Memberdayakan Satgas dan Tim Anti Kekerasan di Satuan Pendidikan

Kamis, 21 Maret 2024 - 12:07 WIB
Pasal 31 ayat (3) menjelaskan, satuan tugas dapat berkoordinasi dengan berbagai pihak atau pemangku kepentingan. Pihak tersebut meliputi (a) dinas kesehatan atau dinas terkait lainnya; (b) psikolog, dokter, atau tenaga kesehatan lainnya; (c) pekerja sosial; (d) unit pelaksana teknis kementerian pada daerah setempat; (e) perwakilan organisasi masyarakat sipil atau praktisi yang berfokus pada bidang pendidikan dan/atau bidang penanganan kekerasan; dan/atau (f) pihak lain yang diperlukan dalam penanganan kekerasan.

Sampai dengan 18 Maret 2024, merujuk pada tautan resmi https://referensi.data.kemdikbud.go.id/tppk/dashboard, ternyata satgas baru dibentuk di 21 provinsi dari total 38 provinsi, serta 314 kabupaten/kota dari total 541 kabupaten/kota. Dengan demikian, total keseluruhan pembentukan satgas per 18 Maret 2024 di provinsi/kabpupaten/kota adalah 61.09%. Adapun provinsi dan kabupaten/kota yang sudah membentuk baik satgas maupun TPPK seluruhnya (100%) meliputi DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sumatera Barat, Riau, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, Bali, Banten, dan Sulawesi Barat.

Pemberdayaan Satgas dan TPPK

Fungsi dan kewenangan satgas maupun TPPK sudah didefinisikan secara jelas dan operasional. Masyarakat menunggu sepakterjang mereka, sejauhmana satgas dan TPPK yang sudah dibentuk dapat menanggapi setiap kasus yang terjadi dalam wilayah tanggungjawabnya masing-masing. Penanganan kasus harusnya dalam waktu tidak terlalu lama.

Di samping itu, satgas dan TPPK tidak boleh bersikap menunggu adanya kasus. Mereka harusnya bekerja proaktif, strategis, taktis, dan berbasiskan bukti (evidence). Untuk itu, mereka harus seyogianya bekerja sama dengan berbagai pihak yang sudah ditetapkan dalam peraturan yang ada.

Dalam penanganan dan pencegahan kasus, mereka tidak boleh bersikap “abu-abu”. Satgas dan TPPK tidak boleh takut adanya relasi dengan pelaku atau korban. Perlakuan dan sikap yang tidak tegas dan tidak bersikap obyektif akan merugikan tidak hanya kredibilitas Satgas dan TPPK, tetapi juga pelaku dan korban.

Terkait akuntabilitas pemberdayaan Satgas dan TPPK, perlu adanya suatu sistem yang dapat diakses publik dengan mudah, yaitu yang menunjukkan kinerja dari Satgas dan TPPK. Bukan tidak mungkin dibentuknya Satgas dan TPPK, hanya untuk “menggugurkan kewajiban” bahwa daerah atau satuan pendidikan sudah patuh peraturan yang diberlakukan.
(wur)
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More