Mardani Kritik Penggunaan Data Swasta dalam Penyaluran BLT
Jum'at, 01 Mei 2020 - 08:12 WIB
JAKARTA - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Mardani Ali Sera mengkritik penyaluran bantuan langsung tunai (BLT) yang akan melibatkan big data milik penyedia jasa transportasi daring dan e-commerce. Langkah itu justru menunjukkan kelemahan data pemerintah.
"Pemerintah makin ngawur ini. Masak kita minta data ke perusahaan swasta? Seharusnya negara lebih kuat dan komprehensif terkait seluruh data negara ini apalagi terkait data orang tidak mampu," kata Mardani dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Kamis (30/4/2020).
Pemerintah, menurutnya, mempunyai perangkat yang lebih lengkap untuk pendataan. Pemerintah menggunakan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Sosial (Kemensos), Badan Urusan Logistik (Bulog), Kementerian Kesehatan, Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil, dan Ditjen Pajak.
Mardani mendesak adanya pembenahan data. Dalam kasus pandemi Covid-19 perlu pembaruan karena banyak masyarakat yang terdampak. Dia menekankan stimulus ekonomi itu kuncinya efektivitas penyaluran bantuan melalui akurasi data.
"Kelemahan pendataan dan akurasi itu membuat pemerintah minta bantuan kepada perusahaan transportasi daring dan perusahaan e commerce. Jadi apa kerja pemerintah selama ini?" ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Pengiriman melalui transportasi daring dikhawatirkan bermasalah. Alasannya, mereka juga mungkin bagian dari penerima bantuan dari pemerintah.
Mardani mengusulkan asosiasi pedagang asongan, pedang nasi uduk, tukang parkir, pekerja informal, ojek pangkalan, sopir taksi, dan kelompok lainnya juga dilibatkan. Caranya, dilakukan pendataan melalui perangkat desa, seperti rukun tetangga dan warga.
Anggota Komisi II DPR itu meminta pemerintah untuk membuat kebijakan yang komprehensif dan detail agar stimulus sampai kepada orang yang tepat. Ini untuk membantu kehidupan ekonomi mereka yang terdampak pandemi Covid-19.
Dia menyarankan agar pemerintah tetap menggunakan data dari perangkat negara saja. Tinggal data dari kementerian atau lembaga itu disinkronkan. Dia mengingatkan, potensi penyimpangan bila kerja sama dengan swasta tetap ada selain cost yang mahal perlu kita bayar. "Karena itu, penting juga pola pengawasan yang jelas. Jangan sampai digunakan oleh oknum tertentu untuk kampanye pribadi misalnya," pungkasnya.
Beberapa waktu lalu, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal Sektoral Candra Fajri Ananda mengatakan, pemerintah masih berdiskusi dengan para perusahaan digital seperti Gojek, Grab, hingga Tokopedia untuk mendata masyarakat khususnya pekerja informal.
"Pemerintah makin ngawur ini. Masak kita minta data ke perusahaan swasta? Seharusnya negara lebih kuat dan komprehensif terkait seluruh data negara ini apalagi terkait data orang tidak mampu," kata Mardani dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Kamis (30/4/2020).
Pemerintah, menurutnya, mempunyai perangkat yang lebih lengkap untuk pendataan. Pemerintah menggunakan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Sosial (Kemensos), Badan Urusan Logistik (Bulog), Kementerian Kesehatan, Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil, dan Ditjen Pajak.
Mardani mendesak adanya pembenahan data. Dalam kasus pandemi Covid-19 perlu pembaruan karena banyak masyarakat yang terdampak. Dia menekankan stimulus ekonomi itu kuncinya efektivitas penyaluran bantuan melalui akurasi data.
"Kelemahan pendataan dan akurasi itu membuat pemerintah minta bantuan kepada perusahaan transportasi daring dan perusahaan e commerce. Jadi apa kerja pemerintah selama ini?" ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Pengiriman melalui transportasi daring dikhawatirkan bermasalah. Alasannya, mereka juga mungkin bagian dari penerima bantuan dari pemerintah.
Mardani mengusulkan asosiasi pedagang asongan, pedang nasi uduk, tukang parkir, pekerja informal, ojek pangkalan, sopir taksi, dan kelompok lainnya juga dilibatkan. Caranya, dilakukan pendataan melalui perangkat desa, seperti rukun tetangga dan warga.
Anggota Komisi II DPR itu meminta pemerintah untuk membuat kebijakan yang komprehensif dan detail agar stimulus sampai kepada orang yang tepat. Ini untuk membantu kehidupan ekonomi mereka yang terdampak pandemi Covid-19.
Dia menyarankan agar pemerintah tetap menggunakan data dari perangkat negara saja. Tinggal data dari kementerian atau lembaga itu disinkronkan. Dia mengingatkan, potensi penyimpangan bila kerja sama dengan swasta tetap ada selain cost yang mahal perlu kita bayar. "Karena itu, penting juga pola pengawasan yang jelas. Jangan sampai digunakan oleh oknum tertentu untuk kampanye pribadi misalnya," pungkasnya.
Beberapa waktu lalu, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal Sektoral Candra Fajri Ananda mengatakan, pemerintah masih berdiskusi dengan para perusahaan digital seperti Gojek, Grab, hingga Tokopedia untuk mendata masyarakat khususnya pekerja informal.
(zik)
tulis komentar anda