Brand Empathy yang Efektif di Masa New Normal
Kamis, 20 Agustus 2020 - 21:59 WIB
Damon Hakim
CEO Redcomm Indonesia
KITA belum lepas dari krisis. Perekonomian belum sepenuhnya pulih, dan mungkin tidak akan pernah kembali ke level yang sama sebelum pandemi. Konsumen pada umumnya berada dalam situasi sulit. Jadi, satu-satunya yang perlu dilakukan pemilik brand di masa new normal ini adalah membantu mereka.
Untuk bisa efektif membantu, mereka perlu memahami masalah yang dihadapi pelanggan dan konsumen terlebih dahulu. Disinilah perlunya menciptakan empati brand sehingga aktivitas pemasaran menjadi sebuah kekuatan yang bertujuan baik.
Empati adalah kemampuan kita untuk memahami dan merasakan apa yang dirasakan orang lain karena kita bisa menempatkan diri di dalam posisi dan perspektif orang lain. Lewat empati, sebuah brand masuk ke dalam pikiran dan perasaan konsumen, paham kesulitan yang mereka hadapi, lalu mengambil aksi untuk membantu. Output dari empati adalah solusi.
Ini berbeda dari simpati, dimana kita hanya ikut mengekspresikan perasaan yang sama dengan orang lain. Mayoritas aktivitas komunikasi pemasaran brand jatuh pada kategori ini, bersimpati. Setidaknya hal ini terjadi pada awal-awal masa pandemi.
Dalam video di YouTube berjudul Every Covid-19 Commercial is Exactly The Same, akun Microsoft Sam menampilkan kompilasi iklan dari sejumlah brand ternama. Video tersebut dengan pintar menunjukkan iklan-iklan semasa Covid-19 menampilkan ekspresi “kesedihan” yang sama. Seperti sebuah “template” komunikasi di masa pandemi.
Di media sosial, akun brand ramai menyerukan untuk memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak dan tetap di rumah saja. Ada tagar-tagar wajib seperti #dirumahsaja #bersatulawancorona dan #newnormal2020.
Lalu ada masanya brand memberikan ucapan terimakasih kepada orang-orang yang berada di garis depan “perang melawan pandemi.” Awalnya kepada tenaga medis, lalu kepada mereka yang kerjanya harus keluar rumah, seperti ojek online, kurir dan cleaning service. Hal ini tentu saja tidak salah supaya komunikasi brand tetap kontekstual.
CEO Redcomm Indonesia
KITA belum lepas dari krisis. Perekonomian belum sepenuhnya pulih, dan mungkin tidak akan pernah kembali ke level yang sama sebelum pandemi. Konsumen pada umumnya berada dalam situasi sulit. Jadi, satu-satunya yang perlu dilakukan pemilik brand di masa new normal ini adalah membantu mereka.
Untuk bisa efektif membantu, mereka perlu memahami masalah yang dihadapi pelanggan dan konsumen terlebih dahulu. Disinilah perlunya menciptakan empati brand sehingga aktivitas pemasaran menjadi sebuah kekuatan yang bertujuan baik.
Empati adalah kemampuan kita untuk memahami dan merasakan apa yang dirasakan orang lain karena kita bisa menempatkan diri di dalam posisi dan perspektif orang lain. Lewat empati, sebuah brand masuk ke dalam pikiran dan perasaan konsumen, paham kesulitan yang mereka hadapi, lalu mengambil aksi untuk membantu. Output dari empati adalah solusi.
Ini berbeda dari simpati, dimana kita hanya ikut mengekspresikan perasaan yang sama dengan orang lain. Mayoritas aktivitas komunikasi pemasaran brand jatuh pada kategori ini, bersimpati. Setidaknya hal ini terjadi pada awal-awal masa pandemi.
Dalam video di YouTube berjudul Every Covid-19 Commercial is Exactly The Same, akun Microsoft Sam menampilkan kompilasi iklan dari sejumlah brand ternama. Video tersebut dengan pintar menunjukkan iklan-iklan semasa Covid-19 menampilkan ekspresi “kesedihan” yang sama. Seperti sebuah “template” komunikasi di masa pandemi.
Di media sosial, akun brand ramai menyerukan untuk memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak dan tetap di rumah saja. Ada tagar-tagar wajib seperti #dirumahsaja #bersatulawancorona dan #newnormal2020.
Lalu ada masanya brand memberikan ucapan terimakasih kepada orang-orang yang berada di garis depan “perang melawan pandemi.” Awalnya kepada tenaga medis, lalu kepada mereka yang kerjanya harus keluar rumah, seperti ojek online, kurir dan cleaning service. Hal ini tentu saja tidak salah supaya komunikasi brand tetap kontekstual.
Lihat Juga :
tulis komentar anda