Ramai-ramai Ajukan Jadi Amicus Curiae untuk Mahkamah Konstitusi
Senin, 01 April 2024 - 18:56 WIB
Catatan kritis ini disebut dia memperlihatkan ada konflik kepentingan yang dibiarkan pemerintah, seakan-akan tidak ada upaya melihat ini sebagai krisis kebangsaan, etika merosot jauh semenjak Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi memutuskan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman bersalah dan pelanggaran berat kode etik. "Kecurangan terang benderang melalui bansos tidak dapat dibiarkan. Praktik-praktik curang dilakukan dengan mengintervensi lembaga peradilan dan lembaga penyelenggara pemilu, serta penggunaan sumber daya negara. Sementara hal ini bertentangan dengan mandat konstitusional Pasal 22E ayat 1 UUD 1945 tentang Pemilu Luber Jurdil," tegasnya.
Perwakilan Departemen Hukum Administrasi dan LSJ FH UGM Richo Andi Wibowo menyebutkan sengketa Pilpres 2024 bukan hanya mengenai perhitungan suara. "Kita berharap aturan tersebut jangan dilihat secara kaku seperti tertuang dalam Pasal 10 UU Pokok Kekuasaan Kehakiman," kata dia.
Ia menyoroti penunjukan Pj kepala daerah sesuai amanat Putusan MK Nomor 67 Tahun 2021 terkait penunjukkan Pj kepala daerah agar transparan, akuntabilitas, dan mempertimbangkan aspirasi daerah. "Permendagri Nomor 4 Tahun 2023 pada Februari 2023 tidak mengindahkan semangat transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas,” imbuhnya.
Dia menuturkan, Permendagri itu hanya mengatur diskresi pemerintah. Menurutnya, Peradilan Tata Usaha Negara tidak kompatibel dalam pengangkatan Pj kepala daerah. “Presiden Jokowi dan jajaran menterinya bersikap tidak netral," katanya.
Dia menuturkan, MK dapat masuk dalam kecurangan TSM karena penggunaan anggaran negara untuk bantuan sosial sehingga mempengaruhi pilihan rakyat. Sementara itu Guru Besar, Departemen Hukum Internasional FH UGM Sigit Riyanto menjelaskan pihaknya mengajukan Amicus Curiae sebagai bentuk keprihatinan dari situasi Indonesia saat ini.
"Situasi saat ini mengulang masa orde baru atau bahkan lebih buruk dari berakhirnya masa orba oleh gerakan reformasi. Ada penyalahgunaan kekuasaan dari lembaga parlemen dan partai politik yang menjauh dari nilai-nilai demokrasi dan meritokrasi," kata Sigit.
Hal ini kata Sigit menyebabkan kehancuran tata kelola dan sistem demokrasi dan ketidakpercayaan terhadap pemerintah yang munafik. Dia menambahkan, masa depan Indonesia menjadi absurd karena dipimpin predator demokrasi yang melecehkan hukum dan konstitusi demi kepentingan keluarga.
“Menjadi penguasa yang toxic, tidak memiliki etika bernegara dan penuh dengan nepotisme. Hakim MK memiliki kesempatan untuk memberikan harapan kepada bangsa dan keputusan yang jernih obyektif rasional dan berpihak kepada rakyat," pungkasnya.
Pada hari ini, sebanyak 29 seniman dan budayawan juga mengajukan Amicus Curiae untuk MK. Mereka di antaranya adalah Butet Kertaredjasa, Ita F. Nadia, Ayu Utami, Agus Noor, Yuswantoro Adi, dan Goenawan Mohamad.
"Kami adalah kumpulan seniman serta pekerja kreatif yang tentunya memiliki kepentingan besar terhadap berjalannya demokrasi dan tegaknya konstitusi di Republik ini. Bukan tanpa sebab, manakala demokrasi terkoyak, maka kebebasan kami berekspresi sudah barang tentu terganggu," bunyi berkas Amicus Curiae mereka.
Perwakilan Departemen Hukum Administrasi dan LSJ FH UGM Richo Andi Wibowo menyebutkan sengketa Pilpres 2024 bukan hanya mengenai perhitungan suara. "Kita berharap aturan tersebut jangan dilihat secara kaku seperti tertuang dalam Pasal 10 UU Pokok Kekuasaan Kehakiman," kata dia.
Ia menyoroti penunjukan Pj kepala daerah sesuai amanat Putusan MK Nomor 67 Tahun 2021 terkait penunjukkan Pj kepala daerah agar transparan, akuntabilitas, dan mempertimbangkan aspirasi daerah. "Permendagri Nomor 4 Tahun 2023 pada Februari 2023 tidak mengindahkan semangat transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas,” imbuhnya.
Dia menuturkan, Permendagri itu hanya mengatur diskresi pemerintah. Menurutnya, Peradilan Tata Usaha Negara tidak kompatibel dalam pengangkatan Pj kepala daerah. “Presiden Jokowi dan jajaran menterinya bersikap tidak netral," katanya.
Dia menuturkan, MK dapat masuk dalam kecurangan TSM karena penggunaan anggaran negara untuk bantuan sosial sehingga mempengaruhi pilihan rakyat. Sementara itu Guru Besar, Departemen Hukum Internasional FH UGM Sigit Riyanto menjelaskan pihaknya mengajukan Amicus Curiae sebagai bentuk keprihatinan dari situasi Indonesia saat ini.
"Situasi saat ini mengulang masa orde baru atau bahkan lebih buruk dari berakhirnya masa orba oleh gerakan reformasi. Ada penyalahgunaan kekuasaan dari lembaga parlemen dan partai politik yang menjauh dari nilai-nilai demokrasi dan meritokrasi," kata Sigit.
Hal ini kata Sigit menyebabkan kehancuran tata kelola dan sistem demokrasi dan ketidakpercayaan terhadap pemerintah yang munafik. Dia menambahkan, masa depan Indonesia menjadi absurd karena dipimpin predator demokrasi yang melecehkan hukum dan konstitusi demi kepentingan keluarga.
“Menjadi penguasa yang toxic, tidak memiliki etika bernegara dan penuh dengan nepotisme. Hakim MK memiliki kesempatan untuk memberikan harapan kepada bangsa dan keputusan yang jernih obyektif rasional dan berpihak kepada rakyat," pungkasnya.
Pada hari ini, sebanyak 29 seniman dan budayawan juga mengajukan Amicus Curiae untuk MK. Mereka di antaranya adalah Butet Kertaredjasa, Ita F. Nadia, Ayu Utami, Agus Noor, Yuswantoro Adi, dan Goenawan Mohamad.
"Kami adalah kumpulan seniman serta pekerja kreatif yang tentunya memiliki kepentingan besar terhadap berjalannya demokrasi dan tegaknya konstitusi di Republik ini. Bukan tanpa sebab, manakala demokrasi terkoyak, maka kebebasan kami berekspresi sudah barang tentu terganggu," bunyi berkas Amicus Curiae mereka.
Lihat Juga :
tulis komentar anda