Meneropong Jakarta Tanpa Ibu Kota

Selasa, 28 Mei 2024 - 05:20 WIB
loading...
Meneropong Jakarta Tanpa...
Foto: Dok SINDOnews
A A A
SUHU politik di Jakarta masih tetap saja tinggi, meski Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) sudah usai. Kali ini Pemilihan Kepala Dearah (Pilkada) 2024 yang membuat tensi politik di Jakarta kembali memanas.

baca juga: Membenahi Jakarta Sepeninggalan Ibu Kota

Sejumlah tokoh nasional mulai dielus-elus, dijagokan untuk bisa maju dalam kontestasi pemilihan Gubernur Jakarta pada Pilkada 2024. Nama-nama besar seperti Ridwan Kamil , Anies Baswedan , Tri Rismaharini, Sri Mulyani, Heru Budi Hartono , Andika Prakasa dan lain-lain, mulai digadang-gadang untuk maju sebagai calon Gubernur Jakarta.

Pilkada Jakarta memang menarik, karena bakal diikuti oleh tokoh-tokoh terkenal yang memiliki banyak pendukung, serta melibatkan partai-partai politik besar. Sehingga tidak berlebihan jika dikatakan Pemilihan Gubernur di Jakarta ini memang terasa seperti Pilpres.

Bukan itu saja yang membuat menarik. Gubernur Jakarta yang baru nanti akan punya tugas khusus, yakni ikut mengawal proses transisi perpindahan Ibu Kota Jakarta ke Ibu Kota Nusantara (IKN). Bisa jadi Gubernur Jakarta yang terpilih nanti, menjadi gubernur terakhir saat Jakarta masih menyandang status sebagai ibu kota.

Proses transisi itu pun saat ini telah dimulai. Setelah pada 29 April lalu Presiden Joko Widodo menandatangani Undang Undang No.2/2024 Tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ). Sejatinya dengan adanya UU ini menjadi payung hukum untuk bisa melepas status ibu kota dari Jakarta.

Namun berdasarkan UU tersebut sebelum ada Keputusan Presiden (Kepres) yang menyatakan IKN sebagai ibu kota yang baru, Jakarta masih akan tetap sebagai Ibu Kota Negara Republik Indonesia. Setelah UU No.2/2024 ini diundangkan, banyak pertanyaan yang muncul. Seperti apa nantinya Jakarta setelah tidak lagi menjadi Ibu Kota? Apakah kota ini masih akan memiliki daya tarik? Apakah kegiatan bisnis di Jakarta masih akan menggeliat atau malah sebaliknya?

baca juga: Ibu Kota Pindah, Karakteristik Jakarta Bakal Berubah?

Hosea Andreas Rungkat, Chairman Asosiasi Perusahaan Pameran Indonesia (Asperapi)mengatakan, saat ini memang ada kekhawatiran bagaimana nanti kondisi Jakarta setelah tidak lagi menjadi ibu kota. Kekhawatiran itu muncul didasari anggaran belanja Pemerintah Daerah Jakarta akan menurun.

Anggaran belanja yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat untuk Jakarta saat tidak lagi menjadi ibu kota pasti akan dipangkas. Ini mengakibatkan APBD Jakarta akan lebih kecil dari tahun-tahun sebelumnya. Sebagai gambaran APBD Jakarta untuk tahun 2024 ini sebesar Rp81,71 triliun, sebelumnya pada 2003 berjumlah Rp79,52 triliun.

Menurunnya APBD ini akan berpengaruh pada operasional Pemerintah Daerah. Mampukah Pemda Jakarta mengelola kota terbesar di Indonesia ini dengan anggaran yang terbatas? Andreas meyakini, meski APBD turun penerimaan Pemda Jakarta dari sektor swasta seperti pajak, restribusi dan lain-lain akan meningkat.

Pasalnya, bisnis di Jakarta setelah tidak lagi menjadi ibu kota akan makin menggeliat, apalagi bisnis yang terkait MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition). Setelah tidak menjadi ibu kota, menurut Andreas, status kota ini akan semakin jelas.

Saat ini Jakarta boleh dibilang merupakan kota gado-gado. Kota ini menjadi kota pusat kegiatan ekonomi sekaligus juga pusat pemerintahan, kota pusat kegiatan politik, kota budaya dan sebagainya. Setelah melepas statusnya menjadi ibu kota, Jakarta akan menjadi global city. Urusan politik dan pemerintahan tidak lagi ditanggung kota ini. Disinilah Andreas meyakini gerak sektor swasta akan makin leluasa, makin lincah bergerak.

Sebagai perbandingan saat menjadi ibu kota, hampir setiap hari ada demonstrasi. Kegiatan ini memang diperbolehkan oleh Undang Undang dan pemerintah wajib memfasilitasinya. Implikasinya, saat demonstrasi ada ruas-ruas jalan utama di Jakarta yang ditutup untuk memfasilitasi kegiatan ini. Kemacetan pun tak bisa dihindari

Ini jelas mengganggu kegiatan ekonomi. Belum lagi jika demonstrasi itu berlangsung ricuh, anarkis, hingga mengganggu ketertiban umum. Sarana transportasi lumpuh, mobilitas penduduk pun terganggu. Banyak pihak yang dirugikan, termasuk pelaku bisnis.

Selama masa kampanye Pilpres dan Pileg 2024, yang berlangsung antara November 2023-Februari 2024 untuk menjaga kondisi keamanan dan ketertiban di Jakarta, dilarang ada kegiatan yang dapat mengundang masa dalam jumlah besar. Seperti misalnya, kegiatan pameran yang berlangsung dalam waktu lama, konser musik dan pertandingan olahraga.

Bayangkan berapa banyak kesempatan dan peluang yang hilang akibat kebijakan tersebut yang dirasakan oleh para pelaku industri MICE. Padahal selama ini industri MICE menjadi pendukung utama sektor pariwisata di Jakarta. Turut juga menggerakkan ekonomi Jakarta.

Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi DKI Jakarta Andhika Permata mengungkapkan, selama 2023 dari transaksi berbagai kegiatan pameran di Jakarta mampu meraih omset sekitar Rp150 triliun. Lebih besar dari APBD 2023. Dari kegiatan konser musik juga menciptakan perputaran bisnis yang cukup besar.

baca juga: Ibu Kota Bakal Pindah, Ini Tantangan Jakarta Menuju Kota Global

Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia LPEM FEB UI memperkirakan dari konser Coldplay selama satu hari di Jakarta (15 November 2023) menciptakan perputaran ekonomi baru sekitar Rp843,29 miliar, menyumbang PDB sebesar Rp434,65 miliar dan tambahan pendapatan rumah tangga pekerja Rp150,83 miliar.

Jika sudah tak lagi menjadi ibu kota, aksi demonstrasi di Jakarta tentu akan jauh berkurang, karena memang pusat pemerintahan sudah bergeser. Demikian juga jika ada agenda politik nasional, kegiatan konser musik, olahraga, pameran dan sejenisnya yang menyedot massa dalam jumlah banyak tetap bisa digelar.

Didukung oleh infrastruktur yang cukup komplet, Jakarta sebagai global city masih memiliki daya tarik meski tidak lagi menjadi ibu kota. Jakarta masih akan jadi kota tujuan musisi dunia untuk menggelar konser.

Para pelancong dari dalam maupun luar negeri masih akan berdatangan mengunjungi Jakarta, karena banyak obyek-obyek wisata menarik di sini. Pebisnis dari berbagai belahan dunia juga masih akan mengunjungi Jakarta, karena akan makin banyak kegiatan pameran, expo, ataupun trade show, bertaraf internasional yang digelar di kota ini.

Kegiatan konvensi, pertemuan berskala nasional maupun internasional, baik yang bersifat B to B maupun G to G, juga akan semakin ramai digelar. Inilah yang mendasari optimistisnya para pengusaha. Setelah tak lagi menjadi ibu kota, Jakarta bakal menjelma menjadi kota bisnis yang akan mendatangkan lebih banyak cuan.
(hdr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1488 seconds (0.1#10.140)