan di publik, kan begitu. Kalau sekarang yang diramaikan kan hal-hal yang belum resmi disampaikan ke pemerintah. Jadi kita masih menunggu sebagai kelembagaan KPI, tapi sebagai lembaga negara yang mengawasi lembaga penyiaran kita terus melakukan diskusi, termasuk hari ini menerima masukan-masukan publik," ujarnya.
Menurut Ubaidillah, masukan publik sangat dibutuhkan demi menjawab tantangan ke depan yang kian kompleks. "Kira-kira apa yang bisa berpengaruh, tidak hanya soal kelembagaan KPI, tapi bagaimana bisnis penyiaran ke depan, dengan tantangan baru, era digital, ada platform media baru yang harus juga menyiarkan isu-isu yang sama, dan bagaimana pengaturannya, intinya negara hadir," paparnya.
Ia meyakinkan masyarakat revisi UU Penyiaran tidak bertujuan mengamputasi kebebasan pers. Namun, KPI sebagai lembaga sebuah negara bertanggung jawab mengatur detail setiap hal yang berkaitan dengan penyiaran.
"Bagi negara perlu ada kepastian, jangan sampai ketika KPI mengawasi lembaga penyiaran TV dan radio, sedangkan yang lain diperlakukan tidak sama. Intinya semangatnya sama, TV ada pengawasnya, media baru juga ada pengawasnya, dalam konteks bukan memberangus kebebasan berekspresi, tapi bagaimana mengatur ini bersama-sama," katanya.
Hal itu ditegaskan Ubaidillah usai membuka seminar bertajuk "Keterbukaan Informasi Publik dan Demokratisasi Media Penyiaran di Indonesia" di Auditorium Harun Nasution, UIN Jakarta, Kamis (11/7/2024).
"Tentunya kalau kemarin ramai, ya wajar sebagai negara demokrasi. Apa saja yang perlu disampaikan ke publik bahwa nanti KPI secara kelembagaan pasti akan mengundang teman-teman apa pun apakah asosiasi lembaga penyiaran, masyarakat kampus, dan lain-lain," katanya.
'Bila ada dari, nanti jika sudah bergeser ke pemerintah bahwa draf itu yang kurang berkenan di publik, kan begitu. Kalau sekarang yang diramaikan kan hal-hal yang belum resmi disampaikan ke pemerintah. Jadi kita masih menunggu sebagai kelembagaan KPI, tapi sebagai lembaga negara yang mengawasi lembaga penyiaran kita terus melakukan diskusi, termasuk hari ini menerima masukan-masukan publik," ujarnya.
Menurut Ubaidillah, masukan publik sangat dibutuhkan demi menjawab tantangan ke depan yang kian kompleks. "Kira-kira apa yang bisa berpengaruh, tidak hanya soal kelembagaan KPI, tapi bagaimana bisnis penyiaran ke depan, dengan tantangan baru, era digital, ada platform media baru yang harus juga menyiarkan isu-isu yang sama, dan bagaimana pengaturannya, intinya negara hadir," paparnya.
Ia meyakinkan masyarakat revisi UU Penyiaran tidak bertujuan mengamputasi kebebasan pers. Namun, KPI sebagai lembaga sebuah negara bertanggung jawab mengatur detail setiap hal yang berkaitan dengan penyiaran.
"Bagi negara perlu ada kepastian, jangan sampai ketika KPI mengawasi lembaga penyiaran TV dan radio, sedangkan yang lain diperlakukan tidak sama. Intinya semangatnya sama, TV ada pengawasnya, media baru juga ada pengawasnya, dalam konteks bukan memberangus kebebasan berekspresi, tapi bagaimana mengatur ini bersama-sama," katanya.
(abd)
Lihat Juga :
tulis komentar anda