Legislator: Nilai Tukar Rupiah Masih Lebih Baik dari Mata Uang Lain
Jum'at, 03 Mei 2024 - 18:43 WIB
Depresiasi Rupiah juga berisiko terhadap beban pembayaran utang/pinjaman, terutama surat utang dengan mata utang Dolar AS. Akan tetapi, penguatan Dolar AS juga dapat meningkatkan penerimaan dari aktivitas perdagangan internasional, seperti PPh Pasal 22 impor, PPN dan PPNBM impor, bea masuk, dan bea keluar.
Perubahan nilai tukar Rupiah juga bakal berdampak pada penerimaan PPh migas dan PNBP SDA migas. “Untuk itu, kami mendorong pemerintah untuk terus memantau pergerakan kurs Rupiah dan merumuskan langkah-langkah antisipasi yang dibutuhkan,” tuturnya.
Dia menuturkan, Komisi XI DPR mendukung Bank Indonesia (BI) untuk terus melakukan operasi moneter seperti intervensi di pasar valas secara spot dan DNDF (Domestic Non-Deliverable Forward), pembelian SBN dari pasar sekunder, serta pengelolaan likuiditas secara memadai.
Komisi XI DPR juga mendorong BI untuk terus mengoptimalkan berbagai instrumen moneter pro-market melalui instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI guna menarik aliran portofolio asing dari luar negeri sehingga mendukung stabilisasi nilai tukar Rupiah.
“Kami juga mendorong BI untuk mengoptimalkan penggunaan mata uang lokal dalam transaksi Indonesia dengan negara mitra atau Local Currency Transaction(LCT). Hingga akhir Maret 2024, transaksi LCT sudah mencapai 1,37 miliar dolar AS dengan melibatkan 3.504 pelaku,” ujar Puteri.
Penerapan LCT diharapannya dapat mengurangi ketergantungan pada mata uang dolar, mempermudah transaksi ekspor-impor, maupun mendorong investasi. BI perlu terus bersinergi bersama pemerintah dalam memaksimalkan implementasi instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) untuk menambah pasokan cadangan devisa di dalam negeri.
“Dengan demikian, Rupiah bisa semakin kuat dalam menghadapi tekanan di pasar keuangan global saat ini. Kami juga mendukung upaya pemerintah yang terus melakukan sosialisasi dan pengawasan terkait kebijakan DHE SDA agar terimplementasi secara maksimal,” pungkasnya.
Perubahan nilai tukar Rupiah juga bakal berdampak pada penerimaan PPh migas dan PNBP SDA migas. “Untuk itu, kami mendorong pemerintah untuk terus memantau pergerakan kurs Rupiah dan merumuskan langkah-langkah antisipasi yang dibutuhkan,” tuturnya.
Dia menuturkan, Komisi XI DPR mendukung Bank Indonesia (BI) untuk terus melakukan operasi moneter seperti intervensi di pasar valas secara spot dan DNDF (Domestic Non-Deliverable Forward), pembelian SBN dari pasar sekunder, serta pengelolaan likuiditas secara memadai.
Komisi XI DPR juga mendorong BI untuk terus mengoptimalkan berbagai instrumen moneter pro-market melalui instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI guna menarik aliran portofolio asing dari luar negeri sehingga mendukung stabilisasi nilai tukar Rupiah.
“Kami juga mendorong BI untuk mengoptimalkan penggunaan mata uang lokal dalam transaksi Indonesia dengan negara mitra atau Local Currency Transaction(LCT). Hingga akhir Maret 2024, transaksi LCT sudah mencapai 1,37 miliar dolar AS dengan melibatkan 3.504 pelaku,” ujar Puteri.
Penerapan LCT diharapannya dapat mengurangi ketergantungan pada mata uang dolar, mempermudah transaksi ekspor-impor, maupun mendorong investasi. BI perlu terus bersinergi bersama pemerintah dalam memaksimalkan implementasi instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) untuk menambah pasokan cadangan devisa di dalam negeri.
“Dengan demikian, Rupiah bisa semakin kuat dalam menghadapi tekanan di pasar keuangan global saat ini. Kami juga mendukung upaya pemerintah yang terus melakukan sosialisasi dan pengawasan terkait kebijakan DHE SDA agar terimplementasi secara maksimal,” pungkasnya.
(rca)
tulis komentar anda