Inti Persoalan Pilpres 2024, Todung: Nepotisme Lahirkan Penyalahgunaan Kekuasaan
Sabtu, 30 Maret 2024 - 16:40 WIB
"Nepotisme ini yang melahirkan berbagai penyalahgunaan kekuasaan untuk memenangkan paslon 02," ucapnya.
Di sisi lain, Todung juga menilai bahwa Pemilu 2024 sudah masuk kategori kecurangan terstruktur sistematis dan massif (TSM). Ia kemudian menyinggung soal dana bantuan sosial (bansos).
"Dan ini belum pernah terjadi. Setelah 1999, Pemilu 2004 dan Pemilu 2009 oke, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak cawe-cawe," katanya.
"Pikiran saya antara lain, bansos senilai Rp 496,8 triliun dan adjustment Rp 50 triliun, lebih dari Rp500 triliun bansos dikucurkan saat pileg dan pilpres. Bayangkan berapa banyak. Ini yang kita underestimate Jokowi. Ini kebijakan sejak gubernur, jumlahnya makin besar," sambungnya.
Menurutnya, bansos yang dikucurkan itu melebihi bansos saat pandemi Covid-19 terjadi pada tahun 2020, 2021 dan 2022.
"Ini pesta demokrasi. Tidak butuh vaksin, kok bisa lebih besar? Apa tujuannya selain untuk memperoleh suara?" katanya.
Dia menekankan, tidak seluruh bansos disalurkan melalui Kementerian Sosial, dalam hal ini Menteri Sosial Tri Rismaharini. Hal itu didasarkan pada peraturan presiden (perpres) yang memberi kewenangan kepada presiden untuk menyalurkan bansos tanpa melibatkan menteri sosial.
"Jokowi sudah mempersiapkan regulasinya. Jokowi dengan sadar dan sangat berani mengubah the rule of law (supremasi hukum) menjadi rule by law. Di sini dibuat dasar hukum perpres yang memang sah, tetapi subjektivitas kekuasaan ada di situ," katanya.
Lihat Juga: PDIP Anggap Janggal Hakim PTUN Tak Menerima Gugatan Pencalonan Gibran: Kita Menang Dismissal
Di sisi lain, Todung juga menilai bahwa Pemilu 2024 sudah masuk kategori kecurangan terstruktur sistematis dan massif (TSM). Ia kemudian menyinggung soal dana bantuan sosial (bansos).
"Dan ini belum pernah terjadi. Setelah 1999, Pemilu 2004 dan Pemilu 2009 oke, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak cawe-cawe," katanya.
"Pikiran saya antara lain, bansos senilai Rp 496,8 triliun dan adjustment Rp 50 triliun, lebih dari Rp500 triliun bansos dikucurkan saat pileg dan pilpres. Bayangkan berapa banyak. Ini yang kita underestimate Jokowi. Ini kebijakan sejak gubernur, jumlahnya makin besar," sambungnya.
Menurutnya, bansos yang dikucurkan itu melebihi bansos saat pandemi Covid-19 terjadi pada tahun 2020, 2021 dan 2022.
"Ini pesta demokrasi. Tidak butuh vaksin, kok bisa lebih besar? Apa tujuannya selain untuk memperoleh suara?" katanya.
Dia menekankan, tidak seluruh bansos disalurkan melalui Kementerian Sosial, dalam hal ini Menteri Sosial Tri Rismaharini. Hal itu didasarkan pada peraturan presiden (perpres) yang memberi kewenangan kepada presiden untuk menyalurkan bansos tanpa melibatkan menteri sosial.
"Jokowi sudah mempersiapkan regulasinya. Jokowi dengan sadar dan sangat berani mengubah the rule of law (supremasi hukum) menjadi rule by law. Di sini dibuat dasar hukum perpres yang memang sah, tetapi subjektivitas kekuasaan ada di situ," katanya.
Lihat Juga: PDIP Anggap Janggal Hakim PTUN Tak Menerima Gugatan Pencalonan Gibran: Kita Menang Dismissal
(maf)
tulis komentar anda