Profil Arief Hidayat, Hakim Konstitusi yang Beri Dissenting Opinion Putusan Sengketa Pilpres 2024
Selasa, 23 April 2024 - 09:03 WIB
2. di Provinsi Jawa Barat;
3. di Provinsi Jawa Tengah;
4. di Provinsi Jawa Timur;
5. di Provinsi Bali;
6. di Provinsi Sumatera Utara," demikian dikutip dari laman MK.
Di bagian akhir dissenting opinion tersebut, Arief menyebut apa yang dia sampaikan sebagai wujud tanggung jawab moral dan penilaian profesional (profesional adjudgement) sebagai seorang hakim konstitusi sekaligus sebagai akademisi yang independen yang memutus sesuai dengan kewenangan serta kemampuan dan kapabilitasnya yang kelak akan dipertanggungjawabkan kehadirat Tuhan YME, Allah SWT, sebagaimana sumpah seorang hakim konstitusi.
"Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban hakim konstitusi dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa".
Menurut Arief, sumpah hakim konstitusi yang diucapkan tatkala dilantik pertama kali menjadi hakim konstitusi bersifat final and binding di dunia dan di akhirat bagi semua hakim. Oleh karenanya sumpah dan keyakinan hakim menjadi kunci keadilan bagi masyarakat.
"Selain itu, pudar dan menurunnya standar etik, khususnya bagi penyelenggara negara menjadi musabab perlu adanya kepedulian akan pentingnya menjaga keseimbangan antara penegakan hukum (rule of law) dan penerapan etik (rule of ethics) sesuai dengan nilai luhur Pancasila. Jikalau ini tidak dilakukan, maka akan terjadi "tragedi dalam berhukum dan berkonstitusi" di negara hukum demokratis berdasarkan Pancasila yang dapat menjauhkannya kita dari cita-cita menuju negara Indonesia yang hebat, bermartabat, dan unggul dalam segala bidang," ujarnya.
3. di Provinsi Jawa Tengah;
4. di Provinsi Jawa Timur;
5. di Provinsi Bali;
6. di Provinsi Sumatera Utara," demikian dikutip dari laman MK.
Di bagian akhir dissenting opinion tersebut, Arief menyebut apa yang dia sampaikan sebagai wujud tanggung jawab moral dan penilaian profesional (profesional adjudgement) sebagai seorang hakim konstitusi sekaligus sebagai akademisi yang independen yang memutus sesuai dengan kewenangan serta kemampuan dan kapabilitasnya yang kelak akan dipertanggungjawabkan kehadirat Tuhan YME, Allah SWT, sebagaimana sumpah seorang hakim konstitusi.
"Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban hakim konstitusi dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa".
Menurut Arief, sumpah hakim konstitusi yang diucapkan tatkala dilantik pertama kali menjadi hakim konstitusi bersifat final and binding di dunia dan di akhirat bagi semua hakim. Oleh karenanya sumpah dan keyakinan hakim menjadi kunci keadilan bagi masyarakat.
"Selain itu, pudar dan menurunnya standar etik, khususnya bagi penyelenggara negara menjadi musabab perlu adanya kepedulian akan pentingnya menjaga keseimbangan antara penegakan hukum (rule of law) dan penerapan etik (rule of ethics) sesuai dengan nilai luhur Pancasila. Jikalau ini tidak dilakukan, maka akan terjadi "tragedi dalam berhukum dan berkonstitusi" di negara hukum demokratis berdasarkan Pancasila yang dapat menjauhkannya kita dari cita-cita menuju negara Indonesia yang hebat, bermartabat, dan unggul dalam segala bidang," ujarnya.
tulis komentar anda