Lima Petitum Ganjar-Mahfud di Sidang PHPU Pilpres 2024
Rabu, 27 Maret 2024 - 15:35 WIB
JAKARTA - Sidang Perselisihan Hasil Pemilu Umum (PHPU) gugatan Pilpres 2024 dari Capres dan Cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD digelar, di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (27/3/2024).
Tim Hukum Ganjar-Mahfud , Todung Mulya Lubis mengawali sidang dengan membeberkan urgensi dari sengketa hasil Pilpres 2024 dalam perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara, terlebih-lebih dalam perjalanan reformasi yang dimulai sejak tahun 1999.
Reformasi, kata Todung, adalah titik balik sejarah setelah 32 tahun berada dalam pemerintahan otoriter Orde Baru di mana demokrasi hanya hiasan bibir, di mana pemilihan umum hanyalah proforma.
"Di mana kecurangan pemilihan umum sudah menjadi norma, dan di mana hak berdemokrasi dipenggal oleh kebijakan otoritarian yang dikendalikan oleh pemerintahan militer di mana masyarakat sipil hanya menjadi pelengkap penderita," ucap Todung.
Todung menegaskan, reformasi adalah masa depan Indonesia, masa depan demokrasi, supremasi hukum, hak asasi manusia, pluralisme dan kesejahteraan (welfare). Inilah tujuan akhir reformasi.
"Sayangnya, bukannya kita semakin melangkah maju mencapai tujuan reformasi tetapi kita tergagap-gagap dan melangkah mundur jauh ke belakang, demokrasi kita menjadi 'flawed democracy' (demokrasi cacat) dan negara kita menjadi negara yang rapuh (fragile state) dan negara yang menjalankan kebijakan represif (illiberal policies)," ujar Todung.
Todung kembali menegaskan, Indonesia mesti kembali ke tekad reformasi yang telah dicanangkan tahun 1999, kita mesti menegakkan kembali demokrasi, supremasi hukum, hak asasi manusia, pluralisme dan kesejahteraan sosial.
"Dalam konteks ini kami ingin membacakan petitum yang kami sampaikan dalam Permohonan yang kami ajukan kepada Majelis Hakim yang Mulia," tuturnya.
Tim Hukum Ganjar-Mahfud , Todung Mulya Lubis mengawali sidang dengan membeberkan urgensi dari sengketa hasil Pilpres 2024 dalam perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara, terlebih-lebih dalam perjalanan reformasi yang dimulai sejak tahun 1999.
Reformasi, kata Todung, adalah titik balik sejarah setelah 32 tahun berada dalam pemerintahan otoriter Orde Baru di mana demokrasi hanya hiasan bibir, di mana pemilihan umum hanyalah proforma.
"Di mana kecurangan pemilihan umum sudah menjadi norma, dan di mana hak berdemokrasi dipenggal oleh kebijakan otoritarian yang dikendalikan oleh pemerintahan militer di mana masyarakat sipil hanya menjadi pelengkap penderita," ucap Todung.
Todung menegaskan, reformasi adalah masa depan Indonesia, masa depan demokrasi, supremasi hukum, hak asasi manusia, pluralisme dan kesejahteraan (welfare). Inilah tujuan akhir reformasi.
"Sayangnya, bukannya kita semakin melangkah maju mencapai tujuan reformasi tetapi kita tergagap-gagap dan melangkah mundur jauh ke belakang, demokrasi kita menjadi 'flawed democracy' (demokrasi cacat) dan negara kita menjadi negara yang rapuh (fragile state) dan negara yang menjalankan kebijakan represif (illiberal policies)," ujar Todung.
Todung kembali menegaskan, Indonesia mesti kembali ke tekad reformasi yang telah dicanangkan tahun 1999, kita mesti menegakkan kembali demokrasi, supremasi hukum, hak asasi manusia, pluralisme dan kesejahteraan sosial.
"Dalam konteks ini kami ingin membacakan petitum yang kami sampaikan dalam Permohonan yang kami ajukan kepada Majelis Hakim yang Mulia," tuturnya.
tulis komentar anda