Mengurai Benang Kusut Kecelakaan Bus Pariwisata

Kamis, 16 Mei 2024 - 16:12 WIB
Oleh karena itu, Kemenhub juga harus mendorong terwujudnya industri transportasi darat, agar lebih kondusif dengan persaingan yang wajar. Boleh jadi kondisi seperti ini dipicu oleh fenomena over supply armada bus, dan akibatnya menimbulkan persaingan yang tidak sehat, untuk merebut penumpang dan konsumen. Kemenhub perlu me-review perizinan yang diberikan agar tidak jor-joran dalam memberikan perizinan bus AKAP, dan bus pariwisata. Apalagi saat ini dengan pembangunan jalan tol yang kian masif dan terintegrasi, menjadikan masyarakat lebih tertarik menggunakan kendaraan pribadi daripada angkutan umum seperti bus.

Artinya potensi market bagi penumpang bus akan makin menyusut, dan perebutan antar perusahaan bus akan makin keras. Persaingan yang tidak sehat akan menrunkan kinerja perusahaan bus dalam melayani masyarakat. Bisa dengan cara mengurangi biaya perawatan bus, atau tidak memberikan insentif yang layak kepada awak angkutannya. Dan akibatnya kinerja armada bus dan awak angkutannya akan menurun.



Hal mendesak yang tak boleh diabaikan adalah meningkatkan pengawasan oleh regulator, baik oleh Kementerian Perhubungan dan atau Dinas Perhubungan di masing-masing pemerintah daerah. Pengawasan itu bukan berarti memperketat pelaksanaan study tour, sebagaimana dilakukan oleh Pemprov Jabar, setelah kejadian di Ciater. Yang seharusnya dilakukan adalah pemerintah menjamin dan memastikan bahwa bus umum, bus pariwisata adalah sudah melalui uji kir yang memenuhi standar. Dan armada bus yang beroperasi adalah sudah aman digunakan.

Kementerian Perhubungan boleh saja mengimbau masyarakat agar kritis dalam memilih dan menggunakan bus pariwisata saat hendak berpariwisata. Namun imbauan ini terkesan ingin mengalihkan tanggung jawab sebagai regulator. Karena tugas regulator, Kemenhub harus melakukan pengawasan ketat terhadap keseluruhan perusahaan bus yang beroperasi, khususnya perusahaan bus kategori AKAP (Antar Kota Antar Provinsi), termasuk bus pariwisata. Apalagi, menurut data Ditjen Darat Kemenhub, jumlah kendaraan bus pariwisata berjumlah 16.297 unit, namun yang terdaftar di Sistem Perizinan Online Angkutan Darat dan Multi Moda (SPIONAM) hanya 10.147 unit (62,26 persen), dan sisanya 6.150 (37,34 persen) tidak terdaftar di SPIONAM Ditjen Darat Kemenhub.

Dengan kata lain, patut diduga yang tidak terdaftar ini adalah armada bus bermasalah. Dan artinya tidak ada jaminan keamanan dan keselamatan manakala digunakan oleh konsumen, sebagaimana bus yang mengalami kecelakaan di Ciater tersebut.

Sanksi keras juga sangat penting diberikan kepada perusahaan bus yang melakukan pelanggaran, baik saksi administrasi, sanksi perdata, maupun sanksi pidana. Hingga kini belum pernah ada sanksi keras yang diberikan kepada perusahaan bus yang melakukan pelanggaran berat, seperti pencabutan izin operasi. Atau manajemennya diproses secara pidana. Jadi bukan hanya awak angkutan saja (khususnya pengemudi) yang dijadikan tumbal dalam kecelakaan tersebut.

Sanksi keras sangat penting untuk memberikan efek jera, dan untuk mendorong terwujudnya perusahaan angkutan yang aman, selamat, dan nyaman bagi penggunanya. Bukan malah sebaliknya, menjadi horor bagi penggunanya. Tugas dan tanggung jawab negara untuk mewujudkan perusahaan angkutan yang nyaman, aman, dan manusiawi bagi warga negaranya.
(zik)
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More