Iktikaf dan Kebutuhan Masjid Ramah Lingkungan
Rabu, 03 April 2024 - 07:02 WIB
M Ishom El Saha
Dosen UIN Sultan Maulana Hasanuddin, Serang, Banten
IKTIKAF di masjid, terutama di bulan Ramadan telah menggugah kita akan pentingnya kenyamanan termal ruangan masjid. Tidak sedikit jamaah yang merasakan ketidaknyamanan termal seperti rasa panas dan kegerahan di dalam masjid sekalipun alat bantu penghawaan sudah dinyalakan.
Perubahan iklim yang terjadi dewasa ini menyebabkan alat bantu penghawaan yang dipasang di sudut-sudut bangunan masjid tidak bekerja maksimal.
Usaha takmir masjid untuk meminimalisir pengaruh iklim tropis lembab di Indonesia seolah selalu tidak mencukupi. Padahal di dalam ruangan masjid sudah terpasang kipas angin dan bahkan menggunakan pendingin ruangan AC.
Pemakaian kipas angin dan AC di dalam ruangan masjid bukanlah menjadi pilihan tepat terutama jika masyarakat tidak dibekali edukasi konservasi lingkungan. Di dalam ruangan masjid terasa panas dan gerah pada dasarnya karena faktor alam Indonesia sebagai negara beriklim tropis.
Di negara yang beriklim tropis, kecepatan anginnya rendah serta kelembaban dan suhu udaranya tinggi. Kelembaban tinggi inilah yang menyebabkan sirkulasi tidak lancar sehingga berpengaruh pada kenyamanan termal bangunan masjid.
Menyadari kondisi semacam ini, maka masjid di masa lampau dibangun dengan sangat mempertimbangkan ketersediaan ruang terbuka hijau (RTH). Masjid dahulu biasanya mempunyai halaman yang cukup luas dan bisa ditanami pepohonan yang cukup banyak.
Kondisi ini berbeda dengan masjid-masjid di jaman sekarang. RTH di lingkungan masjid telah dihabiskan untuk perluasan kegiatan jemaah.
Dosen UIN Sultan Maulana Hasanuddin, Serang, Banten
IKTIKAF di masjid, terutama di bulan Ramadan telah menggugah kita akan pentingnya kenyamanan termal ruangan masjid. Tidak sedikit jamaah yang merasakan ketidaknyamanan termal seperti rasa panas dan kegerahan di dalam masjid sekalipun alat bantu penghawaan sudah dinyalakan.
Perubahan iklim yang terjadi dewasa ini menyebabkan alat bantu penghawaan yang dipasang di sudut-sudut bangunan masjid tidak bekerja maksimal.
Usaha takmir masjid untuk meminimalisir pengaruh iklim tropis lembab di Indonesia seolah selalu tidak mencukupi. Padahal di dalam ruangan masjid sudah terpasang kipas angin dan bahkan menggunakan pendingin ruangan AC.
Pemakaian kipas angin dan AC di dalam ruangan masjid bukanlah menjadi pilihan tepat terutama jika masyarakat tidak dibekali edukasi konservasi lingkungan. Di dalam ruangan masjid terasa panas dan gerah pada dasarnya karena faktor alam Indonesia sebagai negara beriklim tropis.
Di negara yang beriklim tropis, kecepatan anginnya rendah serta kelembaban dan suhu udaranya tinggi. Kelembaban tinggi inilah yang menyebabkan sirkulasi tidak lancar sehingga berpengaruh pada kenyamanan termal bangunan masjid.
Menyadari kondisi semacam ini, maka masjid di masa lampau dibangun dengan sangat mempertimbangkan ketersediaan ruang terbuka hijau (RTH). Masjid dahulu biasanya mempunyai halaman yang cukup luas dan bisa ditanami pepohonan yang cukup banyak.
Kondisi ini berbeda dengan masjid-masjid di jaman sekarang. RTH di lingkungan masjid telah dihabiskan untuk perluasan kegiatan jemaah.
tulis komentar anda