75 Tahun Usia MA, YLBHI Sodorkan 7 Rekomendasi Pembaruan MA dan Pengadilan
Kamis, 20 Agustus 2020 - 06:22 WIB
Kelimabelas, hakim melanggar asas praduga tak bersalah.
Keenambelas, hakim tidak memiliki perspektif gender. Untuk catatan terakhir, Era mengatakan, tidak adanya perspektif gender oleh hakim utamanya dalam kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan. "Akibatnya, para korban seperti menjadi korban berkali-kali dan menerima trauma atas perlakuan hakim," ujarnya.
Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhamad Isnur melihat 16 catatan permasalahan yang ada tersebut, maka YLBHI merekomendasikan tujuh hal kepada MA untuk dijalankan.
Pertama, memberikan pemahaman lebih banyak dan mendalam bagi para hakim mengenai hak asasi manusia dan perspektif gender.
Kedua, menjadikan integritas dan antikorupsi tidak hanya sebagai slogan, tetapi sebagai nilai yang terinternalisasi.
"Tiga, menindak tegas hakim atau perangkat pengadilan yang terbukti melanggar nilai-nilai antikorupsi, hak asasi manusia, dan gender," kata Isnur.
Keempat, mengeluarkan aturan dasar pelaksanaan teknis bagi permohonan eksekusi agar suatu putusan dapat dieksekusi.
Kelima, memastikan modernisasi pengadilan berjalan sesuai cita-cita Mahkamah Agung yakni peradilan yang cepat, sederhana dan biaya ringan termasuk kanal pengaduan yang efektif terhadap masalah dalam modernisasi pengadilan ini.
Keenam, mengeluarkan petunjuk teknis penanganan kasus-kasus pidana kehutanan dan lingkungan hidup sehingga tidak terjadi lagi disparitas putusan di lingkungan peradilan umum.
"Tujuh, mengeluarkan petunjuk teknis tentang hukum acara dalam hal terdapat pengakuan bahwa terdakwa telah disiksa. Beban pembuktian kasus penyiksaan haruslah pada penuntut umum, bukan terdakwa. Pembuktian kasus penyiksaan harus dianggap tidak cukup hanya dengan menghadirkan saksi-saksi verbalisan, tetapi dengan bukti-bukti lain," ungkapnya.
Keenambelas, hakim tidak memiliki perspektif gender. Untuk catatan terakhir, Era mengatakan, tidak adanya perspektif gender oleh hakim utamanya dalam kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan. "Akibatnya, para korban seperti menjadi korban berkali-kali dan menerima trauma atas perlakuan hakim," ujarnya.
Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhamad Isnur melihat 16 catatan permasalahan yang ada tersebut, maka YLBHI merekomendasikan tujuh hal kepada MA untuk dijalankan.
Pertama, memberikan pemahaman lebih banyak dan mendalam bagi para hakim mengenai hak asasi manusia dan perspektif gender.
Kedua, menjadikan integritas dan antikorupsi tidak hanya sebagai slogan, tetapi sebagai nilai yang terinternalisasi.
"Tiga, menindak tegas hakim atau perangkat pengadilan yang terbukti melanggar nilai-nilai antikorupsi, hak asasi manusia, dan gender," kata Isnur.
Keempat, mengeluarkan aturan dasar pelaksanaan teknis bagi permohonan eksekusi agar suatu putusan dapat dieksekusi.
Kelima, memastikan modernisasi pengadilan berjalan sesuai cita-cita Mahkamah Agung yakni peradilan yang cepat, sederhana dan biaya ringan termasuk kanal pengaduan yang efektif terhadap masalah dalam modernisasi pengadilan ini.
Keenam, mengeluarkan petunjuk teknis penanganan kasus-kasus pidana kehutanan dan lingkungan hidup sehingga tidak terjadi lagi disparitas putusan di lingkungan peradilan umum.
"Tujuh, mengeluarkan petunjuk teknis tentang hukum acara dalam hal terdapat pengakuan bahwa terdakwa telah disiksa. Beban pembuktian kasus penyiksaan haruslah pada penuntut umum, bukan terdakwa. Pembuktian kasus penyiksaan harus dianggap tidak cukup hanya dengan menghadirkan saksi-saksi verbalisan, tetapi dengan bukti-bukti lain," ungkapnya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda