Meneropong Jakarta Tanpa Ibu Kota
Selasa, 28 Mei 2024 - 05:20 WIB
Anggaran belanja yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat untuk Jakarta saat tidak lagi menjadi ibu kota pasti akan dipangkas. Ini mengakibatkan APBD Jakarta akan lebih kecil dari tahun-tahun sebelumnya. Sebagai gambaran APBD Jakarta untuk tahun 2024 ini sebesar Rp81,71 triliun, sebelumnya pada 2003 berjumlah Rp79,52 triliun.
Menurunnya APBD ini akan berpengaruh pada operasional Pemerintah Daerah. Mampukah Pemda Jakarta mengelola kota terbesar di Indonesia ini dengan anggaran yang terbatas? Andreas meyakini, meski APBD turun penerimaan Pemda Jakarta dari sektor swasta seperti pajak, restribusi dan lain-lain akan meningkat.
Pasalnya, bisnis di Jakarta setelah tidak lagi menjadi ibu kota akan makin menggeliat, apalagi bisnis yang terkait MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition). Setelah tidak menjadi ibu kota, menurut Andreas, status kota ini akan semakin jelas.
Saat ini Jakarta boleh dibilang merupakan kota gado-gado. Kota ini menjadi kota pusat kegiatan ekonomi sekaligus juga pusat pemerintahan, kota pusat kegiatan politik, kota budaya dan sebagainya. Setelah melepas statusnya menjadi ibu kota, Jakarta akan menjadi global city. Urusan politik dan pemerintahan tidak lagi ditanggung kota ini. Disinilah Andreas meyakini gerak sektor swasta akan makin leluasa, makin lincah bergerak.
Sebagai perbandingan saat menjadi ibu kota, hampir setiap hari ada demonstrasi. Kegiatan ini memang diperbolehkan oleh Undang Undang dan pemerintah wajib memfasilitasinya. Implikasinya, saat demonstrasi ada ruas-ruas jalan utama di Jakarta yang ditutup untuk memfasilitasi kegiatan ini. Kemacetan pun tak bisa dihindari
Ini jelas mengganggu kegiatan ekonomi. Belum lagi jika demonstrasi itu berlangsung ricuh, anarkis, hingga mengganggu ketertiban umum. Sarana transportasi lumpuh, mobilitas penduduk pun terganggu. Banyak pihak yang dirugikan, termasuk pelaku bisnis.
Selama masa kampanye Pilpres dan Pileg 2024, yang berlangsung antara November 2023-Februari 2024 untuk menjaga kondisi keamanan dan ketertiban di Jakarta, dilarang ada kegiatan yang dapat mengundang masa dalam jumlah besar. Seperti misalnya, kegiatan pameran yang berlangsung dalam waktu lama, konser musik dan pertandingan olahraga.
Bayangkan berapa banyak kesempatan dan peluang yang hilang akibat kebijakan tersebut yang dirasakan oleh para pelaku industri MICE. Padahal selama ini industri MICE menjadi pendukung utama sektor pariwisata di Jakarta. Turut juga menggerakkan ekonomi Jakarta.
Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi DKI Jakarta Andhika Permata mengungkapkan, selama 2023 dari transaksi berbagai kegiatan pameran di Jakarta mampu meraih omset sekitar Rp150 triliun. Lebih besar dari APBD 2023. Dari kegiatan konser musik juga menciptakan perputaran bisnis yang cukup besar.
baca juga: Ibu Kota Bakal Pindah, Ini Tantangan Jakarta Menuju Kota Global
Menurunnya APBD ini akan berpengaruh pada operasional Pemerintah Daerah. Mampukah Pemda Jakarta mengelola kota terbesar di Indonesia ini dengan anggaran yang terbatas? Andreas meyakini, meski APBD turun penerimaan Pemda Jakarta dari sektor swasta seperti pajak, restribusi dan lain-lain akan meningkat.
Pasalnya, bisnis di Jakarta setelah tidak lagi menjadi ibu kota akan makin menggeliat, apalagi bisnis yang terkait MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition). Setelah tidak menjadi ibu kota, menurut Andreas, status kota ini akan semakin jelas.
Saat ini Jakarta boleh dibilang merupakan kota gado-gado. Kota ini menjadi kota pusat kegiatan ekonomi sekaligus juga pusat pemerintahan, kota pusat kegiatan politik, kota budaya dan sebagainya. Setelah melepas statusnya menjadi ibu kota, Jakarta akan menjadi global city. Urusan politik dan pemerintahan tidak lagi ditanggung kota ini. Disinilah Andreas meyakini gerak sektor swasta akan makin leluasa, makin lincah bergerak.
Sebagai perbandingan saat menjadi ibu kota, hampir setiap hari ada demonstrasi. Kegiatan ini memang diperbolehkan oleh Undang Undang dan pemerintah wajib memfasilitasinya. Implikasinya, saat demonstrasi ada ruas-ruas jalan utama di Jakarta yang ditutup untuk memfasilitasi kegiatan ini. Kemacetan pun tak bisa dihindari
Ini jelas mengganggu kegiatan ekonomi. Belum lagi jika demonstrasi itu berlangsung ricuh, anarkis, hingga mengganggu ketertiban umum. Sarana transportasi lumpuh, mobilitas penduduk pun terganggu. Banyak pihak yang dirugikan, termasuk pelaku bisnis.
Selama masa kampanye Pilpres dan Pileg 2024, yang berlangsung antara November 2023-Februari 2024 untuk menjaga kondisi keamanan dan ketertiban di Jakarta, dilarang ada kegiatan yang dapat mengundang masa dalam jumlah besar. Seperti misalnya, kegiatan pameran yang berlangsung dalam waktu lama, konser musik dan pertandingan olahraga.
Bayangkan berapa banyak kesempatan dan peluang yang hilang akibat kebijakan tersebut yang dirasakan oleh para pelaku industri MICE. Padahal selama ini industri MICE menjadi pendukung utama sektor pariwisata di Jakarta. Turut juga menggerakkan ekonomi Jakarta.
Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi DKI Jakarta Andhika Permata mengungkapkan, selama 2023 dari transaksi berbagai kegiatan pameran di Jakarta mampu meraih omset sekitar Rp150 triliun. Lebih besar dari APBD 2023. Dari kegiatan konser musik juga menciptakan perputaran bisnis yang cukup besar.
baca juga: Ibu Kota Bakal Pindah, Ini Tantangan Jakarta Menuju Kota Global
Lihat Juga :
tulis komentar anda