Punya Kekuatan Pressure, Buruh Disarankan Bikin Kontrak Politik di Pilkada
Rabu, 19 Agustus 2020 - 17:28 WIB
JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR, Saleh Pertaonan Daulay menyatakan, kalangan buruh memiliki masalah klasik berupa tuntutan yang belum sepenuhnya terpenuhi dari rezim ke rezim yang berkuasa. Hal ini dikatakan Saleh dalam diskusi virtual bertajuk 'Menakar Hak Buruh di Pilkada 2020 ', Rabu (19/8/2020).
(Baca juga: Fraksi PAN Ingatkan Calon Incumbent Tak Bahayakan Masyarakat Demi Pilkada)
Menurut Saleh, melalui berbagai organisasi buruh sebenarnya saluran politik yang dimiliki bisa disampaikan, dari yang kecil seperti mengurus gaji, asuransi, tunjangan hari raya, gaji ke-13 dan sebagainya.
(Baca juga: Jelang Pilkada, DPR Sebut Jangan Ada Tipuan Data Terkait Zona Hijau)
"Persoalan yang besar, organisasi yang punya induknya ini punya kekuatan pressure, seperti membahas RUU Cipta Kerja. Kelompok buruh ini melakukan demontrasi besar-besaran, sehingga pemerintah mencoba menunda kluster ketenagakerjaan dalam RUU Ciptaker ini," kata Saleh.
Saleh mengatakan, sayangya kekuatan presure yang dimiliki kalangan buruh dan pekerja ini tak dimanfaatkan secara maksimal, sehingga ketika negara dihadapkan pada situasi pandemi covid-19, terjadi pemutusan hubungan kerja di mana-mana terhadap buruh.
Untuk itu momentum Pilkada ini harus menjadi refleksi kalangan buruh untuk menggalang kekuatan politik mereka. "Kedepan, perlu ada kontrak politik antara calon kepala daerah dengan buruh agar menjaga kesejahteraan buruh di daerahnya," ujarnya.
Di kesempatan yang sama, Komisaris Pelindo Irma Suryani Chaniago melihat, sikap buruh tampak tidak solid. Ia menilai, banyak pemimpin organisasi buruh yang bersikap pragmatis dalam memperjuangkan hak-hak buruh, akibatnya setiap momentum kontestasi politik daerah para buruh justru tak mendapatkan apa-apa.
Politikus Partai Nasdem nonaktif ini memandang, komitmen kelompok buruh saat pilkada, tidak punya dampak positif terhadap calon yang didukung.
(Baca juga: Fraksi PAN Ingatkan Calon Incumbent Tak Bahayakan Masyarakat Demi Pilkada)
Menurut Saleh, melalui berbagai organisasi buruh sebenarnya saluran politik yang dimiliki bisa disampaikan, dari yang kecil seperti mengurus gaji, asuransi, tunjangan hari raya, gaji ke-13 dan sebagainya.
(Baca juga: Jelang Pilkada, DPR Sebut Jangan Ada Tipuan Data Terkait Zona Hijau)
"Persoalan yang besar, organisasi yang punya induknya ini punya kekuatan pressure, seperti membahas RUU Cipta Kerja. Kelompok buruh ini melakukan demontrasi besar-besaran, sehingga pemerintah mencoba menunda kluster ketenagakerjaan dalam RUU Ciptaker ini," kata Saleh.
Saleh mengatakan, sayangya kekuatan presure yang dimiliki kalangan buruh dan pekerja ini tak dimanfaatkan secara maksimal, sehingga ketika negara dihadapkan pada situasi pandemi covid-19, terjadi pemutusan hubungan kerja di mana-mana terhadap buruh.
Untuk itu momentum Pilkada ini harus menjadi refleksi kalangan buruh untuk menggalang kekuatan politik mereka. "Kedepan, perlu ada kontrak politik antara calon kepala daerah dengan buruh agar menjaga kesejahteraan buruh di daerahnya," ujarnya.
Di kesempatan yang sama, Komisaris Pelindo Irma Suryani Chaniago melihat, sikap buruh tampak tidak solid. Ia menilai, banyak pemimpin organisasi buruh yang bersikap pragmatis dalam memperjuangkan hak-hak buruh, akibatnya setiap momentum kontestasi politik daerah para buruh justru tak mendapatkan apa-apa.
Politikus Partai Nasdem nonaktif ini memandang, komitmen kelompok buruh saat pilkada, tidak punya dampak positif terhadap calon yang didukung.
tulis komentar anda