Kisah Klasik Tentang Perempuan
Kamis, 11 Juli 2024 - 14:22 WIB
Sangat wajar apabila sebuah pengharapan terakhir dilimpahkan kepada pihak yang dianggap lebih kuat. Orang cenderung akan mengusahakan mandiri lebih dahulu sebelum menyerah dan meminta pertolongan. Sampai di titik ini, baik Sakarya maupun orang-orang Dukuh Paruk belum mengerti, ketidakseimbangan seperti apa yang menuntut raibnya kehadiran sang ronggeng.
baca juga: Tionghoa dalam Pendidikan Sejarah di Indonesia
Maka, mereka menganggap Rasus adalah tangan-tangan Semesta yang dihadirkan untuk membantu proses penyeimbangan. Penyeimbang itu memang akhirnya bersedia menerima perannya, walaupun badai yang ia lewatkan begitu luar biasa. Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.
Ini dongeng kecil bermakna besar. Sungguh seperti membaca dongeng, begitulah cara Ahmad Tohari bertutur. Seperti Cok Sawitri yang begitu rapi menerangkan gerak alam beserta isinya, itu pula yang dilakukan Ahmad Tohari. Namun, kali ini saya malah tidak mampu menjelaskan lebih banyak lagi tentang buku ini. Tepatnya, tentang bagaimana seorang maestro menuturkan sebuah kisah klasik tentang perempuan.
Selayaknya kebanyakan buku fiksi yang lahir dari tangan terampil, lebih baik dinikmati saja tanpa perlu dikomentari macam-macam. Itu komentar yang paling sering saya pakai jika kehabisan kata-kata. Dongeng yang baik memang tidak perlu sampai meruwetkan isi kepala pembaca. Dongeng yang baik adalah yang mampu menghadirkan pemahaman utuh untuk pembacanya. Sekian.
Judul buku : Ronggeng Dukuh Paruk
Penulis : Ahmad Tohari
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetak : Edisi 50 Tahun GPU, April 2024
Tebal : 520 halaman
baca juga: Tionghoa dalam Pendidikan Sejarah di Indonesia
Maka, mereka menganggap Rasus adalah tangan-tangan Semesta yang dihadirkan untuk membantu proses penyeimbangan. Penyeimbang itu memang akhirnya bersedia menerima perannya, walaupun badai yang ia lewatkan begitu luar biasa. Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.
Ini dongeng kecil bermakna besar. Sungguh seperti membaca dongeng, begitulah cara Ahmad Tohari bertutur. Seperti Cok Sawitri yang begitu rapi menerangkan gerak alam beserta isinya, itu pula yang dilakukan Ahmad Tohari. Namun, kali ini saya malah tidak mampu menjelaskan lebih banyak lagi tentang buku ini. Tepatnya, tentang bagaimana seorang maestro menuturkan sebuah kisah klasik tentang perempuan.
Selayaknya kebanyakan buku fiksi yang lahir dari tangan terampil, lebih baik dinikmati saja tanpa perlu dikomentari macam-macam. Itu komentar yang paling sering saya pakai jika kehabisan kata-kata. Dongeng yang baik memang tidak perlu sampai meruwetkan isi kepala pembaca. Dongeng yang baik adalah yang mampu menghadirkan pemahaman utuh untuk pembacanya. Sekian.
Judul buku : Ronggeng Dukuh Paruk
Penulis : Ahmad Tohari
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetak : Edisi 50 Tahun GPU, April 2024
Tebal : 520 halaman
tulis komentar anda