Dewan Pers Catat 28 Kasus Kekerasan Dialami Jurnalis Sepanjang 2024
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dewan Pers mencatat terjadi 28 laporan tindakan kekerasan terhadap jurnalis yang terjadi selama Januari-Juni 2024. Kekerasan itu pun telah ditindaklanjuti oleh Dewan Pers melalui Satgas Kekerasan Terhadap Wartawan/Pers.
Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengatakan, 28 kasus kekerasan tersebut berupa berbagai hal mulai dari ancaman, pelarangan liputan, kekerasan fisik, teror hingga teror melalui WhatsApp jurnalis karena memberitakan dugaan tindak pidana korupsi.
"Ada 28 kekerasan sejak Januari sampai Juni, ada ancaman, pelarangan liputan, kekerasan fisik, teror dan intimidasi, penuntutan hukum, serangan digital," tutur Ninik di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (24/7/2024).
Ninik menyebutkan, 28 kasus itu terjadi sejumlah daerah. Rinciannya, 2 kasus di Jawa Timur; 3 kasus Jawa Tengah; 4 kasus di Sulawesi Tengah; 3 kasus Sulawesi Selatan.
Selain itu, 3 kasus DKI Jakarta; 1 kasus Maluku; 2 kasus di Maluku Utara; 1 kasus di Papua Barat; 1 kasus di Papua Tengah; 2 kasus di Denpasar; 2 kasus di Bengkulu; 2 kasus di Papua Tengah; 1 kasus di Sumatera Utara, dan 1 kasus di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Dalam kasus kekerasan terhadap jurnalis ini tidak berdasarkan delik aduan. Sehingga, apabila terjadi kekerasan terhadap jurnalis, sudah seharusnya aparat penegak hukum turun segera menanganinya. "Kekerasan ini tidak perlu ada delik aduan, jadi kalau ada kejadian, langsung turun. Tidak juga mengenal kata damai saja, itu udah salah," ungkap dia.
Ninik menambahkan, saat ini Dewan Pers menyebut perlindungan kepada jurnalis belum benar-benar menyeluruh. Meski Dewan Pers sudah menggandeng Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), namun hal itu hanya sebatas perlindungan fisik.
Ninik mendorong agar tidak hanya ada Memorandum of Understanding (MoU) semata antara Dewan Pers dengan aparat penegak hukum untuk menangani kasus kekerasan terhadap jurnalis. Negara perlu hadir secara lebih memberikan perlindungan kepada jurnalis yang memiliki peranan penting. "Saya mendorong adanya Peraturan Jaksa Agung (Perja) oleh Kejaksaan atas hal ini dan juga saya sudah sampaikan kepada Polri untuk adanya Perkap (Peraturan Kapolri)," ujar Ninik.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) Harli Siregar menambahkan Kejaksaan dengan Dewan Pers telah memiliki MoU mengenai pencegahan dan penanganan keselamatan jurnalis. Diakui Harli, kasus kekerasan terhadap jurnalis dipandang Korps Adhyaksa sebagai suatu yang sangat urgen.
"Melihat bagaimana situasi kondisi sekarang yang dialami teman-teman media di lapangan, kami melihat bahwa kami perlu menggandeng Dewan Pers sebagai lembaga yang paling tepat untuk menjawab itu," katanya.
Lihat Juga: Turnamen Golf HUT ke-65 Pepabri Berlangsung Meriah, Agum Gumelar: Ajang Silaturahmi TNI-Polri
Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengatakan, 28 kasus kekerasan tersebut berupa berbagai hal mulai dari ancaman, pelarangan liputan, kekerasan fisik, teror hingga teror melalui WhatsApp jurnalis karena memberitakan dugaan tindak pidana korupsi.
"Ada 28 kekerasan sejak Januari sampai Juni, ada ancaman, pelarangan liputan, kekerasan fisik, teror dan intimidasi, penuntutan hukum, serangan digital," tutur Ninik di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (24/7/2024).
Ninik menyebutkan, 28 kasus itu terjadi sejumlah daerah. Rinciannya, 2 kasus di Jawa Timur; 3 kasus Jawa Tengah; 4 kasus di Sulawesi Tengah; 3 kasus Sulawesi Selatan.
Selain itu, 3 kasus DKI Jakarta; 1 kasus Maluku; 2 kasus di Maluku Utara; 1 kasus di Papua Barat; 1 kasus di Papua Tengah; 2 kasus di Denpasar; 2 kasus di Bengkulu; 2 kasus di Papua Tengah; 1 kasus di Sumatera Utara, dan 1 kasus di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Baca Juga
Dalam kasus kekerasan terhadap jurnalis ini tidak berdasarkan delik aduan. Sehingga, apabila terjadi kekerasan terhadap jurnalis, sudah seharusnya aparat penegak hukum turun segera menanganinya. "Kekerasan ini tidak perlu ada delik aduan, jadi kalau ada kejadian, langsung turun. Tidak juga mengenal kata damai saja, itu udah salah," ungkap dia.
Ninik menambahkan, saat ini Dewan Pers menyebut perlindungan kepada jurnalis belum benar-benar menyeluruh. Meski Dewan Pers sudah menggandeng Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), namun hal itu hanya sebatas perlindungan fisik.
Ninik mendorong agar tidak hanya ada Memorandum of Understanding (MoU) semata antara Dewan Pers dengan aparat penegak hukum untuk menangani kasus kekerasan terhadap jurnalis. Negara perlu hadir secara lebih memberikan perlindungan kepada jurnalis yang memiliki peranan penting. "Saya mendorong adanya Peraturan Jaksa Agung (Perja) oleh Kejaksaan atas hal ini dan juga saya sudah sampaikan kepada Polri untuk adanya Perkap (Peraturan Kapolri)," ujar Ninik.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) Harli Siregar menambahkan Kejaksaan dengan Dewan Pers telah memiliki MoU mengenai pencegahan dan penanganan keselamatan jurnalis. Diakui Harli, kasus kekerasan terhadap jurnalis dipandang Korps Adhyaksa sebagai suatu yang sangat urgen.
"Melihat bagaimana situasi kondisi sekarang yang dialami teman-teman media di lapangan, kami melihat bahwa kami perlu menggandeng Dewan Pers sebagai lembaga yang paling tepat untuk menjawab itu," katanya.
Lihat Juga: Turnamen Golf HUT ke-65 Pepabri Berlangsung Meriah, Agum Gumelar: Ajang Silaturahmi TNI-Polri
(cip)